AMSI dan SCW Pertanyakan Legal Standing Pilkada Siantar ke Mendagri

TRANSINDONESIA.CO – Angkatan Muda Simalungun (AMSI) dan Sumatera Corruption Watch (SCW) mempertanyakan legal standing pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Siantar, Sumatera Utar,  ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).

Hal ini terkait rencana Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Siantar akan menggelar Pilkada Siantar pada 16 November 2016 mendatang.

Kuasa hukum AMSI dan SCW, Willy Sidauruk mengatakan, pihaknya ingin mempertanyakan keabsahan pelaksanaan Pilkada Siantar karena disinyalir tidak punya dasar hukum.

“Hari ini kita sudah melaporkan langsung kasus ini ke Kemendagri. Kita sangat prihatin sekaligus mempertanyakan dasar hukum jadwal pelaksanaan Pilkada Siantar,” ujar Willy ditemui wartawan di Kemendagri, Senin 17 Oktober 2016.

Ilustrasi
Ilustrasi

Wily menekankan, Indonesia memiliki azas hukum yang jelas dalam pelaksanaan lingkungan. Oleh karena itu, legal standing KPUD Siantar menggelar Pilkada Siantar juga harus jelas apa produk hukumnya

“Kita minta pertimbangan Mendagri dulu apa, sebab hukumnya harus jelas dan terkait anggarannya juga perlu ada legal standing-nya,” katanya.

Dia mengkhawatirkan, KPUD Siantar telah melakukan tindakan kekuasaan semena-mena meski dia tidak mempersoalkan kapan Pilkada Siantar dilaksanakan. Pihaknya hanya menghendaki agar ada kejelasan dasar hukum terhadap pelaksanaan Pilkada tersebut.

“Siapa pun yang menang di Pilkada Siantar, menjadi berpeluang untuk mengadukan ke Mahkamah Konstitusi. Kita ingin agar tidak ada permasalahan lagi ke depannya,” cetusnya.

Dia mempertanyakan hal ini tidak didasari oleh karena kepentingan salah satu objek, namun pihaknya bertujuan agar Pilkada dapat berjalan dengan lancar dan aman.

“Memang ketepatan pasangan Surfenov Sirait dan Parlindungan Sinaga (Surfenov-Parlin) menjadi objeknya. Ini diurut melalui kronologi mulai dari Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) yang memenangkan Surfenov-Parlin, kemudian Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menganggap itu merupakan kesalahan etik yang berdampak dengan turunan putusannya. Banyak kerancuan jika KPUD Siantar bersikukuh melaksanakan Pilkada Siantar tanpa legal standing,” terangnya.

Putusan Mahkamah Agung (MA) yang disebut sebagai dasar hukum pelaksanaan Pilkada, menurut Willy bahwa putusan itu tidak serta merta bisa dijadikan sebagai acuan dasar hukumnya.

“Putusan MA kan tidak menjadi sebuah aturan. Kita tidak salahkan putusan MA. Namun isi putusan MA itu tidak ada disebutkan untuk menentukan jadwal Pilkada,” katanya.[EDO]

Share
Leave a comment