Bendungan Roboh di Bangkok, Ratusan Orang Hilang

Kami menjalankan tim darurat dan berencana membantu mengevakuasi dan menyelamatkan warga di desa-desa dekat bendungan

Banjir rendam ribuan rumah.(dok)

TRANSINDONESIA.CO | BANGKOK — Sebuah bendungan pembangkit listrik tenaga air yang sedang dibangun di Laos selatan roboh. Akibatnya ratusan orang hilang. Beberapa orang juga dikhawatirkan meninggal dunia.

Rusaknya bendungan ini menyebabkan banjir bandang yang menyapu rumah-rumah warga. Media pemerintah Laos melaporkan pada Selasa (24/7), bencana itu menyebabkan lebih dari 6.600 orang kehilangan tempat tinggal.

Media juga menampilkan  gambar penduduk desa yang mengarungi air berlumpur yang dipenuhi barang-barang. Warga lainnya terlihat menaiki perahu kayu yang sudah reyot atau berdiri di atap rumah yang terendam.

Para pejabat telah mendistribusikan perahu untuk membantu mengevakuasi orang-orang di distrik San Sai di provinsi Attapeu, di mana waduk pembangkit listrik Xepian-Xe Nam Noy berada.

Perusahaan yang membangun bendungan itu mengatakan hujan lebat dan banjir menyebabkan robohnya bendungan. Perusahaan bekerja sama dengan pemerintah Laos  membantu menyelamatkan warga desa di dekat bendungan.

“Kami menjalankan tim darurat dan berencana membantu mengevakuasi dan menyelamatkan warga di desa-desa dekat bendungan,” kata juru bicara SK Engineering & Construction kepada Reuters melalui telepon.

Bendungan itu roboh pada Senin pukul 20.00 waktu setempat. Sebuah video yang diposting oleh  ABC Laos di halaman Facebook-nya menunjukkan penduduk desa berhenti untuk menyaksikan air yang mengalir deras dari sisi tepi sungai.

Perdana Menteri Thongloun Sisoulith telah menunda pertemuan pemerintah dan memimpin anggota Kabinet untuk memantau upaya penyelamatan dan bantuan di salah satu daerah yang terkena dampak.

Laos merupakan salah satu negara termiskin dan paling tertutup di Asia. Negara ini terkurung oleh daratan. Laos memiliki tujuan untuk menjadi “baterai Asia” dengan menjual listrik kepada tetangganya melalui serangkaian bendungan pembangkit listrik tenaga air.

Kelompok-kelompok hak asasi lingkungan selama bertahun-tahun telah menyuarakan keprihatinan tentang ambisi PLTA Laos. Termasuk kekhawatiran atas dampak bendungan di Sungai Mekong. Baik dampak untuk flora dan fauna serta masyarakat pedesaan dan ekonomi lokal yang bergantung pada Sungai itu

Bendungan yang roboh ini diperkirakan akan mulai beroperasi pada  2019. Sebanyak 90 persen tenaganya akan diekspor  ke Thailand berdasarkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik antara Perusahaan Listrik Xe-Pian-Xe Namnoy (PNPC) dan Otoritas Pembangkit Listrik Thailand (EGAT).

Sisa 10 persen listrik akan dijual ke jaringan lokal di bawah perjanjian antara PNPC dan Electricite du Laos.

PNPC didirikan pada  2012 oleh SK Engineering & Construction Co., Ltd. (SK E & C ), Korea Western Power Co., Ltd. (KOWEPO ), Ratchaburi Electricity Generating Holding Pcl yang merupakan produsen listrik swasta terbesar di Thailand, dan Lao Holding StateEntripise (LHSE).

Perusahaan Penghasil Pembangkit Listrik Ratchburi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa bendungan itu, yang disebut sebagai ‘Saddle Dam D’, memiliki lebar delapan meter, panjang 770 meter dan tinggi 16 meter.

“Bendungan tersebut retak dan air bocor ke daerah hilir dan turun ke Sungai Xe-Pian yang berjarak sekitar lima kilometer dari bendungan,” kata Chief Executive Officer dari Ratchaburi Electricity Generating Holding Company, Kijja Sripatthangkura.

International Rivers mengatakan kecelakaan itu karena beberapa desain bendungan yang tidak mampu mengatasi kondisi cuaca ekstrim.

“Kejadian cuaca yang tidak terduga dan ekstrim semakin sering terjadi di Laos  karena perubahan iklim. Ini juga menunjukkan tidak memadainya sistem peringatan untuk pembangunan bendungan dan operasi. Peringatan itu tampaknya datang sangat terlambat dan tidak efektif dalam memastikan orang-orang terkait  keselamatan mereka dan keluarga mereka,” kata  International Rivers.[RTS/ROL]

Share
Leave a comment