Seni Membuka Harapan di Masa Pandemi

TRANSINDONESIA.CO | Berkesenian adalah hak setiap orang karena seni merupakan tanda kehidupan yang berperadaban. Seringkali orang takut berbicara seni atau berkesenian. Merasa tidak bakatlah merasa tidak baiklah atau merasa minder dengan seniman seniman ternama atau malu dan banyak alasan lainnya.

Seni itu tanda peradaban dan bukan milik sekelompok orang saja. Seni itu ada di dalam kehidupan keseharian. Hanya saja manusia suka membuat stratifikasi. Ini bagus sekali ini seni bagi priyayi ini seni masyarakat bawahan. Ini kelas istana ini kelas kampung. Bahkan berkesenianpunoleh oknum kaum politik dikatakan ndeso atau kampungan.

Seni baru akan muncul sudah diinjak injak dengan berbagai label yang membunuh karakter. Kaum ningrat senipun didukung kaum kaum proletar pun membuat pagar seni tinggi seni rendahan. Orang orang cerdik pandai kadangkala malah ikutan memberi stempel pelecehan atas seni.

Contoh saja jathilan yang pernah dianggap kampungan oleh pejabat setingkat gubernur. Apa ada ndoro suka dengan lukisan sokaraja. Apa ada kaum ningrat seni bangga dengan seni kerakyatan. Paling kaum politik yang saat butuh suara pura pura suka walaupun nampak lucu wagu dan wajahnya mecucu.

Seni apa saja di mana saja kapan saja dan siapa saja bisa. Hanya mau atau tidak. Menyadari atau tidak. Bernyali atau tidak. Itu saja. Kaum ndoro di bidang seni kadang juga malah ikut ngendhas ndasi membuat seni seolah kawasan tepi surga yang untouchtable. Strickly prohibited bagi kaum awam. Nanti ada lagi yang memberi komentar sok cerdas seni padahal itu nyelathu mencibir dan membunuh karakter. Seni ora kudu payu. Tidak harus laku. Tidak hars dengan cara-cara mahal pintar dan rumit mbulet ruwet yang bikin mumet.

Di masa pandemi seni menjadi solusi membuka harapan apa saja. Banyak seniman budayawan yang merangkul mengajak semua golongan ikut berkesenian. Apa yang dilakukan Romo Banar dan Bung Samuel indratma menjadi contoh yang memberibruang siapa saja ikut mangayubagyo. Membaca puisi jawa atau geguritan. Yang pesertanya bleropun tidak dicela malah dikatakan original. Ada yang nyanyi mentok fales pun diakui membuat meleleh. Kata kata penghiburan dilakukan.

Pada lagu Panyuwunan terasa sekali memang seni itu jembatan hati untuk berserah bukan berpasrah. Seni itu refleksi jiwa. S Sudjojono mengatakan jiwa ketok. Karya seni kasar atau brut art  atau tribal art atau seni tradisional seperti karya patung I Nyoman Tjokot, karya gambar dan wayang Ni Nyoman Tanjung, karya gambar damar kurung Mas Mundari, gambar cerita mitologi jawa Citro Waluyo, Wayang Suket Pak Gepuk, Wayang Uwuh Iskandar, lukisan kaca Sulasno, Wayang Beber Istiarningsih, dll, menunjukkan bahwa seni hak semua orang. Siapa saja punya hak untuk membuat, menikmati dan mengapresiasi bahkan mengkoleksi.*

CDL
Menjelang Tengah Malam 140721

Share
Leave a comment