3 Orang Dijebloskan ke Penjara Terkait Kasus Bank DKI Jakarta

Kejati DKIKiri ke Kanan: Aspidsus IB Wiswantanu, Kejati DKI M Adi Toegarisman,Wakajati DKI Isran Yogi Hasibuan.(TransIndonesia.co-ams)

 

TRANSINDONESIA.co, Jakarta : Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kembali menunjukan taringnya dengan menjebloskan tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan aplikasi Goverment Cash Management System (GCMS) dan perluasan layanan ATM PT Bank DKI untuk tahun anggaran 2009-2010 senilai Rp82 milyar.

“T iga orang tersangka terkait kasus aplikasi GCMS dan perluasan ATM Bank DKI, ketiganya di tahan di Rutan Cipinang selama 20 hari kedepan mulai hari ini,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, M Adi Toegarisman dikantornya, Jakarta, Rabu (5/2/2014) malam.

Tiga orang yang ditahan tersebut, dua orang dari pihak swasta dan seorang lagi dari pihak PT Bank DKI.

“Jadi sebenarnya ada dua kasus tapi disatu tempat di Bank DKI. Pertama GCMS dan kedua perluasan ATM. Dari dua kasus tadi tersangkanya ada tiga orang,” kata Adi didamping Wakajati DKI Isran Yogi Hasibuan dan Aspidsus IB Wiswantanu.

Tersangka pertama, menurut mantan Kapuspenkum Kejagung ini, berinisial AR (Adi Rahmanto), Direktur PT Praxsis Solution Indonesia (PSI), dan tersangka untuk kasus proyek GCMS.

Sedangkan tersangka kedua HJM, alias Henri J Maraton merupakan Direktur PT Karimata Solusi Padu. Dalam hal ini, Henri terkena kasus proyek perluasan ATM.

“Dari Bank DKI-nya, Ilhamsyah Joenoes adalah Direktur Operasional Bank DKI,” ujar Adi.

Tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP.

Kasus yang terjadi pada tahun 2009-2010, Bank DKI mengadakan proyek GCMS dengan pagu anggaran Rp8 milyar menunjuk PT PSI sebagai pemenangnya.

“Dalam kontrak ada 8 modul, permodul harganya Rp 235 juta, tapi pada kenyataanya yang dikerjakan cuma satu, sisanya tidak dikerjakan. Sedangkan pembayaranya sudah 8 modul,” ungkapnya.

Untuk proyek perluasan ATM kata Adi, Bank DKI antara tahun 2009-2010 menyewa mesin ATM dengan kontrak perjanjian mendirikan 100 mesin ATM secara berperiode yang pengadaannya dengan pagu anggaran Rp82 milyar.

“Semua 100 ATM dengan dibatasi perwaktu, tapi kenyataannya perwaktu itu tidak dipenuhi, dikerjakan sebagian tapi pembayaranya penuh. Baru pada tahun terakhir dipenuhi pengerjaanya,” imbuhnya.

Akiat korupsi pada dua proyek tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp20 milyar.(ams)

Share
Leave a comment