Hernando de Soto dan Sejuta Rumah (2): Tanah Rakyat untuk Perumahan Rakyat?
TRANSINDONESIA.CO – Tema pokok pemikiran Hernando de Soto menemukan kapital mati milik warga yang tersisih dari sistem pembiayaan. Bahkan, dalam sistem perumahan rakyat. Aset tanah dan bangunan milik warga masyarakat justru acap kali dibiarkan. Acapkali hanya penyedia tanah pertama namun tidak diajak serta masuk ke dalam sistem perumahan rakyat. Padahal mereka memiliki komponen utama: tanah!
Patut direnungkan, penyediaan perumahan secara formal melalui pasar perumahan formal, acapkali menyisihkan pemilik tanah dan menegasikannya dari derap system perumahan rakyat.
Selagi rumah masih bertapak di bumi, maka penyediaan tanah merupakan hal yangmutlak bagi pembangunan perumahan rakyat maupun properti komersial. Di titik inilah sangat signifikan posisi warga masyarakat pemilik tanah, yang mestinya digiring bisa masuk ke dalam sistem penyediaan perumahan rakyat.
Ihwal hukum tanah, pasti bertemali Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Hukum yang mengatur pertanahan, bertumpu pada “aturan pokok” yang diagungkan sebagai pemutus hegemoni hukum agraria (agrarish wet) produk kolonial Hindia Belanda.
Apa ihwal yang membedakan UUPA dengan Agrarish Wet buatan Belanda?
Hal penting UUPA yang membedakan dengan prinsip penguasaan tanah zaman penjajahan adalah konsep Hak Menguasai Negara (HMN). Dengan HMN memberi wewenang mengatur (regulate; bestemming), dan menyelanggarakan (execution).