DPR Dikritik Batasi Masukan Publik, Tetap Proses Omnibus Law Saat Wabah Corona

TRANSINDONESIA.CO – RUU Cipta Kerja atau juga lebih dikenal sebagai Omnibus Law berpotensi menyengsarakan masyarakat jika diundangkan nanti. Karena itu langkah DPR RI yang tetap menggelar Rapat Paripurna secara virtual dikecam habis-habisan puluhan LSM yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA). Dalam situasi wabah Corona, langkah DPR tersebut sama saja membatasi partisipasi publik.

Dalam siaran pers yang diterima TransIndonesia.co pada Selasa 7 April 2020, pernyataan Komite Nasional Pembaruan Agraria berasal dari gabungan 93 organisasi non pemerintah. Mereka mengkritisi sejumlah pasal RUU Cipta Kerja yang mengancam kehidupan masyarakat bawah.

“Langkah DPR ini mencederai semangat demokrasi, karena DPR dengan sengaja akan membatasi partisipasi publik dalam pembentukan perundang-undangan. Sudah pasti publik tak bisa dengan efektif dan optimal memberikan masukan, mengawal substansi hingga terlibat dalam proses konsultasi di tengah situasi darurat Corona saat ini,” tulis siaran pers KNPA.

Rapat Paripurna DPR RI Periode 2019-2020 telah menghasilkan kesepakatan diteruskannya pembahasan RUU Cipta Kerja (“Omnibus Law”) oleh DPR melalui Badan Legislasi (Baleg). Hal ini disepakati oleh 302 anggota dewan yang hadir, baik secara langsung maupun melalui media virtual. Pembahasan Omnibus Law dilanjutkan menanggapi Surat Presiden (Surpres)/R06/Pres tertanggal 7 Februari 2020 tentang RUU Cipta Kerja.

“Sikap DPR di atas memberi sinyal bahwa parlemen dan pemerintah tidak memiliki kepekaan atas permasalahan ekonomi dan sosial, bahkan atas situasi darurat kesehatan yang tengah dialami rakyat saat ini. Dengan memaksakan melanjutkan Omnibus Law pada masa darurat seperti sekarang ini, di saat kebijakan pyshical distancing berlaku, telah meresahkan rakyat.”

Menurut KNPA, RUU Cipta Kerja telah banyak menuai penolakan dari berbagai kalangan. Tidak hanya merugikan buruh, namun juga petani, nelayan, dan masyarakat adat akibat memasukkan pasal-pasal dan kebijakan agraria secara serampangan ke dalam RUU tersebut. Bahkan beberapa RUU yang telah ditolak publik September 2019 lalu, seperti RUU Pertanahan, RKHUP, RUU Minerba dan beberapa RUU berbahaya lainnya dimasukkan ke dalam RUU Cipta Kerja.

Di bidang agraria, setidaknya terdapat 5 permasalahan pokok yang akan mengancaman keselamatan jutaan petani, nelayan, masyarakat adat dan perempuan di desa. “Ominibus Law akan memperparah ketimpangan penguasaan tanah dan konflik agraria di Insonesia. Aturan ini akan mempermudah perampasan tanah rakyat.”

Sebanyak 93 organisasi non pemerintah yang tergabung dalam mengkritisi Omnibus Law antara lain Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Greenpeace Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). [mm]

Share
Leave a comment