MKI Nilai MKD Tak Independen

Muhamamd Joni
Muhamamd Joni

TRANSINDONESIA.CO – Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) menilai, postur Mahkmah Kehormatan Dewan (MKD) tidak independen,  bahkan rentan bernuansa politik karena peradilan MKD didominasi anggota DPR.

“Beranjak dari ragam kasus pengaduan etika ke MKD, mestinya peradilan etik DPR tidak didominasi anggota DPR. Setiap anggota parlemen terikat norma etika, norma disiplin dan norma hukum,” kata Ketua MKI, Muhammad Joni didampingi Wakil Sekretaris MKI, Irwansyah Botenk di Jakarta, Minggu (6/12/2015)

Dikatakannya, seperti peradilan etik untuk dokter dan dokter dibentuk MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) yang tidak hanya dari profesi dokter dan dokter gigi tapi juga masyarakat dan konsumen, dan otonom dari KKI (Konsil Kedokteran Indonesia).

“Untuk etika penyelenggara pemilu dibentuk peradilan etik permanen yakni DKPP (Derwan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) yang terpisah dari KPU dan Bawaslu. Pun demikian majelis kehormatan hakim konstitusi, yang merekrut orang di luar MK,  tidak seperti MKD yang berasal dari lembaga sendiri,” terangnya.

Menurut Joni, eksistensi MKD itu tidak independen sehingga rentan dengan politik dan tidak menjamin tegaknya etika parlemen. Karennya, MKI mengusulkan agar peradilan etika dan disiplin anggota parlemen bersifat permanen, diluar struktur kelengkapan dewan, otonom, dan berasal dari masyarakat.

Lebih lanjut Joni mengatakan, dengan kelembagaan, postur, tatacara MKD sedemikian, tidak akan menyumbang bagi bechmark etika dan disiplin anggota parlemen, konon pula mengharapkan kodefikasi etika keparlemenan.

“Padahal, etika sangat esensial bagi kepatuihan hukum. Etika ibarat samudera bagi kapal, yang mengalirkan dan berlayarnya perahu. Tanpa samudera etika, perahu hukum pasti mandeg dan tidak berguna, law float in the sea of ethic,” katanya.(Dod)

Share
Leave a comment