Pengamat: Masuknya Militer, RUU Terorisme Jadi Rancu

TRANSINDONESIA.CO, JAKARTA – Terorisme di Indonesia merupakan kejahatan (crime) yang merupakan ranahnya kepolisian. Karena itu, tidak perlu keterlibatan TNI (militer) dalam UU Terorisme yang tengah dibahas oleh Pansus DPR RI.

“Kejahatan adalah crime yang merupakan ranahnya polisi, tidak perlu ada keterlibatan TNI. TNI seharusnya dikembalikan pada fungsinya,” kata Pengamat Terorisme yang juga
Peneliti Bidang Keamanan Nasional, Dr.Ir.Juni Thamrin saat berbicara pada Forum Legislasi demgan tema ‘Nasib RUU Terorisme?”di Media Center, Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta,  Selasa, 3 Oktoberr 201.

Menurutnya, fungsi kontrol sosial untuk TNI harus ditempatkan pada tempatnya yang persis lebih aman.
“Malaysia Singapura jarang sekali didengar teror, karena militer tepat pada posisinya menjaga negara dari ancaman luar,” ujarnya.

Dari kanan: Pengamat Terorisme dan Peneliti Bidang Kamnas Juni Thamrin, Pengamat Militer dan Direktur Imparsial, Al Araf, Anggota Pansus RUU terorisme Nasir Djamil dan moderator Rinaldi Rais.[BWL]
Ancaman yang diindikasikan menjadi teror lanjut Juni Thamrin, adalah upaya menangani hulu hilir yang menjadi penting karena seseorang menjadi teror karena ada penyebabnya. “Ini penanganan di Polri. Tapi juga perlindungan korban harus disiapkan. Tidak panjang lebar debat di RUU Terorisme ini yang satu setengah tahun tidak tuntas,” tambahnya.

Karenanya, Pansus RUU Terorisme perlu membuat suatu audit pelaksanaan dan situasi sehingga militer bisa ditempatkan pada posisi yang tepat.

“Apalagi menyangkut sosial audit, bila ada keterlibatan TNI maka tidak bisa dilakukan sosial audit. Makanya, harus diberikan hak pada Polri,” katanya.

Untuk itu kata Juni Thamrin, perlu ditanyakan termasuk eskalasi ancaman dan efek mengendalikannya perlu dibuat payung hukum bagi Polri.

“Payung hukum polisi belum diberikan, porsi penanganan RUU Terorisme menjadi rancu adanya militer,” ucapnya.

Sebelumnya, Anggota Pansus RUU Pencegahan Tindak Pidana Terorisme DPR RI, Nasir Djamil, mengungkapkan keterlibatan militer tidak boleh berlebihan atau tidak tepat secara kontekstual.

Namun demikian, Nasir mengatakan RUU Terorisme banyak kemajuan. “Pembahasan perlindungan HAM, korban dan keluarga termasuk penindakan dan pencegahan,” kata Nasir Djamil yang juga menjadi pembicara diskusi  bertema ‘Nasib RUU Terorisme?”.

Dikatakannya, keterlibatan TNI, tugas dan fungsi militer disiapkan untuk perang dan kemungkinan ancaman militer dari negara lain. Sedangkan suasana damai, TNI mengadakan latihan dan latihan

“Secara hukum, DPR berharap bisa mengatasi terorisme, keterlibatan, TNI tidak tertutup mengundang polemik pro kontra,” ujarnya.[BWL]

Share
Leave a comment