Budaya Sadar Bencana Gorontalo Ajak Generasi Muda Peduli Lingkungan

TRANSINDONESIA.co | “Stop buang sampah sembarangan! Mulailah untuk peduli, tengoklah ke bawah, agar bisa melihat tanah tempat berpijak kita. Tanyalah, apakah kita sudah menjaganya?

Mulailah bergerak mengambil peran dalam mencintai tanah air kita. Karena yang kita lakukan bukan hanya untuk kita, tapi demi masa depan anak cucu kita”.

Kutipan pesan dalam Drama Musikal “Tahuli Li Nene” atau Pesan Nenek menjadi wasiat utama sang nenek sebagai tukang sapu jalan. Sikap generasi muda yang tidak peduli dengan kebersihan dan kemalasan dalam menjaga lingkungan mengakibatkan petaka bencana banjir sehingga manusia saling menyalahkan.

Ketika bencana terjadi, terdapat ibu hamil yang menjadi salah satu warga terdampak bencana banjir. Saat situasi chaos di posko pertolongan korban bencana, terdengar suara tangisan bayi lahir yang menghentikan hujan. Kehadirannya membawa kebahagiaan dan harapan baru di tengah ketakutan dan keputusasaan.

Performa drama musikal ini menjadi puncak acara dalam Pagelaran Budaya Sadar Bencana Melalui Kearifan Lokal dengan tema “Mopolayio Lipu” yang berarti Menjaga Negeri Lindungi Alam, diselenggarakan di Lapangan Taruna Nani Wartabone, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Jumat (6/10/2023).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan bersama Pemerintah Provinsi Gorontalo mempersembahkan Budaya Sadar Bencana yang menyajikan beragam penampilan tarian tradisional serta drama musikal dengan melibatkan generasi muda yang tergabung dalam Sanggar Makuta.

Kepala BNPB diwakili oleh Sekretaris Utama, Rustian, menyampaikan harapannya melalui pagelaran ini dapat terjadi alih generasi dalam memahami kebudayaan yang berkaitan dengan aspek kebencanaan.

“Tidak hanya sekedar terhibur, namun sekaligus teredukasi mengenai kebencanaan khususnya bagi generasi muda,” ungkap Rustian.

Rustian menjelaskan bahwa Provinsi Gorontalo memiliki potensi bencana banjir yang tinggi. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, telah terjadi 180 kali kejadian banjir yang menelan korban jiwa hingga lebih dari satu juta orang mengungsi.

Terlebih saat memasuki musim kemarau, Gorontalo juga menjadi wilayah terdampak bencana kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan.

“Saat ini ada empat kabupaten di Gorontalo yang menetapkan status siaga darurat kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan, hal ini tentu menuntut kita semua untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap ancaman bencana,” ucap Rustian.

Rustian turut mengingatkan bahwa bencana adalah peristiwa yang berulang. Ia berharap edukasi melalui budaya sadar bencana ini dapat melanjutkan tongkat estafet ketangguhan kepada generasi selanjutnya dalam menghadapi potensi bencana.

“Kami optimis dan berharap pesan-pesan mitigasi dan kesiapsiagaan dapat tersampaikan kepada generasi muda sehingga ketangguhan menghadapi bencana dapat selalu kita tumbuhkan dari generasi ke generasi,” tuturnya.

Sejalan dengan hal tersebut, Penjabat Gubernur Gorontalo dalam hal ini diwakili oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Bapak Ir. Handoyo Sugiharto, MM., IPM. menyampaikan bahwa Provinsi Gorontalo juga telah melakukan beberapa giat dalam upaya meningkatkan pemahaman masyarakat dalam menghadapi bencana.

“Kami telah memfasilitasi pembentukan 267 desa kelurahan tangguh bencana dari 729 desa/kelurahan yang ada di Provinsi Gorontalo,” ucap Handoyo.

Ia berharap, kegiatan ini dapat menumbuhkan budaya sadar bencana kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana.

“Mari bersama kita mempercepat gerak langkah menuju Indonesia tangguh bencana,” tegas Handoyo.

Setelah kegiatan secara resmi dibuka melalui prosesi membunyikan alat musik tradisional khas Gorontalo “Palo-Palo”, kegiatan dilanjutkan dengan iringan musik tradisional yang menceritakan tentang tokoh nasional Gorontalo Nani Wartabone dipersembahkan oleh Sanggar Gita Cemerlang.

Berbagai tarian tradisional ditampilkan seperti Tari Saronde yang merupakan tari rakyat dan tari pergaulan muda mudi Gorontalo dengan keramahan dan kehangatan menjalin silahturahmi.

Selanjutnya, Tari Walao Bajo yang berarti Anak Laut tinggal di dermaga sebagai penjaga dan pelestari laut. Adapun Tari Tidi Lo Tihuo yang merupakan tarian klasik Gorontalo menggunakan rantai sebagai simbol persatuan, kesatuan dan perwujudan gotong royong serta rasa syukur karena meperoleh berkah dari Allah SWT.

Selain tari tradisional, penampilan tari kreasi bertajuk Tari Anak Tanah Air, menceritakan tentang perjuangan menjaga tanah air bagi kehidupan generasi selanjutnya.

Berbagai tarian tersebut disuguhkan oleh Sanggar Makuta untuk menghibur lebih dari 1.000 orang secara langsung maupun daring sehingga pesan kebencanaan melalui kearifan lokal khas Gorontalo dapat tersiarkan luas kepada masyarakat Indonesia.

Dalam kesempatan ini, BNPB memberikan bantuan dukungan operasional peralatan dalam penanganan darurat bencana kekeringan di Provinsi Gorontalo yang diserahkan langsung secara simbolis oleh Sekretaris Utama BNPB kepada Penjabat Gubernur Gorontalo. Adapun bantuan ini terdiri dari 30 unit tandon air dengan kapasitas 1.100 liter, empat unit pompa air atau alkon 3 inch, selang spiral 3 inch 25 meter, lima rol selang buang 3 inch 50 meter dan 100 meter serta 50 unit perlengkapan safety berupa sepatu, helm, baju anti panas dan kaus tangan serta 1.000 paket sembako.

Turut hadir Perwakilan Komisi VIII DPR RI Idah Syahidah Rusli Habibie, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari Ph.D, Tenaga Ahli BNPB Richard Erlangga, Kepala Sub Direktorat Pemulihan Sarana BNPB Yustam Syahril, Dandim 1304 Gorontalo Letkol Inf Mustamin, Kapolda Gorontalo Irjen Pol Drs. Angesta Romano Yoyol, Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo Purwanto Joko Irianto, Ketua DPRD Provinsi Gorontalo H. Paris R.A. Jusuf, dan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Gorontalo serta perwakilan Forkompimda Provinsi Gorontalo. [wei]

Share