AS Tuduh China Retas Penelitian Vaksin Covid-19

TRANSINDONESIA.CO – Selama berbulan-bulan, pejabat AS telah memperingatkan mengenai lonjakan serangan siber selama pandemi virus corona, tetapi mereka menahan diri untuk tidak menunjuk satu negara.

Sekarang, ketika persaingan sengit global untuk memperoleh vaksin virus corona meningkat dan para peretas menyasar penelitian ilmiah terkait, para pejabat AS bersiap untuk menuding musuh siber lamanya: China.

Dalam peringatan bersama yang dijadwalkan beberapa hari mendatang, FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) dilaporkan berencana untuk secara terbuka menuduh China berupaya mencuri penelitian di AS yang terkait dengan vaksin, perawatan, dan uji virus corona.

Tab Bradshaw, CEO Redpoint Cybersecurity dan anggota kelompok kerja berbagi informasi canggih Departemen Keamanan Dalam Negeri, mengkonfirmasi peringatan yang direncanakan itu dalam sebuah wawancara, Senin (11/5).

“Saya kira itulah yang akan terjadi,” kata Bradshaw kepada VOA. “Ini adalah langkah politik untuk menyebut pemerintah Komunis China dan menyatakan kepada dunia bahwa mereka secara aktif mencoba mencuri teknologi AS.”

FBI tidak berkomentar. DHS tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar. AS telah lama mencap China bersama Rusia, Korea Utara, dan Iran sebagai sumber utama serangan siber dan menuduh Beijing mencuri kekayaan intelektual AS agar unggul bersaing dengan A.S.

“Berita tahu saya, apa lagi yang baru dengan China? “kata Presiden Donald Trump saat konferensi pers Gedung Putih ketika ditanya tentang laporan dugaan pencurian China atas penelitian vaksin.

Namun, secara terbuka menuduh China berusaha mencuri penelitian eksklusif yang terkait dengan vaksin Covid-19 kemungkinan akan memperburuk ketegangan antara Beijing dan Washington karena pemerintahan Trump terus menyalahkan China sebagai asal pandemi dan atas kegagalannya bertindak cukup cepat untuk memperingatkan negara lain dan mencegah penyebaran virus corona.

Peringatan FBI-DHS disampaikan menyusul peringatan bersama yang dikeluarkan minggu lalu oleh pejabat siber AS dan Inggris.

Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA) AS dan National Cyber Security Centre Inggris mengatakan sedang menyelidiki sejumlah insiden yang melibatkan perusahaan farmasi, organisasi penelitian medis, dan sejumlah universitas. [my/fw]

Sumber : Voaindonesia

Share
Leave a comment