FLPP Pindah ke Dana Tapera, Merubah Apa?

TRANSINDONESIA.CO – Walau dilanda pandemi, aturan menarik 3% Simpanan Tapera diterbitkan. Terbit di era pengusaha dan pekerja terimbas tekanan pendemi Covid 19, PP No 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, tetap berjalan.

PP Tapera, by law memberi wewenang take over  FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang membiayai perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dan, kewajiban Simpanan Tapera total 3% (tiga persen), Rinciannya, kepada pekerja (2,5%) dan pemberi kerja (0,5%).

Sebelumnya, skim FLPP yang dikelola “mesin” badan layanan umum PPDPP itu telah berjalan ajeg.
Ketika FLPP pindah ke Dana Tapera,  apa analisis dan implikasi?

Masuknya FLPP ke Dana Tapera bukan lepas dan “say good by” begitu saja. Statusnya
sebagai tabungan Pemerintah. Sifatnya dana likuid,  yang dapat ditarik sewaktu-waktu, seperti bunyi Pasal 64 PP 25/2020 (PP Tapera).

Pindahnya dana itu maka postur Dana Tapera lebih bongsor dari semula FLPP.

Sebab itu, ada beberapa implikasi yang musti diketahui dan diemban Badan Pengelola (BP) Tapera.

Pertama; Kinerja pelayanan “mesin” BP Tapera dengan Dana Tapera itu,  memenuhi rumah  MBR misti dan musti lebih mencorong dibanding era FLPP.

Soal ini harus menjadi proyeksi kebijakan dalam Peraturan BP Tapera. Sebab itu, BP Tapera jangan mau mudahnya saja hanya fokus kepada peserta Aparatur Sipil Negara (ASN) pada pelayanan perdana, seperti tersiar via siaran persnya. Basis dalam bekerja untuk perumahan MBR yang amanat konstitusi dan kewajiban UU itu, dengan kebijakan, bukan siaran pers. Tentu kebijakan yang partisipatif, bukan self regulation tanpa menyerap pandangan para pihak berkepentingan, termasuk MBR sendiri.

Kedua; oleh karena FLPP dan pelayanan PPDPP sudah berjalan ajeg, maka logis jika memasuki era Tapera, skala layanan dan frekuensinya tidak boleh kalah dari kinerja FLPP  dengan mesin PPDPP. Mesin baru Tapera harusnya berkinerja jauh lebih baik. Termasuk menjangkau MBR informal yang tersisih dari sistem formal.

Ketiga; Tersebab itu era Tapera yang bertenaga UU itu (beda dengan FLPP bukan dengan UU), maka patut  jika lebih menjangkau target group yang selama ini tersisih, yakni MBR Informal. Sahih  jika pro MBR informal itu diformalkan dengan kebijakan affirmatif. Bukan justru MBR informal bernasib sama dengan mesin baru Tapera. Ketika ombak datang, pantai berubah.

Keempat; Jangan salah sangka, MBR informal itu bukan beban tapi potensi tersembunyi  yang masih misteri, seperti pendapat Hernando de Soto dalam ‘Mystery of Capital’.  Lagi pula, mereka bagian dari mandat konstitusi. Konstitusi bukan menu restoran, yang tertulis ada tapi menu tak tersedia.

Kelima; dana eks FLPP di Dana Tapera belum aman bagi BP Tapera, karena bisa ditarik kapan saja. Untuk itu perlu dipastikan, dana itu jangan dialihkan ke sektor bukan perumahan dan permukiman.

Kalaupun Dana Tapera termasuk eks FLPP, dikelola BP Tapera, ada aturan hukum yang menjadi rambu larangan. Periksalah  Pasal 143 dan sanksi pidana Pasal 160 UU No 1 Tahun 2011.  Larangan untuk menggunakan Dana Tapera pada investasi bukan sektor perumahan dan permukiman.

Lazimnya watak dana amanat, idemditto Dana Tapera, bukan hanya demi akumulasi dana saja, tetapi demi tersedianya perumahan rakyat. Menekan angka defisit rumah, mengentaskan rumah tidak layak huni dan kawasan permukiman kumuh. Perumahan rakyat sebagai derivasi hak bertempat tinggal yang sahih sebagai amanat konstitusi. Agar konstitusi tak menjadi kata-kata dirundung sepi. Tabik.

*) Muhammad Joni: Praktisi Hukum properti, Sekum The Housing and Urban Development (HUD) Institute.

Share
Leave a comment