Perang Israel-Hamas Berimbas pada Mahasiswa di Kampus-Kampus AS

Perang Israel-Hamas telah membangkitkan semangat para mahasiswa di berbagai kampus di AS. Sementara kaum muda menyuarakan opini mereka, ada pertanyaan mengenai keselamatan, hak-hak kebebasan berbicara dan bahkan prospek kerja pada masa mendatang.

TRANSINDONESIA.co | Di Kota New York, ketegangan terkait perang Israel-Hamas terjadi berbagai kampus perguruan tinggi, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai ide universitas sebagai tempat bertukar pendapat yang beragam secara bebas.

Berbagai protes di Columbia University membuat para mahasiswa yang pro-Israel dan pro-Palestina saling berhadapan, dengan beberapa di antaranya merasa diabaikan oleh apa yang mereka lihat sebagai pesan pro-Israel oleh pemerintah.

Nadia Ali, mahasiswi Columbia University, mengatakan, “Jelas, kami semua menentang kekerasan, tetapi kami hanya meminta agar nyawa warga sipil Palestina juga diakui. Sebagai pemimpin komunitas yang beragam, saya pikir akan adil jika berharap pimpinan universitas mengakui kepedihan semua mahasiswa.”

Sekarang ini adalah masa-masa yang menegangkan di banyak kampus, di mana pakar pendidikan dan kebebasan berpendapat Kristen Shahverdian mengatakan bahwa para mahasiswa seharusnya merasa aman dalam menyatakan pandangan mereka.

Ia mengemukakan, “Kampus-kampus perguruan tinggi dapat berbuat banyak untuk melindungi kebebasan berpendapat bagi semua orang di kampus. Itu benar-benar kewajiban mereka untuk memenuhi hal tersebut, untuk memastikan semua orang memiliki kebebasan berpendapat, hak melakukan protes, hak agar suara mereka didengar, bahkan di antara begitu banyak perbedaan pendapat.”

Di Fakultas Hukum New York University, sebuah pernyataan dari seorang pengurus organisasi mahasiswa bahwa Israel memikul tanggung jawab penuh atas hilangnya nyawa telah mengakibatkan sebuah firma hukum terkemuka membatalkan tawaran kerjanya kepada mahasiswa tersebut.

Benjamin Meppen, mahasiswa Yahudi di New York University, mengemukakan, “Selalu saja akan ada perdebatan di kelas, di taman, di lapangan dan kampus-kampus di berbagai penjuru negeri. Tapi ini beda. Ada serangan sistematis terhadap orang-orang Yahudi.”

Sementara administrator perguruan tinggi mempertimbangkan seruan untuk mengecam dan juga mengakui, yang lainnya khawatir kalau berbicara terang-terangan dampaknya akan sangat merugikan. Pendapat ini dikemukakan antara lain oleh mahasiswa New York University, Trevor. Ia tidak memberitahu nama lengkapnya karena ia khawatir akan dijadikan target oleh para mahasiswa lainnya.

Trevor mengatakan, “Saya memilih untuk tidak terlalu banyak menyuarakan pendapat saya mengenai hal ini, karena ada banyak hal yang dapat membuat orang keliru memahami.”

Di Harvard University, sepucuk surat terbuka yang ditandatangani lebih dari 30 kelompok mahasiswa yang menyatakan bahwa Israel bertanggung jawab atas serangan teroris telah membuat beberapa mahasiswa menjadi sasaran terbuka dan informasi pribadi mereka diedarkan ke publik.

Potensi dampak buruk ini telah memunculkan kembali seruan bagi administrator perguruan tinggi untuk berbuat lebih banyak. Kembali Kristen Shahverdian mengatakan, “Mereka dapat berbuat banyak untuk memastikan semua orang memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terkait kebebasan berpendapat, bagaimana melakukannya di ruang-ruang terbuka di kampus. Ini merupakan kesempatan untuk memberikan pendidikan itu, dan sesungguhnya, kampus-kampus perguruan tinggi ideal untuk hal ini karena mereka memiliki sumber daya, mereka memiliki pemahaman. Mereka memiliki keahlian di kampus untuk menjelaskan prinsip-prinsip ini kepada semua orang.”

Di kampus-kampus di mana pun juga, hal seperti itulah yang sangat diperlukan. [uh/ab]

 

Sumber: Voaindonesia

Share
Leave a comment