Model Penulisan di Sespim

TRANSINDONESIA.co | (Oleh: Irjen Pol Prof. Chrysnanda Dwilaksana).

Sespim merupakan sekolah bagi calon  pemimpin masa depan. Pemimpin itu berkerja dengan O2H (otak otot dan hati nuraninya), sejalan dengan apa yang dikatakan Prof Satjipto Rahardjo. Pemimpin selain bermoral juga dituntut mampu menyampaikan pemikirannya di dalam tulisan.

Tulisan bagi pemimpin adalah model dari upaya mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan. Atau model yang proaktif dan problem solving dalam mengatasi masalah emerjensi maupun kontijensi. Tulisan tulisan para pemimpin merefleksikan kepekaan, kepedulian, dan belarasanya akan kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban. Sejalan dengan keutamaan polisi yang diwujudkan sebagai Penjaga Kehidupan, Pembangun Peradaban sekaligus Pejuang Kemanusiaan.

Polisi bekerja dalam ranah birokrasi dan ranah masyarakat, benang merahnya itulah yang dikatakan pemolisian. Policing (pemolisian) merupakan segala upaya kepolisian pada tingkat manajemen maupun operasional, dengan atau tanpa upaya paksa untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial.

Dengan demikian spirit polisi dalam pemolisiannya  secara manajerial maupun operasional untuk kemanusiaan, leteraturan sosial dan peradaban. Dalam konteks Presisi dapat dijabarkan dengan konsep PCBM (profesional, cerdas, bermoral dan modern) dalam memberikan pelayanan kepada publik. Pelayanan kepolisian kepada publik mencakup:

1. Pelayanan keamanan
2. Pelayanan keselamatan
3. Pelayanan hukum
4. Pelayanan administrasi
5. Pelayanan informasi
6. Pelayanan kemanusiaan

Standar pelayanan kepolisian kepada publik dituntut prima, yang dapat dipahami sebagai pelayanan yang: cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Polisi dalam menegakan hukum adalah demi semakin manusiawinya manusia, yang merupakan upaya membangun peradaban agar terwujud dan terpeliharanya keteraturan sosial.

Konteks inilah yang dikatakan tujuan pemolisian adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan terjaminnya keamanan dan rasa aman serta terwujudnya keteraturan sosial. Pola pola pemolisian bisa dikembangkan sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya yang berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah.

Model pemolisian dapat dibuat sebagai acuan pengembangan kualitas kepemimpinan, infrastruktur dan model modelnya sbb:

1. Model pemolisian yang berbasis wilayah:
a. Border policing (pemolisian di kawasan perbatasan)
b. Maritime policing (pemolisian di kawasan maritim atau kepulauan atau kawasan pantai)
c. Industrial policing (pemolisian di kawasan industri)
d. Disaster policing (pemolisian di kawasan rawan bencana)
e. Bisa dikembangkan dari model orientasi kegiatan masyarakatnya (community oriented policing) pada masayarakat perkotaan, pertanian, nelayan, perkebunan, buruh, dsb.

2. Model pemolisian yang berbasis pada fungsinya; fungsi utama, fungsional maupun fungsi pendukung sbb:
a. Road safety policing (pemolisian berbasis pada road safety atau lalu lintas)
b. Paramilitary policing, model pemolisian ala paramiliter
c. Cyber policing, pemolisian dalam memberikan pelayanan secara virtual
d. International policing, pemolisian internasional seperti: pasukan misi perdamaian PBB, laision officer, hubungan kerjasama internasional dalam penanganan kejahatan, studi banding dan pertukaran kemampuan polisi, dsb
e. Emergency policing, model pemolisian menghadapi situasi kegawat daruratan, dsb.

3. Model Pemolisian yang berbasis dampak masalah:
a. Democratic policing
b.Electronic policing, pemolisian secara elektronik yang merupakan model pemolisian di era digital atau era revolusi industri 4.0
c. Forensic policing sebagai model pemolisian di era kenormalan baru, dsb.

Memahami polisi dan pemolisiannya dari model di atas adalah secara holistik atau sistemik yang tidak dipahami secara parsial.

Polisi dalam pemolisiannya dalam bertindak tegas sekalipun spiritnya tetap untuk: 1. melindungi, 2. mengayomi dan 3. melayani agar ada keteraturan sosial. Hal ini menunjukan bahwa manusia adalah aset utama bangsa maka di situlah hakekat pemolisian untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa

Polisi dengan pemolisiannya dalam menegakan hukum untuk:

1. Menyelesaikan konflik atau masalah dengan cara yang beradab
2. Mencegah agar konflik meluas atau semakin besar
3. Melindungi mengayomi melayani korban dan pencari keadilan
4. Membangun budaya tertib
5. Adanya kepastian
6. Edukasi

Keberhasilan pelakasanaan tugas polisi dengan pemolisiannya bukan semata mata pada pengungkapan perkara namun juga dilihat dari keteraturan sosial dan tingkat kepercayaan publik serta kualitas pelayanannya. Polisi dalam pelayanannya kepada publik merupakan ikon atau simbol : kemanusiaan, peradaban dan keteraturan sosial.

