Setelah Invasi Rusia ke Ukraina, Negara-Negara Baltik Desak Kehadiran Permanen NATO

TRANSINDONESIA.co | Negara-negara kecil di Baltik, yang militernya telah lama dikerdilkan oleh militer negara tetangga mereka, Rusia, memperbarui desakan mereka bagi NATO untuk menetapkan kehadiran yang lebih besar dan permanen di wilayah mereka setelah Rusia menginvasi Ukraina.

Estonia, Latvia dan Lithuania, dengan populasi gabungan hanya sekitar enam juta orang, telah lama dianggap sebagai beberapa anggota NATO yang paling rentan. Negara-negara tersebut bergabung dengan aliansi militer Barat itu pada tahun 2004, tetapi terhubung dengan seluruh negara NATO di Eropa hanya dengan satu koridor sempit, yang terletak di antara Kaliningrad, wilayah kantong Rusia yang bersenjata lengkap, dan Belarus, sekutu Rusia.

Ketiga bekas negara Soviet itu mengamati dengan cemas sewaktu Moskow berupaya mendesakkan kembali pengaruhnya di Eropa Timur. Namun, mereka juga percaya diri karena negara-negara Barat memperkuat aliansi NATO dalam menanggapi invasi Rusia ke Ukraina.

NATO tidak memiliki pasukan di bagian timur wilayah aliansi itu hingga 2014, sewaktu NATO memutuskan untuk mengerahkan empat kelompok tempur multinasional secara bergilir ke kawasan Baltik dan Polandia sebagai tanggapan atas aneksasi Rusia terhadap Krimea. Kehadiran NATO lebih jauh diperkuat tahun ini setelah Rusia menyerang Ukraina. Secara keseluruhan, Baltik kini menampung sekitar 7.700 tentara NATO, hampir dua kali lebih banyak dibandingkan dengan sebelumnya pada awal tahun ini.

Namun bahkan dengan penguatan seperti itu, pasukan NATO di Baltik kemungkinan besar tidak dapat mengalahkan invasi besar-besaran Rusia, kata para pemimpin Baltik. “Jika kita ingin siap sejak menit pertama dalam menghadapi serangan untuk membela warga kita, dan jika Anda ingin memberi warga Latvia perasaan aman yang sama seperti yang dirasakan warga Prancis, Inggris, Spanyol dan Jerman … maka harus ada kehadiran secara permanen dengan lebih banyak kemampuan senjata,” kata Menteri Pertahanan Latvia Artis Pabriks dalam wawancara dengan VOA.

Para pemimpin Baltik telah lama mendesak adanya pangkalan permanen pasukan AS, menganggapnya sebagai pencegah utama terhadap invasi Rusia. Sekarang ini, pasukan AS merupakan bagian dari kelompok pasukan tempur bergilir yang ditempatkan NATO di Baltik, yang dipimpin oleh Jerman, Inggris dan Kanada.

Dalam lawatan ke Baltik awal bulan ini, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan “penempatan yang lebih permanen” sedang dipertimbangkan sebagai bagian dari peninjauan kembali postur pertahanan NATO yang lebih besar. Ia tidak memberikan rincian. Tetapi AS telah enggan untuk menempatkan secara permanen pasukan di negara yang berhadapan dengan Rusia, karena khawatir hal itu akan semakin mengganggu hubungan dengan Moskow.[voa]

Share
Leave a comment