Turki, Saudi Kecam Taliban Larang Perempuan Afghanistan Kuliah
TRANSINDONESIA.co | Turki dan Arab Saudi menjadi negara mayoritas Muslim terbaru yang mengutuk keputusan Taliban untuk melarang perempuan mengenyam pendidikan di tingkat perguruan tinggi, sementara puluhan perempuan melakukan protes di jalan-jalan Kabul, Kamis (22/12).
Sebagai tanda lain dari tentangan domestik, beberapa pemain kriket Afghanistan ikut mengutuk larangan perempuan belajar di universitas itu. Kriket adalah olahraga yang sangat populer di Afghanistan, dan para pemainnya memiliki ratusan ribu pengikut di media sosial.
Taliban awal pekan ini memerintahkan perempuan di berbagai penjuru negara itu agar mulai menghentikan kegiatan kuliahnya di universitas swasta dan negeri sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Mereka belum berbicara secara terbuka tentang larangan tersebut atau menanggapi reaksi global terhadapnya, meskipun juru bicara Kementerian Pendidikan Tinggi, Ziaullah Hashmi, mengatakan dalam cuitan di Twitter, Kamis, bahwa konferensi pers akan diadakan pekan ini untuk menjelaskan langkah tersebut.
Meskipun pada awalnya menjanjikan aturan lebih moderat yang menghormati hak-hak perempuan dan minoritas, Taliban telah secara luas menerapkan interpretasi mereka terhadap syariat atau hukum Islam, sejak mereka merebut kekuasaan pada Agustus 2021.
Mereka melarang anak perempuan mengenyam pendidikan SMP dan SMA, melarang perempuan di sebagian besar bidang pekerjaan dan memerintahkan mereka untuk mengenakan pakaian dari kepala yang menutup hingga ujung kaki di depan umum.
Perempuan juga dilarang masuk ke taman dan pusat kebugaran. Pada saat yang sama, masyarakat Afghanistan, meski sebagian besar tradisional, semakin mengakui pentingnya pendidikan bagi kaum hawa selama dua dekade terakhir.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan pada hari Kamis bahwa larangan itu “tidak Islami dan tidak manusiawi.”
Berbicara pada konferensi pers bersama dengan sejawatnya dari Yaman, Cavusoglu meminta Taliban untuk membatalkan keputusan itu.
“Apa salahnya pendidikan perempuan? Apa ruginya bagi Afghanistan?,” kata Cavusoglu. “Apakah ada penjelasan Islaminya? Sebaliknya, agama kita, Islam, tidak menentang pendidikan, malah mendorong pendidikan dan ilmu pengetahuan.”
Arab Saudi, yang hingga 2019 memberlakukan pembatasan besar-besaran pada perjalanan perempuan, pekerjaan, dan aspek penting lainnya dalam kehidupan sehari-hari mereka termasuk mengemudi, juga mendesak Taliban untuk mengubah arah.
Kementerian Luar Negeri Saudi mengungkapkan “keheranan dan penyesalan” atas larangan pendidikan universitas pada perempuan Afghanistan. Dalam sebuah pernyataan Rabu malam, kementerian itu mengatakan keputusan itu “mengherankan di semua negara Islam.”
Sebelumnya, Qatar yang telah berhubungan dengan otoritas Taliban juga mengecam keputusan tersebut.
Di ibu kota Kabul, puluhan perempuan berbaris di jalan-jalan Kamis, meneriakkan tuntutan kebebasan dan kesetaraan dalam bahasa Dari. “Semua atau tidak sama sekali. Jangan takut. Kita bersama,” teriak mereka.
Dalam video yang diperoleh Associated Press, seorang perempuan mengatakan pasukan keamanan Taliban menggunakan kekerasan untuk membubarkan kelompok tersebut.
“Perempuan-perempuan itu dipukuli dan dicambuk,” katanya. “Mereka juga mengerahkan perempuan militer, yang mencambuk para demonstran. Kami melarikan diri, beberapa perempuan ditangkap. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi.”
Beberapa pemain kriket Afghanistan menyerukan agar larangan itu dicabut. Rahmanullah Garbaz mengatakan dalam sebuah cuitan di Twitter bahwa setiap hari pendidikan yang terbuang adalah satu hari yang terbuang bagi masa depan negara.
Pemain kriket lainnya, Rashid Khan, mengungkapkan di Twitter bahwa perempuan adalah fondasi masyarakat. “Sebuah masyarakat yang meninggalkan anak-anaknya di tangan perempuan yang bodoh dan buta huruf tidak dapat mengharapkan anggotanya untuk mengabdi dan bekerja keras,” tulisnya.
Unjuk dukungan lain untuk para mahasiswi datang di Universitas Kedokteran Nangarhar. Media lokal melaporkan bahwa siswa laki-laki melakukan aksi walk-out untuk menunjukkan solidaritas dan menolak untuk mengikuti ujian sampai akses perempuan ke universitas dipulihkan.[voa]