Revolusi Mental: Kesadaran, Ikut-ikutan atau Ketakutan? (2)

Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Dari jabaran diatas dapat dipahami revolusi mental bukan berpikir sepotong sepotong, bukan cara-cara yang parsial dan tentu bukan cara-cara yang temporary ‘sak deg sak nyet dan gedandapan’.

Melainkan membuat jabaran-jabaran dari point-point diatas, dimonitor dan dilakukan evaluasi dan dibuat standarnya serta dinilai hasilnya untuk selalu dapat ditumbuh kembangkan atau di koreksi bila ada kesalahan.

Menjawab pertanyaan proses yang harus dilakukan adalah :

  1. Menyiapkan pemimpin-pimpinan di semua lini untuk menjadi ikon-ikon perubahan. Tatkala para pemimpin-pimpinan ini bukan ikon perubahan maka lagi-lagi apa yang dilakukan dalam revolusi mental hanya menjadi buah bibir yang menyenang pimpinan dan slogan omong kosong. Tunjuk orang-orang yang berkarakter untuk memimpin. Pangkas pimpinan-pimpinan yang menjadi benalu, pemimpin-pimpinan yang tanpa kompetensi dan hanya bagai orang karnaval karena merk akan menjadi benalu dan penghianat.

2.Membangun sistem-sistem yang profesional, cerdas, bermoral dan modern untuk menangani tugas-tugas bidang administrasi sehingga mampu untuk: menyiapkan SDM yang berkarakter, membangun sistem pengorganisasian yang efektif efisien, membangun teknologi-teknologi terapan, dengan anggaran berbasis kinerja (mencari terobosan-terobosan baru untuk perkuatan anggaran negara dan memagkas tentakel-tenakel yang menjadi sumber-sumber kebocoran keuangan negara).

  1. Membagun sistenm opersionl yang mampu memberikan pelayanan prima kepada publik baik yang sifatnya rutin, khusus dan kontijensi. Dan dapat ditentukan standarnya untuk kecepatan, ketepatan, keakurasianya, akuntabilitas, transparansi, informasi-informasi dan kemudahan-kemudahan untuk diakses.
  2. Memberi ruang bagi terbangunya kapasitas untuk penguatan dalam berbagai inovasi dan kreaativitas. Sehingga akan terus berpacu untuk mampu melampaui perubahan. Karena tatkala tertinggal dari perubahan maka akan mati, mengikuti perubahaan akan lelah, tatkala mampu melampaui perubahan maka akan dapat menguasai perubahan itu.

Menjawab pertanyaan bagaimana memonitor dan menilai apakah revolusi mental dilaksanakan dengan tulus baik dan benar adalah melihat dari perencanaan, tahapan-tahapan yang dibuat dan tentu dari kesungguhan dalam menjalankan atau mencapai standar-standar yang telah ditentukan dalam opersionalnya.

Tatkala ada penyimpangan maka dilihat atau diperiksa apakah sebuah kelalaian atau kesengajaan. Kalau kelalaian berarti ini ada sistem yang perlu diperbaiki.

Orangnya walau diberi hukuman namun masih bisa dimaafkan, dan dilatih kembali untuk bisa terus mengikuti.

Namun tatkala kesalahan ini di sengaja dan dilakukan dengan perencanaan-perencanaan dan trik-trik jahat dalam suatu yang terstruktur dan terorganisir maka ini merupakan kejahatan dan penghianatan yang harus ditumpas sampai ke akar-akarnya.

Apalagi pemimpin-pemimpinnya mengajarkan dan memimpin merusak moral dan mental bawahannya dengan kedok revolusi mental ini harus ditindak tegas sebagai shock therapy dan dicabut sampai akar-akarnya.

Bagi aparat-aparat legislatif, eksekutif dan yudikatif harus sadar bahwa keberadaanya adalah sebagai pejabat publik yang keberadaanya aman, menyenangkan dan bermanfaat bagi masyarakat.

Dan senantiasa berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup rakyatnya. Makna meningkatkan kualitas hidup ini dapat dipahami adalah aparat tidak melakukan hal-hal yang kontra produktif, tidak memeras, tidak menerima suap, tidak menjadi backing hal-hal yang illegal atau yang salah, tidak mempermainkan hukum  dan tidak menyimpang serta meyalahgunakan kekuasaan dan kewenanganya.(CDL-181214)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share
Leave a comment