Solidaritas Sosial dan Hari Pangan Sedunia
TRANSINDONESIA.CO | 16 Oktober merupakan hari pangan sedunia. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi hidup dan merupakan hak asasi manusia.
Di masa pandemi Covid-19 dampak atas pangan dan kehidupan manusia sangat luas. Kekuatan bagi suatu masyarakat untuk bertahan hidup tumbuh dan berkembang kebutuhan yang wajib dipenuhi adalah pangan.
Kesulitan atas hidup dan kehidupan membangkitkan solidaritas sosial saling berbagi pemenuhan kebutuhan pangan bermunculan. Kesadaran saling membantu ini menjadi kekuatan sosial. Pangan memang harus ada dan menjadi kebutuhan pokok, maka pengadaan dan pemenuhan serta pendistribusiannya merata. Ketahanan bagi pangan menjadi standar bagi kedaulatan suatu bangsa.
Tatkala membahas pangan tentu saja tidak sebatas bahan mentah namun juga bahan bahan pendukung lainnya. Yang sering dikenal 9 bahan kebutuhan pokok.
Bagi masyarakat yang dapat menanam dan menyediakan sendiri kebutuhan dasar pangannya akan lebih dapat bertahan dibandingkan masyarakat yang semuanya harus membeli. Dalam kehidupan sosial kesulitan pangan masih didapati bagi keluarga keluarga miskin atau pra sejahtera. Mereka harus berjuang hidup dalam berbagai situasi kerasnya kehidupan.
Kekuatan bertahan bagi masyarakat memerlukan adanya solidaritas sosial untuk dapat saling membantu. Sikap peka peduli belarasa berbagi kasih menjadi kekuatan sosial. Tatkala kesulitan pangan tidak teratasi dapat berdampak terjadinya konflik sosial dan terganggu atau rusaknya keteraturan sosial. Solidaritas sosial memang harus dibangun bagi mengatasi berbagai masalah sosial, termasuk mengatasi provokasi dan adu domba di era post truth.
Ketahanan pangan dibangun atas kesadaran dari pengelolaan lahan pertanian, pasar dan perdagangan terhadap bahan pangan.
“Hidup kita bergantung pada sistem pertanian pangan. Setiap kali kita makan, kita berpartisipasi dalam sistem. Makanan yang kita pilih dan cara kita memproduksi, menyiapkan, memasak, dan menyimpannya menjadikan kita bagian yang tak terlepas dari sistem pertanian pangan,” (kata Rajendra Aryal, Perwakilan FAO di Indonesia).
FAO telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan berkontribusi untuk memastikan pembangunan pertanian pangan berkelanjutan di Indonesia. Sejak 2019, FAO bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) untuk menganalisis sistem pertanian pangan nasional dan memberikan beberapa rekomendasi untuk meningkatkan kapasitas sistem pertanian pangan nasional yang berkelanjutan.
Selain itu FAO juga mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk usaha melestarikan hutan dan lahan gambut untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Solidaritas sosial sebagai bagian tindakan kolektif dapat membantu untuk mengubah dan mengembangkan sistem pertanian pangan yang berkelanjutan.
Selain itu, setiap orang harus memahami bagaimana menghormati dan memperlakukan terhadap makanan. Paus Fransiskus mengatakan bahwa: “membuang makanan, memboroskan makanan adalah tindakan merampas hak orang miskin”.
Kata kata mutiara dari Jepang: “setiap butir nasi di situ ada keringat petani”.
Kebijakan politik bagaimana memihak kepada para petani, berdampak pada orang mau memilih dan bertahan hidup sebagai petani.
Transformasi global dan solidaritas sosial tentang kesadaran dan ketahanan pangan bisa terjadi jika dimulai dari individu. Cara memilih, memproduksi, mengonsumsi, dan menggunakan makanan secara efisien akan berdampak pada daya tahan pangan suatu bangsa. Membangun solidaritas sosial membangun ketahanan pangan dimulai dari diri kita masing masing. Gerakan sosial bersama-sama berusaha dalam kapasitas apa pun akan membawa manfaat.
Bin tai fung 171021
Chryshnanda Dwilaksana