Bharatayuda: Perang Kebenaran dan Keadilan

TRANSINDONESIA.co | Alam semesta seakan menata ulang tatkala segala sesuatunya sudah menyimpang dari apa yang seharusnya. Kisah Hastinapura dengan para Kurawa-nya yang dipimpin Duryudana menunjukan ketamakan keangkuhannya. Kesewenang-wenangan terhadap rakyat hingga mengambil hak para Pandawa dengan cara cara yang licik.

Patih Sangkuni atau Raja Gandara paman para Kurawa mengajarkan kelicikan dan cara cara curang. Strategi akal-akalan dilakukan demi membahagiakan para keponakannya. Sangkuni terus saja menghasut Duryudana untuk melakukan tindakan tindakan menjatuhkan para pandawa yang antara lain pada kisah pembakaran Pandawa atas istana yang dibuat oleh Puracana di Wanabrata. Istana yang mudah terbakar digunakan untuk menjebak para Pandawa.

Kisah penobatan Yusdistira di Indraprasta dengan mengundang Sisupala untuk menghina para Pandawa, Drupadi termasuk Basudewa Krisna. Kisah Pandawa Dadu yang berujung pelecehan terhadap Drupadi dan terucap sumpah dan supata Drupadi dan Bima. Pengasingan dan penyamaran Pandawa yang akan terus digagalkan oleh Kurawa dengan hasutan Sangkuni.

Perang sejatinya sudah dicegah dengan berbagai cara, dari nasehat Bisma yang Agung, Guru Durna, Adipati Karna, bahkan Basudewa Krisna pun turun tangan sebagai duta. Namun semua itu sia sia. Seakan takdir memang harus terjadi dengan pemusnahan bangsa Kuru.

Semua yang Berdosa akan dihukum dan menemui kematiannya di medan laga. Kedua belah pihak mengalami kehancuran. 100 kurawa mati di tangan Bima. Bisma, Durna, Karna, Sangkuni, Raja Drupada, Prabu Salya, Drestajumna, Abimanyu, Gatutkaca, Raden Utara, Pancawala ( ke lima anak Drupadi dengan ke lima Pandawa). Pengorbanan bukan hanya dari Kurawa dan Pandawa saja tetapi juga dari para sekutunya.

Kemenangan para Pandawa tak lepas dari peran Basudewa Krisna dengan strategi strateginya. Basudewa Krisna mengetahui masa depan perang Bharatayuda. Bagaimana Utara gugur karena melindungi Yudistira. Abimanyu gugur akibat dari sumpahnya sendiri yang membohongi Utari saat ditanya apakah masih perjaka atau sudah menikah.

Abimanyu mengatakan masih perjaka dan kalau bohong akan mati dikeroyok para Kurawa dan dihujani dengan banyak senjata. Bisma yang agung yang memiliki kesalahan kepada Dewi Amba dan dendamnya ditakdirkan membalas melalui Sri Kandi. Guru Durna yang juga harus menerima takdirnya meninggal di tegal kurusetra dalam perang Bharatayuda karena terkena kututan dan balas dendam Bambang Ekalaya atau Palgunadi yang meninggal akibat tindakan Durna meminta ajiannya dan memotong ibu jarinya.

Raja Angga Karna yang juga harus menemui ajalnya di tangan Arjuna, yang sebenarnya adalah adiknya sendiri. Karna menerima kutukan dari gurunya sendiri Begawan Para Surama. Juga kutukan dari brahmana yang anak sapinya mati terkena panah karna. Juga karena supata pada kehidupan sebelumnya. Bokeh dikatakan bahwa semua yang gugur di tegal Kurusetra mereka dihukum dengan kematian.

Bharatayuda menjadi lambang kehidupan dengan banyak pesan moral bagi hidup dan kehidupan manusia antara lain:

1. Hidup adalah kesempatan sekaligus tanggungjawab. Apa yang dipikirkan dikatakan dan dilakukan semua berdampak adanya karma. Tokoh tokoh dalam kisah Mahabarata menjadi ikon atas hidup, kehidupan, supata, karma, kematian, hingga Surga maupun Neraka.

2. Harta, wanita dan tahta menjadi simbol dunia yang menjadi sumber konflik dan malapetaka. Apa yang diperebutkan hak atau tahta Hastinapura. Tahta akan berkaitan dengan harta. Dendam Drupadi menyulut amarah para suaminya untuk menuntut balas.

3. Hubungan anak dengan orang tua. Anak anak Pandawa menjadi ikon dan simbol ksatria sakti mandraguna dan hormat serta bersahabat dengan orangtuanya. Berseberangan dengan anak anak Pandawa, anak anak Kurawa juga anak Karna melakukan perlawanan atau berseberangan dengan orang tuanya. Duryudana sendiri sering tidak menghormati ayah dan ibunya, kakeknya, gurunya.

4. Pemusnahan angkara murka dengan hukuman kematian. Tokoh tokoh yang terkena supata akan dihukum dengan kematian. Walaupun disadarkan dan dijadikan tumbal atau tameng oleh Basudewa Krisna demi kemenangan Pandawa.

5. Kemenangan Pandawa dalam perang Bharatayuda sebenarnya sebagai sarana yang dijadikan ikon kebaikan mengalahkan kejahatan.

6. Jeratan duniawi membutakan dan membuat lupa diri bahkan merusak hal hal yang hakiki atas hidup dan kehidupan.

7. Kesabaran, ketekunan, belajar dan berlatih, bertapa, memuja dan menghormati yang Maha Kuasa simbol dari kaum ksatria untuk mengemban amanahnya sebagai penjaga pelindung rakyat.

8. Penyesalan akan datang dikemudian hari. Sejatinya peringatan akan dampak Bharatayuda sudah ditunjukan Basudewa Krisna  dan diketahui juga oleh para Kurawa dan sekutunya. Namun kejumawaan telah membutakan dan melupakan kebaikan.

9. Dendam berbuah duka. Dalam konteks ini dapat melihat kisah Drupadi yang sarat dukalara. Kelahirannya dari api yadnya atau pemujaan yang dihujani kutukan kutukan dari ayahnya Raja Drupada, saat harus menikah dengan ke lima Pandawa, dilecehkan bahkan akan ditelanjangi oleh Dursasana, harus ikut dalam pengasingan dan penyamaran, kehilangan ayahnya, kakaknya, adiknya dan orang orang tercinta lainnya juga kehilangan seluruh anaknya karena di bunuh oleh Aswatama.

10. Paska perang Bharatayudha lahirlah tata baru sebagai harapan baru yang dimenangkan oleh Pandawa. Kepemimpinan Yudistira menjadi simbol keadilan kebijaksanaan dan kesejahteraan bagi rakyat.

Kisah Baratayudha melambangkan hidup dan kehidupan manusia dari berbagai sisi kehidupan. Bukan sekedar kisah namun ada suatu pengajaran atas hidup dan kehidupan itu sendiri. Di sisi keburukanpun ada kebaikannya demikian juga sebaliknya. Tatkala tata dunia sudah semakin menyimpang dari sebagaimana yang semestinya maka akan ada pemusnahan agar tumbuh tatanan baru yang menjadi harapan. Perang Baratayudha bukan sekedar perang namun perang demi kebenaran dan keadilan dan lahirnya tatanan hidup pada dunia baru.*

Ngampilan Noto 211121
Chryshnanda Dwilaksana

Share
Leave a comment