TRANSINDINESIA.co | Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Muhamad Rusdi menjelaskan, istilah ‘THR akhir tahun’ mengacu untuk tunjangan pekerja Nasrani. menjelang Natal 2024, Menurutnya, kebijakan ini bukanlah program baru.
“THR diberikan berdasarkan keagamaan, dengan sebagian besar pekerja menerimanya menjelang Hari Raya Idul Fitri. Beberapa perusahaan tetap mematuhi ketentuan pemberian THR sesuai jadwal Hari Raya pekerja non-Muslim,” kata Rusdi dalam wawancara bersama PRO3 RRI, Senin (9/12/2024).
Rusdi mengatakan, pentingnya perusahaan mematuhi aturan THR untuk memberikan dukungan finansial kepada karyawan. “Hari Raya membutuhkan biaya, jadi THR ini membantu persiapan, hal ini selaras dengan Indonesia sebagai negara religious,” ucapnya.
Kemudian, ia mengungkapkan, pemberian THR biasanya sebesar satu bulan gaji untuk pekerja yang bekerja selama satu tahun. Sementara itu, bagi pekerja di bawah satu tahun, jumlahnya dihitung secara proporsional sesuai bulan kerja.
“Beberapa perusahaan bahkan memberikan lebih dari satu bulan gaji, sesuai perjanjian kerja bersama. Praktik ini dianggap sebagai penghargaan lebih kepada pekerja atas kontribusinya di perusahaan,” ujarnya.
Diketahui, sejarah THR bermula dari era Perdana Menteri Sukiman pada 1951 Saat itu. Saat itu, para PNS menerima hadiah lebaran.
“Sebagai bentuk penghargaan, yang kemudian meluas ke sektor swasta Ini. Dengan adanya THR, perusahaan semakin menghargai hak pekerja tanpa pandang latar belakang agama,” katanya. (rri)