Polisi dalam pemolisiannya dilihat dari tingkat: profesionalismenya, kecerdasannya, moralitasnya dan modernitasnya.

Membangun kepolisian yang profesional, cerdas, bermoral dan modern dapat dibangun melalui:

1. Pembangunan pendidikan yang berlandaskan kesadaran, tanggung jawab dan disiplin
2. Kepemimpinan yang tranformasional
3. Keteladanan
4. Penanaman nilai nilai kemanusiaan, peradaban dan keteraturan sosial
5. Membangun infrastruktur dan sistem sistemnya yang berefek pada budaya malu dan kualitas pelayanan publik yang prima.

Polisi melalui pemolisiannya merupakan bagian bahkan refleksi dari masyarakat yang dilayaninya.

Di era kenormalan baru model pemolisian dapat dikembangkan melalui smart policing. Smart policing mengharmonikan dan dapat menyatukan antar model pemolisian (policing). Siap memprediksi, menghadapi, merehabilitasi berbagai permasalahan yang mengganggu keteraturan sosial.

Model pemolisian yang mampu berfungsi untuk lingkungan dan berbagai masalah konvensional, era digital, permasalahan yang berkaitan dengan forensik kepolisian. Dapat diimplementasikan tingkat lokal, nasional bahkan global. Mengatasi berbagai gangguan keteraturan sosial yang by design.

Mengatasi keteraturan sosial dalam dunia virtual. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan publik secara prima dalam one stop service. Prediktif, proaktif dan problem solving. Menjembatani dan mengatasi dalam berbagai situasi dan kondisi emerjensi maupun kontijensi. Diawaki petugas polisi yang profesional, cerdas bermoral dan modern.

Tukisan para pemimpin proaktif dan problem solvjng dikaitkan dengan model pemolisian dalam menghadapi fakta brutal, kondisi krisis maupun emerjensi. Mengingat potensi konflik yang besar dalam masyarakat majemuk Indonesia, yang berada dalam kawasan ring of fire atau kawasan rawan bencana.Emergency Policing merupakan model Pemolisian Transplantasi sebagai penjaga, pengamat, jembatan penghubung, pelatih, back up system, dsb, hingga yang diback up dapat berfungsi kembali.

Pola-pola pemolisian secara managerial setidaknya mencakup 4 unsur:

a. Kepemimpinan,
b. Administrasi ( SDM, perencanaan dan program-program, sarana, prasarana dan anggaran),
c. Operasional,
d. Capacity building.

Implementasinya dapat mengacu pada  community policing/polmas. Di back up dengan sistem-sistem online yang berbasis elektronik . Personilnya  bersifat ad hoc meruoakan gabungan dari berbagai fungsi maupun antar wilayah. Perkantoran dengan membangun tenda-tenda lapangan, kontainer atau memanfaatkan tempat-tempat/lokasi yang biasa diberdayagunakan.

Membangun posko-posko sebagai pusat K3i yang berisi peta-peta dan jaringan-jaringan  elektronik maupun  kontak-kontak person.

Dapat dibuat pengkategorian:l; Merah (Rawan dua), Kuning: (Rawan satu), Hijau: (kondisi normal).

Model pergeseran  pasukan untuk back up kontijensi dengan peta rute dari dan ke lokasi sasaran dengan berbagai alternatifnya.
Pemberdayaan teknologi indormasi dan komunikasi. Kesiapan Logistik, transportasi darat, laut maupun udara, ambulans, untuk evakuasi dan bantuan kemanusiaan. Rumah sakit lapangan dan perlengkapan, obat obatan dan tenaga medisnya. Operasionalnya dapat menerapkan model Asta Siap. Siap : Posko, Piranti Lunak, model penanganan lapangan, siap mitra, jejaring, personil, logistik, anggaran.

Tulisan pemimpin bukan tulisan yang digolongkan captive mind (otak terbelenggu), bukan juga pengecer teori, produk hafalan mati kering tanpa imajinasi. Tulisan para pemimpin sejatinya merupakan:

1. Model berpikir yang merdeka, kreatif, imajinatif, proaktif dan problem solving.

2. Upaya upaya mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan

3. Kreatif dan inovatif dslam kondisi krisis yang penuh hambatan tantangan dan keterbatasan.

4. Berani menyatakan kabaikan dan kebenaran dalam pemilihan kata dan penyusunan kalimat yang efektif dan tidak berbelit belit.

