TRANSINDONESIA.CO – Pengacara mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella, mengakui kliennya hanya menerima uang Rp200 juta terkait dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap kepada anggota DPR terkait penyelidikan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan atau Kejaksaan Agung.
“(Uang) itu diberikan bukan oleh Pak Gatot tapi orang lain, melalui temannya Pak Rio dan itu dikembalikan ketemannya. Nominalnya Rp200 juta,” kata pengacara Patrice, Maqdir Ismail di gedung KPK Jakarta, Jumat (16/10/2015).
Patrice pada hari ini juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti dalam kasus yang sama.
“Iya, dia (Patrice) tanya kepada temannya itu, ini cuma sekadar bantu-bantu untuk Pak Rio,” ungkap Maqdir.
Namun tujuan pemberian itu menurut Maqdir belum jelas.
“Tidak, itu belum jelas,” tambah Maqdir.
Uang tersebut pun menurut Maqdir diberikan dalam beberapa tahap dan sudah dikembalikan.
“Itu beberapa kali dilakukan. Ada yang memberi, dikembalikan. Kemudian ada pemberian lagi, dikembalikan lagi. Balikin lagi ke supirnya beberapa hari kemudian. Ini terjadi beberapa kali ya. Berkali-kali,” jelas Maqdir.
Pemberi uang itu pun menurut Maqdir ngotot memberikan uang.
“Ya paling tidak…penerima (temannya Pak Rio) dari pemberi itu yang ngotot, tapi tidak ada Pak Rio menjanjikan,” tambah Maqdir.
Maqdir mengaku Patrice tidak melaporkan pemberian uang itu ke KPK karena mengira uang tersebut sudah dikembalikan oleh bawahannya.
“Karena waktu itu sesudah pemberian itu terpotong ketika beliau pergi umrah. Dia pikir ini sudah dikembalikan oleh orang yang dia suruh kembalikan, ternyata enggak dikembalikan, karena orang itu (pemberi) tidak mau terima,” jelas Maqdir.
Pemberi uang tersebut adalah seorang teman lama Patrice.
“Temannya Pak Rio, teman mahasiswa satu kampus,” tambah Maqdir.
Patrice Rio Capella disangkakan pasal 12 huruf a, huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
Ancaman terhadap pelanggar pasal tersebut adalah penjara paling sedikit empat tahun dan paling lama 20 tahun penjara ditambah denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Kasus ini bermula ketika terjadi masalah pembagian tugas antara Gatot Pujo Nugroho dengan Wagub Sumut yang juga Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Nasdem Sumut Teuku Erry Nuradi sehingga ada proses islah yang dilakukan di kantor DPP Nasdem Gondandai Jakarta pada Mei 2015 yang juga dihadiri oleh mantan Ketua Mahkamah Partai Nasdem OC Kaligis dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.
Namun meski islah tercapai, diduga anak buah Erry tetap melaporkan adanya dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD yang menjadikan Gatot tersangka di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.(Rol/Dod)