Pemilu dalam Analogi Kisah Mahabarata

TRANSINDONESIA.co | Pemilu (pemilihan umum), suksesi kepemimpinan dalam masyarakat yang demokratis. Kewarasannya tetap menjadi keutamaan, tatkala tidak waras dapat berdampak luas dari tidak mendapat pemimpin yang baik hingga perang saudara. Analogi pemilu bisa berkaca dari kisah Mahabarata dan Bharata Yudha dalam pewayangan. Ketamakan, ketidak adilan, menghalalkan segala cara memperoleh dan mempertahankan  kekuasaan berdampak muncul perang Bharatayuda.

Kisah Mahabarata hingga Bharatayuda dimulai dari keserakahan dan upaya mendapatkan tahta dengan berbagai cara. Kita bisa melihat dari kisah para Pandawa (Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa) sejak kecil sudah menjadi anak yatim karena ayahnya Raja Pandu meninggal dunia. Perlakuan tidak adil dari pihak Kurawa (100 anak dari Destrarata yang tertua adalah Duryudana). Ketidak adilan dan ketamakan Kurawa diterima dengan penuh kesabaran dan keluhuran budi. Penderitaan demi penderitaan mengasah budi dan kesaktian para Pandawa. Kisah masa kanak kanak Kurawa berupaya mengenyahkan Pandawa. Dari meracuni Bima, memerintahkan Bima mencari tirta amarta. Yang sebenarnya tipuan atau muslihat agar Bima musnah. Namun justru sebaliknya Bima malah mendapatkan kekuatan dan kesaktian dari bertemu dengan Dewa Ruci. Bertemu dengan Naga Gini yang memberi kekuatan dan kesaktian kepada Bima. Hak putra mahkota dan tahta Hastinapura yang tidak sepenuhnya diberikan kepada para Pandawa. Rencana pembunuhan Pandawa dan ibunya Dewi Kunti pada kisah Bale Sigala gala yang mengakibatkan Pandawa untuk menyamar. Pembagian Hastinapura dan pembangunan Indraprasta. Perilaku licik Kurawa dalam merebut Indrapasta dalam kisah Pandawa Dadu. Pelecehan terhadap Drupadi dan berdampak pembuangan dan penyamaran Pandawa. Upaya upaya penyelesaian konflik tetap menemui jalan buntu walau sudah dijembatani oleh Basudewa Krisna.

Ketidakwarasan di dalam pemilu tatkala dilakukan dan  apalagi memanfaatkan primordialisme sebagai tunggangan atau cara mencari legitimasi dan solidaritas maka luka batin memicu saling serang, apalagi didasari kebencian maupun balas dendam. Dalam analogi kisah Mahabarata hal hal tersebut memicu perang Baratayudha sebagai puncak penyelesaian konflik. Tatkala pemilu jauh dari refleksi pesta budaya dalam masyarakat yang demokratis maka suksesi kepemimpinan bisa saja syarat dengan penyimpangan dan pelanggaran yang tidak merefleksikan suatu peradaban.

Politik, berkaitan dengan upaya untuk mendapatkan kekuasaan ( power and authority) bagi kesejahteraan rakyat. Kekuasaan untuk mengelola sumber daya diperlukan kewarasan dan orang orang yang menjadi kepercayaan rakyat untuk memimpin dan menegakan kebenaran serta keadilan. Semua dimulai dari upaya upaya agar kekuasaan ada pada orang yang tepat dan tidak jatuh pada orang yang salah. Tatkala kekuasaan di tangan yang salah bisa dianalogikan  Duryudana dan para Kurawa berkuasa. Kekuasaan berada di tangan orang yang tamak, junawa dan penuh angkara murka. Dapat dipastikan akan disalahgunakan dan menyengsarakan rakyatnya. Belum lagi politik Kurawa dikendalikan dan diimplementasikan dengan kelicikan dan akal bulus Sangkuni. Pembenaran dijadikan asas moralitasnya maka cara cara beradab diabaikannya. Pendekatan personal yang dilandasi cinta buta dan loyalitas  personal akan membutakan logika dengan memaksakan kehendak atau cara cara otoriter. Tatkala kebenaran diabaikan maka kesewenang wenangan, ketidak adilan akan merajalela.

Kisah Mahabarata menceritakan para Pandawa dalam berbagai kisahnya berupaya menegakan kebenaran dan keadilan walau dengan kesabaran karena melalui proses kewarasan yang panjang, berat dan sarat pengorbanan dari air mata hingga nyawa.
1. Pandawa berjuang tetap mentaati janji dan sumpah sebagai kesatria yang menegakan kejujuran kebenaran dan keadilan. Seperti yang diteladankan oleh Yudistira dan adik adiknya.
2. Menolong rakyat dalam mengatasi berbagai bentuk kejahatan dari kesatria hingga raksasa
3. Hidup sesuai nilai dan tata norma moral kehidupan  dan menghindari berbagai bentuk pelanggaran
4. Menjaga alam dan lingkungan.
Para Pandawa sadar bahwa alam dan lingkungan merupakan bagian dari hidup dan kehidupan. Berjuang merawat alam untuk mencegah datangnya supata dan karma.
5. Melakukan banyak proses belajar hingga tapa brata hingga mendapatkan restu para dewa sehingga memiliki kesaktian dan tingkat kecerdasan yang sulit ditandingi.
6. Menjalankan politik yang adil bijaksana bagi kemakmuran rakyatnya.
Politik Pandawa adalah politik yang berhati nurani.

Apa yang dilakukan oleh para Pandawa dapat menjadi refleksi para politikus dalam pemilu untuk tetap waras dan damai sehingga suksesi kepemimpinan bagi bangsa dan negara dan mampu mencegah agar perang Baratayudha tidak terjadi. Tatkala ujaran kebencian, ketidak warasan dibiarkan, pelanggaran hukum dan berbagai kecurangan, politik uang, politik hitam terus dibanggakan dan sebagai senjatanya, itu sejatinya pelecehan demokrasi dan peradaban yang memicu konflik sosial.

Para Pandawa sadar bahwa pihak Kurawa dan sekutunya melampaui kekuatannya. Namun dalam perang bukan hanya kekuatan namun juga strategi dan nyali. Strategi Basudewa Krisna mampu memberi peluang para Pandawa untuk mengambil kesempatan. Perjuangan para Pandawa bukan sekedar :” Apa,  Bagaimana namun membangun dalam konteks siapa dan memberikan rasionalisasi mengapa ini semua harus dilakukan. Walau melawan kakeknya, gurunya, pamannya, bahkan saudara saudaranya. Seperti yang dikisahkan dalam Bhagawatgita yang sejatinya menunjukan sopo salah seleh (siapa bersalah harus dihukum). Pemilu yang dilandasi seni budaya akan ada kewarasan, kebahagiaan malu berbuat cela saling serang sesama anak bangsa. Cara cara Sengkuni ( analogi para provokator, para penghasut) adalab cara preman yang memuakan dan menjijikan dalam kehidupan masyarakat beradab. Rakyat sudah cerdas bisa melihat dan memilih dengan waras siapa pemimpin yang layak dipercaya. Ujaran ujaran kebencian pemutarbalikan kebenaran maupun pengambinghitaman adalah cara cara jahat Kurawa yang menjauhkan dari simpati maupun kepercayaan rakyat. Chrysnanda Dwilaksana

Fajar Tegal Parang 120823

Share
Leave a comment