Jambi Kesulitan Berantas Penambang Liar

TRANSINDONESIA.CO – Upaya pemerintah Provinsi Jambi untuk menghentikan aktivitas penambangan emas ilegal di empat kabupaten di daerah itu ternyata sulit, karena diduga banyak oknum aparat penegak hukum yang ikut bermain.

Dari satu gubernur ke gubernur berikutnya persoalan tambang emas ilegal di Jambi belum kunjung selesai meski banyak tim yang dibentuk untuk menghentikan dan memberantas aktivitas ilegal tersebut.

Padahal pelaku yang juga dilakoni masyarakat tau aktivitas itu merusak tatanan lingkungan terutama daerah aliran sungai dan menyebabkan bencana alam seperti banjir bandang yang dapat membahayakan kehidupan mereka.

Penambang emas tradisional.(dok)
Penambang emas tradisional.(dok)

Bahkan demi mendapatkan emas, warga terkadang harus bentrok dengan aparat saat dilakukan penertiban. Tak sedikit pula penambang emas ilegal kehilangan nyawa karena tertimbun tanah yang digali untuk mencari emas.

Aktivitas ilegal atau lumrah disebut Penambangan Emas Tanpa Izin (Peti) itu saat ini semakin marak. Pelaku menggunakan kapal rakit dengan mesin dompeng dan mengoperasikan alat berat jenis eskavator. Setiap hari ratusan unit alat berat terus mengeruk sungai-sungai yang terdapat emas.

Empat kabupaten di Jambi dinyatakan memiliki potensi emas yang sangat luar biasa, khususnya di sepanjang aliran sungai. Hal itu pula memancing pemilik modal dan masyarakat untuk terus menggali dan menggali tanah mencari kilauan emas itu.

Saat pertemuan empat daerah itu bersama gubernur dan Satgas Pemberantasan Peti serta Forkompimda Jambi di Jambi, kemaren, pejabat dari empat kabupaten itu mengaku kewalahan memberantas aktivitas Peti di wilayah masing-masing karena banyak oknum aparat yang bermain.

Empat kabupaten itu yakni, Merangin, Sarolangun, Bungo dan Tebo. Satu persatu kepala daerah membuka persoalan tambang emas ilegal tersebut dan tidak menyangkal banyak oknum Polisi, TNI serta Sapol-PP yang ikut bermain.

Laporan wakil Bupati Merangin Khafied Moien menyebutkan sekitar 156 unit alat berat jenis eskavator di wilayahnya masih asik mengeruk sungai-sungai yang terdapat emas. Dimana pemodal juga mendapat dukungan masyarakat yang diperkerjakan.

Khafied menyatakan sudah banyak upaya pemerintah Merangin dalam memberantas tambang emas ilegal tersebut. Mulai dari pendekatan persuasif, operasi penertiban hingga penindakan.

“Di sini masalahnya, mereka yang punya modal bekerja sama dengan masyarakat dengan membeli tanah masyarakat yang berada di pinggir-pinggir sungai, harganya mulai Rp25-30 juta per hektare. Dalam perjanjian jual beli tanah itu, pemilik modal akan mengembalikan lagi tanah yang dibeli dari masyarakat itu setelah diolah pemilik modal, atau setelah emasnya habis. Padahal masyarakat tau setelah dikembalikan lagi tatanan tanah sudah rusak,” kata Khafied.[Ant/Bir]

Share
Leave a comment