Waras Sebagai Suluh Atas Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

TRANSINDONESIA.CO – Di pecinan kota Magelang ada toko obat “waras”, yang sudah berpuluh tahun menjual obat-obatan untuk berbagai penyakit. Di kota Magelang juga ada daerah kewarasan, mungkin dinamai kewarasan karena warganya yang sehat, hidup rukun, tentram dan damai.

Waras dalam bahasa jawa bermakna sehat, biasanya waras ini lebih dianalogikan untuk kesehatan jiwa. Waras bagi manusia adalah mampu mengendalikan diri, mampu memahami, mampu memanusiakan, mampu untuk tidak anarki. Logika berpikir, nalar, akal sehat dan hati nuraninya menjadi kebanggaan sebagai mahkluk yang dilabel sempurna dibandingkan ciptaan Tuhan lainnya.

Tatkala hilang kewarasanya akan lupa, dalam bahas jawa dikatakan lali, lali iku ora kelingan. Lupa akan siapa dirinya siapa sesamanya. Bagi orang-orang yang lali ini sering dinamai lali jiwo, kehilangan kemanusiaanya, yang penting menang senang, puas bahkan bisa berpesta diatas kesusahan atau penderitaan orang lain. Dalam masyarakat bagi orang-orang yang lali ini dikatakan gila atau sakit jiwa.

Ilustrasi
Ilustrasi

Di Magelang juga ada rumah sakit jiwa di daerah kramat. Mungkin daerah itu dulu dikeramatkan karena menjadi tempat yang wingit untuk penyembuhan jiwa-jiwa yang lali.

Waras bagi kehidupan sosial bermasyarakat ditunjukkan kemampuanya untuk menangkal dan mereduksi, hasutan, Provokasi, ajakan anarkis, dan berbagai penyesatan hingga hembusan-hembusan kebencian.

Orang waras tentu lebih mendahulukan nalar dan hati nuraninya. Orang waras akan mampu menyadarkan. Memang yang menular adalah penyakit bukan kewarasan. Terkecuali bagi jiwa, dalam penyakit jiwa yang mampu mewaraskan adalah orang-orang yang sehat, atau orang-orang yang masih waras, dan mampu mengendalikan dirinya.

Keteladanan, motivasi, solusi, menjembatani, diskusi hingga diplomasi itulah refleksi kewarasan. Orang-orang waras tidak akan mau dibutakan, ditulikan diambil otak dan hati nuraninya dengan berbagai kerudung atas nama apa saja.

Kewarasan bagi jiwa-jiwa manusia yang manusiawi tetap memegang teguh peradaban, sadar bahwa hidup ini sarat dengan perbedaan, yang multi kultural. Keagungan sebagai manusia, bukanlah siapa dia, melainkan apa manfaatnya dirinya bagi banyak orang. Menyadarkan bukan dengan memaksakan, mengancam, menakut nakuti, atau mengeroyok, melainkan mampu mengajak orang-orang kebanyakan menggunakan logika, nalar yang waras dan hati nuraninya.

Kewarasan bukanlah PHP (Pemberi Harapan Palsu) melainkan mampu menjadi suri teladan, empati dan mau berbela rasa. Membangkitkan semangat untuk mencapai tujuan bersama dalam negeri harapan untuk hidup yang semakin manusiawi.

Primordial sering menjadi alat pembuta, penuli bahkan pembunuh akal sehat, menjadikan homo homini lupus. Lagi-lagi kewarasan adalah ditunjukkan pada homo homini salus (apa manfaat dan kegunaan bagi semakin manusianya manusia). Sitou Tumou tou orang minahasa mengatakannya untuk memanusiakan sesamanya.

Torang samua basudara, kita dalam hidup berbangsa dan bernegara hidup dalam kebhinekaan, hidup dalam persatuan, hidup dalam kewarasan, hidup dalam kesadaran, tanggung jawab dan disiplin.

Apa yang kita lakukan sekarang ini adalah demi semakin manusiawinya dalam hidup berbangsa dan bernegara. Waras adalah suluh menuju pencapaian harapan bagi masa depan yang lebih baik dalam standar-standar manusiawi yang beradab.[CDL30122016]

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share
Leave a comment