5. Ada kebaruan dan merupakam suatu pembaruan.

6. Dapat dipertanggungjawabkan : secara moral, secara akademik, secara fungsional dan secara sosial.

7. Bukan menyalahkan atau mencari kesalahan melainkan belajar dari kesalahan.

8. Dapat diimplementasikan dalam penyelenggaraan tugas dalam berbagai situasi.

9. Mampu menulis secara konseptual maupun teoritikal yang ditunjukan dalam prinsip prinsip mendasar dan berlaku umum.

10. Mewujudkan keamanan dalam negeri yang mendukung pembangunan nasional.

Keamanan dalam negeri merupakan keteraturan sosial untuk mendukung produktifitas agar masyarakat dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang. Dalam konteks melindungi mengayomi melayani dan menegakkan hukum maka keamanan dan rasa aman wujud harmoni dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Hakekat Keamanan Dalam Negeri:

1. Adanya Keamanan dan Rasa Aman warga masyarakat
2. Harmoni dalam Kebhinekaan
3. Tegak dan adanya Budaya Patuh Hukum
4. Pemberdayaan Sumber Daya bagi Keadilan Sosial
5. Penanganan Konflik Secara Beradab
6. Semakin Manusiawinya Manusia
7. Terwujud dan Terpelihara Keteraturan Sosial
8. Transparan dan Akuntabel
9. Berorientasi pada Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat
10. Perlindungan, Pengayoman dan Pelayanan kepada publik berstandar Prima.

Suatu bangsa yang berdaulat memiliki ketahanan atas berbagai gerusan dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Selain itu juga memiliki kemampuan memberikan jaminan keamanan dan rasa aman bagi warganya untuk bertahan hidup tumbuh dan berkembang atau meningkat kualitas hidupnya. Kamanan dalam negeri adalah keteraturan sosial secara idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya secara pribadi, di ruang publik, profesi dan berbagai pekerjaan, lingkungan hidup, dan mayantara yang dapat mendukung produktifitas maupun upaya upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Keamanan dalam negeri diwujudkan dalam keteraturan sosial sehingga terjaminnya keamanan segala sumberdaya negara dari manusianya, kekayaan alamnya, idiologi, politik ekonomi dan sosial budayanya untuk dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang sehingga berdaulat, berdaya tahan,  berdaya tangkal bahkan berdaya saing.

Keteraturan sosial dalam konteks polisi dan pemolisiannya terefleksi dari sistem keamanan dan pengamanan hingga terjaminnya keamanan dan rasa aman secara pribadi, di ranah publik, ranah lingkungan hidup dan kehidupan, ranah ekonomi dan industri, ranah mayantara hingga ranah forensik. Keamanan dalam negeri dalam pendekatan pemolisian di era kenormalan baru dijabarkan pada pemolisian yang berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah secara konvensional, elektronik dan forensik.

Konteks pemolisian yang fungsional ditunjukan adanya sinergitas dan harmoninya model konvensinal dan konterporer yang mampu diimplementasikan secara proaktif dan adanya penyelesaian masalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat

Keamanan dalam negeri menjadi simbol peradaban kedaulatan ketahanan dan daya saing suatu bangsa. Keamanan dalam negeri konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun derlandaskan demokrasi yang mencakup:

1. Supremasi hukum
2. Adanya jaminan dan perlindungan HAM
3. Transparansi
4. Akuntabilitas
5. Berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat
6. Adanya pembatasan dan pengawasan kewenangan

Tema tema tulisan dapat dikaitkan dengan:

1. Masalah sosial, konflik sosial kemasyarakatan yang berdampak luas terhadap kemanusiaan dan keteraturan sosial
2. Masalah sumber daya alam yang berkaitan dengan: pertambangan, perikananan, hutan, petanian, perkebunan, pembangunan kawasan industri dsb
3. Masalah perkotaan dan sistem sistemnya
4. Pola pola pemolisian sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya
5. Masalah bencana alam
6. Masalah: ideologi, politik, ekonomi, seni budaya, olah raga protokoler, kegiatan kemasyarakatan lainnya
7. Issue issue  internasional dan nasional, issue issue global dan regional : terorisme, radikalisme, primordialisme, konflik laut china selatan, konflik pasifik selatan, dsb
8. Masalah yang berkaitan dengan geo politik dan geo strategis
9. Masalah yang berkaitan dengan hukum dan perundang undangan
10. Masalah yang berkaitan dengan perubahan atau disrupsi yang begitu cepat, teknologi, informasi, media, era post truth, dsb.**

Fajar Tegal Parang 060223

Share
Leave a comment