Kongkow Seni Kampoeng Semar

TRANSINDONESIA.CO – Kongkow istilah duduk duduk santai tetapi ada sesuatu yang menarik dan membuat suasana cair untuk mencari solusi. Yang ikut kongkow maupun dari hasil kongkow tadi sama sama ada unsur pencerahan. Tercerahkan menjadi padhang jingglang atau terang benderang fresh dalam pikir dan hati yang tidak lagi merasa paling dan ingin menghakimi.

Tercerahkan dalam konteks hati dan pikiran inilah suatu kecerdasan keluar dari belenggu kontra produktif. Orang yang tercerahkan akan penuh rasa gembira tidak baperan atau sithik sithik nesu. Orang yang selalu mengandalkan okolnya akan tertumpulkan akalnya. Apa yang dikatakan penuh dengan pokoknya yang sebenarnya hanyalah produk dari pekoknya.

Kongkow walaupun santai penuh canda tawa, hati gembira, ada ide baru dan terbarukan yang bisa didialogkan. Seni merupakan kebutuhan adab yang bukan di suapkan tetapi untuk diserap dan dikunyah dalam dialog yang terwujud melalui kongkow.

Kongkow seni mungkin tidak menyelesaikan masalah namun setidaknya ada inspirasi atau stimuliwqlau setetes akan memberi suatu kesegaran jiwa. Setidaknya dengan canda tawa tadi bisa mencairkan suasana. Gembira itu sederhana yaitu ada tanda tawa. Tertawa yang sebebas bebasnya namun tetap dalam kontrol logika. Tertawa dengan logika itu membuat bahagia melepaskan dahaga atas duka. Sebaliknya tertawa tanpa logika sama saja menggiring ke rumah sakit jiwa.

Kongkow seni Kampoeng Semar sarat dengan canda tawa bahkan bisa saja mbat mbatan saling serang dalam suka. Tawa yang membebaskan duka lara membangkitkan rasa dan asa untuk terus berkarya. Seni yang merupakan dialog antara indra dengan jiwa untuk mengungkap makna di balik suatu fenomena sebagai pemenuhan rasa dan jiwa merdeka dalam suatu peradaban sangat variatif.

Seni dalam kongkow seni Kampoeng Semar dimulai masa pandemi Covid-19. Suasana sulit, penuh duka lara dan ketakutan serta seolah pupus harapan. Manusia sebagai mahkluk sosial diputus hubungan sosialnya. Di sinilah kongkow seni Kampoeng Semar berupaya dari segala kekurangan dan keterbatasannya memberikan ruang untuk membahas apa saja yang berkaitan dengan seni budaya.

Seni yang dibahas dalam kongkow seni Kampoeng Semar setidaknya mencakup; seni rupa, seni suara dan musik, seni pedhalangan wayang dan pertunjukkan, seni fotografi dan editingnya, seni kartun karikatur ilustrasi dokumen, pembuatan keris hingga ekonomi kreatif.

Mungkin membuat puyeng dari materi materi yang disuguhkan namun dengan cara yang santai, santun dan tetap berisi maka apa yang rumit akan terurai. Yang puyeng menguap hilang kembali tercerahkan walau bisa saja setelah iyu puyeng lagi.

Kongkow seni memang bukan obat dewa yang seperti model plung lap. Bisa jadi kongsen ini semacam kilatan blitz “mak clap” sedetik fresh mungkin setelah diskusi puyeng lagi karena ada ide baru. Puyeng jangan selalu dimaknai dengan pusing, gila atau sakit kepala namun puyeng bisa dimaknai untuk kreatif krena puyeng merupakan pikiran untuk yang gayeng. Kadang kala melepaskan masalah namun membuat masalah baru. Kongkow seni mengudari masalah tanpa masalah, motto Pegadaian itu memang jleb dan pantas dijadikan suatu spirit membahas seni.

Kongkow seni Kampoeng Semar memang bukan mimbar akademis. Semar simbul kerakyatan dalam golongan kawulo sudro. Semar dalam padepokan nya bukan membuat klaster atau dikotomi atau klik ingrup out grup.  Kampunge Semar ipo wae sopo wae kapan wae nang endi wae tetep oke. Senantiasa menjembatani bukan membangun tembok pemisah. Filosofi semar dari kaum papa sudra yang penuh canda tawa namun menjadi pamomong para ksatria.

Bijaksana memang bukan bijaksini tetapi dari yang sederhana berupaya terus menginspirasi. Kampoeng Semar bermula dari apa yang ada dengan cara cara sederhana yang dengan komitmen yang penuh komat kamit untuk terus konsisten tentu tidak konkesuen, “sak anane sak isane isobkanggo urip lan nguripi”. **


Chryshnanda Dwilaksana [Pecinta Seni dan Budaya]

Share
Leave a comment