Serangan Israel di Jabalia Bisa Dianggap Kejahatan Perang

TRANSINDONESIA.co | Kantor HAM PBB mengatakan serangan udara Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia di Gaza bisa dianggap sebagai kejahatan perang. Israel menggelar serangan udara pada Selasa (31/10/2023) dan Rabu (1/11/2023) ke Jabalia, kamp pengungsi terbesar di Gaza.

Kantor media Hamas di Gaza mengatakan, Kamis (2/11/2023), setidaknya 195 warga Palestina tewas dalam dua serangan di Jabalia. Sebanyak 120 orang hilang di bawah reruntuhan dengan setidaknya 777 orang terluka.

Kamp tersebut, yang berada di wilayah padat penduduk di Kota Gaza, terkena serangan rudal pada Selasa. Rudal itu meninggalkan lubang raksasa di tengah bangunan yang dibom sebelum kemudian menjadi sasaran pemboman kedua pada Rabu.

Israel mengatakan serangannya menewaskan dua pemimpin militer Hamas. Israel mengatakan kelompok itu memiliki pusat komando dan infrastruktur di bawah, di sekitar, dan di dalam bangunan sipil.

Hamas mengklaim tujuh tawanan, termasuk tiga warga asing, tewas dalam pemboman tersebut. Serangan terhadap Jabalia terjadi ketika penyeberangan Rafah di perbatasan selatan dengan Mesir akhirnya dibuka.

“Mengingat tingginya jumlah korban sipil dan skala kehancuran setelah serangan udara Israel di kamp pengungsi Jabalia, kami memiliki kekhawatiran serius bahwa ini adalah serangan yang tidak proporsional dan bisa menjadi kejahatan perang,” tulis Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB di platform X, dikutip dari Reuters.

Kondisi di wilayah kantong pantai tersebut semakin menyedihkan akibat serangan Israel dan pengetatan blokade. Makanan, bahan bakar, air minum dan obat-obatan hampir habis.

Mengutip Al Jazeera, Juru Bicara Sekjen PBB Stephane Dujarric mengatakan semua pihak harus mematuhi hukum humaniter internasional. Ini termasuk prinsip pembedaan, proporsionalitas, dan kehati-hatian.

Rumah sakit mengalami kesulitan karena kekurangan bahan bakar yang membuat satu-satunya rumah sakit kanker di Gaza akhirnya ditutup. Israel menolak mengizinkan konvoi kemanusiaan membawa bahan bakar, dengan alasan kekhawatiran akan digunakan pejuang Hamas.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf Al-Qudra mengatakan pembangkit listrik utama di RS Indonesia sudah tidak berfungsi. Ini karena kekurangan bahan bakar.

Rumah sakit tersebut kini beralih menggunakan generator cadangan. Tetapi, mereka kesulitan memberi daya pada lemari es kamar mayat dan generator oksigen.

“Jika kita tidak mendapatkan bahan bakar dalam beberapa hari ke depan, kita pasti akan mengalami bencana,” katanya. [rri/rts]

Share