Vaksin Sinopharm Disetujui China, Pakar Asing Pertanyakan Klaim Efektivitasnya

TRANSINDONESIA.CO – Sebuah vaksin Covid-19 yang dikembangkan perusahaan farmasi China mendapat persetujuan resmi pertama dari pemerintah negara itu.

Badan Pengawasan Produk Medis Nasional China, Kamis (31/12), mengumumkan telah memberi persetujuan bersyarat bagi vaksin yang dikembangkan oleh Institut Produk Biologi Beijing, anak perusahaan milik negara, Sinopharm. Badan regulator pemerintah memberi persetujuan itu sehari setelah Sinopharm menyatakan vaksin itu memiliki efektivitas 79,3 persen terhadap virus corona dalam uji klinis terakhir berskala besar terakhir.

Namun para pakar asing mempertanyakan klaim Sinopharm itu, karena perusahaan tersebut tidak memberi data yang diperlukan agar dapat diverifikasi secara independen.

Vaksin yang baru disetujui itu adalah satu dari lima vaksin yang dikembangkan perusahaan-perusahaan China, yang telah diberikan dalam program penggunaan daruratnya sambil masih menjalankan uji coba fase 3. Lebih dari 4,5 juta dosis telah diberikan sejak Juli untuk para pekerja esensial dan orang-orang yang dianggap berisiko tinggi, 3 juta di antaranya diberikan sejak pertengahan Desember. Beijing menargetkan vaksinasi hingga 50 juta orang pada pertengahan Februari, sewaktu ratusan juta warga China diperkirakan bepergian untuk liburan Imlek.

China telah berjanji akan memberikan ratusan juta dosis vaksin yang dikembangkannya di dalam negeri ke banyak negara berkembang untuk mendorong kesejahteraan masyarakat global. Para pengamat menyatakan janji itu merupakan upaya Beijing untuk memperbaiki citranya setelah gagal memberitahu dunia mengenai virus itu, yang pertama kali dideteksi di Wuhan, kota di China Tengah, setahun silam.

Vaksin-vaksin lain yang telah disetujui

Uni Emirat Arab memberi izin penggunaan darurat vaksin yang dikembangkan Sinopharm awal bulan ini setelah vaksin itu menunjukkan efektivitas 86 persen dalam mencegah kasus-kasus virus corona yang moderat dan parah dalam uji klinis tahap akhir pada September lalu.

Vaksin Sinopharm bergabung bersama vaksin virus corona potensial lainnya yang akan menerima izin dari pemerintah berbagai negara.

Badan regulator kesehatan Inggris, Rabu (30/12), menyatakan telah memberi izin penggunaan darurat vaksin virus corona yang dikembangkan bersama oleh perusahaan farmasi Inggris-Swedia AstraZeneca dan Universitas Oxford.

Uji klinis tahap akhir terhadap vaksin AstraZeneca-Oxford itu mendapatinya 70 persen efektif terhadap Covid-19. Vaksin ini menunjukkan tingkat kemanjuran 62 persen bagi partisipan yang mendapat dua dosis penuh. Tetapi tes terhadap subkelompok yang lebih kecil mengungkapkan vaksin itu 90 persen efektif sewaktu diberikan dalam setengah dosis disusul dosis penuh beberapa pekan kemudian.

Vaksin AstraZeneca/Oxford adalah vaksin kedua yang disetujui Inggris untuk program vaksinasi massalnya, yang dimulai bulan ini dengan vaksin yang dikembangkan perusahaan AS Pfizer dan perusahaan Jerman BioNTech. Vaksin baru tersebut akan didistribusikan dalam beberapa hari ini ke seluruh penjuru Inggris yang telah memesan 100 juta dosis.

Tidak seperti vaksin Pfizer-BioNTech, yang harus disimpan di lemari pendingin dengan suhu minus 70 derajat Celsius, vaksin yang baru disetujui ini dapat disimpan pada suhu normal, 2 hingga 8 derajat Celsius. Ini membuatnya mudah dikirim dan diberikan kepada orang-orang di negara yang lebih miskin dan terpencil.

Namun, vaksin AstraZeneca-Oxford mendapat sorotan intens terkait jumlah orang yang ambil bagian dalam subkelompok yang lebih kecil, hanya 2.741, dan apakah vaksin ini efektif diberikan bagi orang berusia 55 tahun ke atas.

Vaksin baru ini muncul sementara jenis Covid-19 yang lebih menular dan pertama kali dideteksi beberapa hari lalu di Inggris, telah diidentifikasi di berbagai tempat di dunia. Para pejabat di California pada hari Rabu (30/12) mengumumkan varian itu ditemukan di San Diego. Negara bagian tetangganya, Colorado, menjadi yang pertama di AS yang melaporkan virus jenis baru itu awal pekan ini.

Varian berbeda juga telah dideteksi di Afrika Selatan. [uh/ab]

Sumber: Voaindonesia

Share
Leave a comment