Pembubaran Organisasi HAM Terkemuka oleh Pengadilan Rusia Disebut Bermotif Politik

TRANSINDONESIA.co | Mahkamah Agung Rusia membubarkan organisasi HAM terkemuka negara itu, Memorial, setelah didakwa melanggar peraturan yang mewajibkannya untuk mengidentifikasi diri sebagai agen asing dan berusaha menyembunyikan status tersebut. Keputusan pengadilan itu disebut bermotif politik.

Mahkamah Agung Rusia telah memutuskan pada hari Selasa (28/12) bahwa salah satu organisasi hak asasi manusia tertua dan paling terkemuka di negara itu, Memorial, harus ditutup.

“…mengabulkan petisi jaksa agung Federasi Rusia untuk membubarkan organisasi internasional, kelompok amal, pendidikan, dan kelompok HAM Memorial beserta cabang regional dan badan struktural lainnya,” ujar Hakim Mahkamah Agung Rusia, Alla Nazarova.

Keputusan itu merupakan puncak dari upaya penumpasan gerakan oposisi dan kelompok HAM di Rusia sepanjang tahun, yang memenjarakan kritikus Kremlin, melarang gerakan politik oposisi dan memaksa sekutunya melarikan diri dari negara itu. Moskow mengatakan pihaknya sekadar menegakkan hukum untuk mencegah ekstremisme muncul dan melindungi negara dari pengaruh asing.

Kantor Kejaksaan Agung bulan lalu mengajukan petisi kepada Mahkamah Agung untuk mencabut status hukum Memorial – kelompok HAM internasional yang terkenal berkat penelitiannya mengenai penindasan politik di Uni Soviet, yang saat ini mencakup lebih dari 50 kelompok HAM lebih kecil di Rusia dan luar negeri.

Dalam gugatan mereka untuk menutup organisasi itu, jaksa menuduh kelompok tersebut berulang kali melanggar peraturan yang mewajibkannya untuk mengidentifikasi dirinya sebagai agen asing dan berusaha menyembunyikan status tersebut.

Jaksa menuduh Memorial International menyalahi aturan karena tidak menandai semua materi publikasinya, termasuk unggahan media sosial, dengan label “agen asing.”

Memorial dinyatakan sebagai agen asing pada tahun 2016. Label itu membuatnya menerima pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah, dengan konotasi yang sangat merendahkan dan dapat mendiskreditkan kelompok HAM itu.

Jaksa juga menuduh organisasi yang bermarkas di Moskow itu merestui terorisme dan ekstremisme.

Berbicara pada sidang terakhir pada hari Selasa (28/12), salah seorang jaksa penuntut mengatakan Memorial telah mengorganisir kampanye media berskala besar, yang bertujuan untuk mendiskreditkan pihak berwenang Rusia, menurut kantor berita TASS.

Pada hari yang sama, pengadilan mengabulkan tuntutan tersebut, di mana majelis memvonis Memorial “menciptakan citra yang menyesatkan bahwa Uni Soviet adalah negara teroris, menutupi kesalahan dan merehabilitasi penjahat Nazi.”

“Kasus-kasus semacam ini memiliki motif politik yang kuat… Dakwaan ini tidak cukup secara hukum untuk menutup sebuah organisasi nirlaba. Jadi, sudah tugas kami sebagai pengacara: kami memiliki hak untuk mengajukan banding dan kami akan menggunakan semua jalur hukum yang ada untuk membatalkan keputusan ini secara sah,” kata salah seorang pengacara Memorial, Genry Reznik.

Didirikan oleh sejumlah tokoh pemberontak terkemuka di tahun-tahun terakhir Uni Soviet, Memorial awalnya berfokus pada pendokumentasian kejahatan era Stalinis. Belakangan, Memorial vokal menentang penindasan para kritikus di bawah Presiden Vladimir Putin.

Bulan ini, Putin juga menyebut Memorial telah membela organisasi yang dianggap Rusia sebagai ekstremis dan teroris. Putin juga menyebut daftar korban represi politik yang dibuat Memorial termasuk kolaborator Nazi.

Memorial dan pendukungnya bersikukuh bahwa tuduhan-tuduhan itu bermotif politik. Para pemimpin organisasi itu lantas bersumpah akan melanjutkan misi mereka meskipun pengadilan telah menutupnya.

Sebagian besar pekerjaan Memorial berfokus pada penindasan yang dilakukan oleh badan keamanan negara Soviet, termasuk KGB, di mana Putin pernah menjadi mata-mata di luar negeri.

Tekanan terhadap kelompok itu telah memicu kemarahan publik dan menarik dukungan tokoh-tokoh terkemuka yang telah menyuarakan kemarahan mereka. beberapa orang dilaporkan ditahan pada Selasa (28/12) karena berunjuk rasa di gedung pengadilan.

“Keputusan ini memberitahu kita bahwa Rusia sedang bergerak dari sistem Putin yang otoriter ke semacam sistem totaliter pascamodern di Rusia, yang akan menjadi semacam pengait ke rezim Soviet dan bahkan sebagiannya ke rezim Stalin. Jadi ini adalah perkembangan yang sangat berbahaya,” tutur Grigory Yavlinsky, pemimpin Partai Yabloko, salah satu partai oposisi di Rusia.

Beberapa bulan terakhir, pemerintah Rusia telah melabeli sejumlah media independen, wartawan dan kelompok HAM sebagai “agen asing.” Setidaknya dua kelompok HAM membubarkan diri untuk menghindari upaya penumpasan yang lebih parah. [rd/jm]

Sumber: Voaindonesia

Share
Leave a comment