Uni Eropa Tingkatkan Pengamanan Armada di Laut Merah

TRANSINDONESIA.co | Komandan misi angkatan laut Uni Eropa di Laut Merah, ingin meningkatkan ukuran armadanya agar lebih terlindung dari kemungkinan serangan pemberontak Houthi yang berpusat di Yaman.

Keinginan tersebut disampaikan Uni Eropa karena kini hanya empat kapal perang yang beroperasi di wilayah yang luasnya dua kali lipat luas wilayah 27 negara anggota Uni Eropa.

Misi Uni Eropa (UE) yang dinamai Aspides, dari bahasa Yunani yang berarti “perisai”, mengawal 68 kapal dan menangkis 11 serangan sejak dibentuk kurang dari dua bulan lalu, kata Laksamana Muda Angkatan Laut Yunani, Vasilios Griparis, komandan misi itu, kepada wartawan di Brussel.

“Daerah ini mengalami banyak serangan dalam beberapa bulan terakhir, mulai dari ancaman hingga serangan drone satu arah, serangan kompleks dari pantai, udara dan laut, drone dan rudal balistik. Sejauh ini, semua kapal berhasil diamankan dalam serangan itu, dan semua kapal yang meminta perlindungan telah dikawal,” kata Griparis.

Misi hanya memberi perlindungan pada kapal sipil dan tidak mengambil bagian dalam serangan militer apa pun.

Bagian selatan Laut Merah merupakan wilayah yang berisiko tinggi.

Sembilan belas dari 27 negara UE terlibat dalam misi ini, tetapi hanya empat kapal bermotor yang berpatroli.

Misi UE “tidak bertujuan untuk menanggapi situasi di Gaza,” tegas kepala kebijakan luar negeri UE, Josep Borrell pada konferensi pers di European External Action Service di Brussel.

“Misi Angkatan Laut tidak dimaksudkan sebagai tanggapan terhadap situasi di Gaza. Juga, tidak sebagai balasan Israel terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober. Kami memiliki tujuan strategis yaitu melindungi kehidupan para pelaut, menjamin kebebasan navigasi dan mengamankan perdagangan internasional.“

Pemberontak Houthi yang didukung Iran, menguasai sebagian besar wilayah utara dan barat Yaman, melancarkan serangan drone dan rudal terhadap kapal-kapal di Laut Merah pada November.

Mereka juga menembakkan rudal ke arah Israel, meskipun sebagian besar rudal gagal atau berhasil dicegat.

Serangan-serangan itu berdampak pada perdagangan maritim ke Mesir dan Eropa, dengan hanya sekitar setengah dari jumlah kapal yang biasa melintasi wilayah tersebut. Serangan Houthi juga berdampak pada waktu transit hingga dua minggu bagi kapal yang ingin menghindari Terusan Suez, biaya transportasi, dan asuransi pengiriman.

Para pemberontak menggambarkan gerakan mereka sebagai upaya untuk menekan Israel agar mengakhiri perangnya terhadap Hamas di Jalur Gaza.

Namun, kapal-kapal yang menjadi sasaran Houthi sebagian besar tidak berhubungan sama sekali dengan Israel atau sekutunya, termasuk AS. Kampanye Houthi berlanjut meski ada serangan udara balasan yang dipimpin AS selama lebih dari dua bulan. [voa]

Share
Leave a comment