Preman dan Premanisme; Benalu Kehidupan Sosial

TRANSINDONESIA.co | Peman sering dipahami sebagai jagoan jalanan yang melakukan kekerasan atau ancaman secara langsung atau menjadi kepanjangan tangan yang ujung ujungnya untuk: memaksakan kehendak, memeras, menjadi backing sesuatu yang ilegal, menerima suap. Cara yang dilakukan preman dari mempersulit mengancam menganggu hingga merusak dengan berbagai bentuk kekerasan psikis, fisi maupun simbolik. Para preman ini melakukan aksinya kepada kaum yang dianggap memiliki potensi produktifitas atau menguasai pengeksploitasian maupun pendistribusian sumber daya namun lemah atau bahkan tidak memiliki kekuatan sosial atau kemampuan melawan secara fisik maupun sosial. Biasanya kaum minoritas yang paling sering dijadikan sasaran para preman. Para preman ini memanfaatkan primordialisme dan mereka tidak sebatas berdiri sendiri, namun biasanya berkaitan dengan power yang secara bertingkat menyesuaikan  tingkatan kekuasaannya. Preman ini memiliki wilayah dan sasaran yang dijadikan arena pemalakannya,

Preman tidak sebatas di jalanan namun bisa di dalam birolkrasi yang mempengaruhi kebijakan dan sistem pelayanan publik. Para preman ini dibantu para broker atau makelar untuk memuluskan pencapaian tujuan dengan berbagai pendekatan personal. Mereka kalaubsudah mendapatkan ruang akan mengajukan atau memawarkan berbagai previledge dengan kata lain mengendalikan kebijakan. Premanisme birokrasi ini akan memanfaatkan media untuk menyenang nyenangkan sampai mengancam, memfitnah dan menyerang. Mereka manfaatkan era post truth demgan berbagai serangan hoaxnya. Memfitnah dengan berbagai cara untuk memenangkan dan menguasai orang orang yang  memiliki power and authority pengeksploitasian dan pemdistribusian sumber daya ( bahasa kasanya mroyek ). Dampaknya birokrasi akan menjadi pasar dan preman preman bersama para broker akan terus tumbuh bagai spora di musim penghujan. Mereka itu pion pion semata dan di balik mereka ada god father yang menjadi aktor intelektualnya. Mereka bagai naga yang siapa saja melawan akan dibunuh hidup dan kehidupannya yang biasanya dari membunuh karakternya. Dubully sampai semua mengamini. Diadu domba satu sama lain. Pasar mang di tangan mereka karena mereka punya tentakel di semua lini kehidupan. Ada yang menganalogikan beda god father dengan Tuhan yaitu kalau mengambil nyawa tidak bisa menghidupkan lagi. Semakin besar jangkauan dan tingkatan para preman birokrasi akan semakin kompleks dan semakin rumit  jejaringnya. Mereka menikmati hasil mulai dari keringat orang lain sampai mengendalikan kebijakan dan aturan atau hukum dan keadilannya. Para preman ini akan mengganggu, mempersulit, membuat ketakutan sampai memabukan dan para pemegang kekuasaan kecanduan, sehingga orang oramg yang menjadi sasarannya mau tidak mau mengikuti kehendaknya.

Preman berkembang menjadi premanisme karena ada kekuatan yang secara sistematis
terorganisir atau tersistematisir untuk membuat orang lain tidak berdaya dan tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti apa yang menjadi kemauannya.  Walaupun mereka tahu cara cara itu tidak legal dan merupakan kejahatan.  Sumber daya akan menjadi sumber bagi munculnya preman dan premanisme. Semakin besar sumber dayanya maka akan semakin luas dan semakin menggurita premanismenya. Secara non formal premanisme ini berkuasa dan menguasai tata kehidupan sosial bertingkat tingkat lapis kemampuannya maupun wilayah pemalakannya. Semakin besar arena premanisme akan semakin tertata dan terorganisir bahkan  cara didukung teknologi dan diawakki para profesional yang memiliki keahlian namum mentalitas dan moralitasnya rendah karena mereka rela melacurkan diri.

Preman dan premanisme akan ada tumbuh dan berkembang dalam birokrasi yang patrimonial  dan otoriter di mana hukum tidak mampu tebang habis melaimkan tebang pilih, sesuai keinginan mereka. Premanisme menjadi benalu dalam kehidupan sosial yang merusak sendi sendi kehidupan bernangsa dan bernegara.  Para aparaturnya bisa saja kecanduan, masuk angin dan terbeli oleh mereka. Orientasinya bukan pada orientasi kerja dalam melayani publik tetapi bagaimana untuk menambah gaji dengan menjadikan profesinya sebagai pasar barter kewenangan. Wani piro oleh piro secara singkat dikatakan demikian. Core value para aparaturnya antara yang ideal dengan yang aktual berbeda bahkan bertentangan. Yaitu bukan pada kinerja atau kompetensinya melainkan pada pendekatan personal. Model asal ndoro senang dan pendekatan personal ini mencandui merajalela. Pikat dekat sikat minggat. Kira kira begitulah spirit yang  menjadikan adanya job basah dan kering. Seakan pelayanan publik menjadi pasar adu kekuatan no money no honey.

Preman dan premanisme pasti merupakan benalu bagi kehidupan sosial yang merusak dan melumpuhkan daya tahan, daya tangkal bahkan daya saing suatu bangsa. Para kaum oligarki yang sudah mapan dan nyaman akan mati matian mempengaruhi pemegang kekuasaan agar mau menggadaikan kewenangannya. Mereka menjadi god father bagai naga yang tiada tandingnya. Jangankan melawan siapa saja yang ngrasani saja sudah bisa dibunuh hidup dan kehidupannya, bukan hanya dirinya tetapi juga keluarganya.

Premanisme seakan menawarkan jasa namun sejatina mereka mencandui dan memaksa mengambil alih pendominasian sumber daya.

Premanisme nampaknya memberikan kenikmatan namun itu candu dan fatamorgana bagi segelintir orang saja namun menjengkelkan dan merusak kehidupan sosial berbangsa dan bernegara.

Rakyat yang dipalak atau jadi korban akan berteriak :” sakitnya sampai di sini sambil menunjuk pantatnya yang bolong karena tidak hanya sampai di hatinya”. Bisa dibanyangkan jika pantatnya bolong bagaimana akan duduk berdiripun tetap terganggu bahkan untuk tidurpun tak nyaman. Orang yang biasa memalak memang tidak merasa bersalah bahkan merasa benar walau empati dan bela rasanya mati, tak peduli yang dipalak sekarat mau mati.

Premanisme dalam palak memalak ini tidak selalu kasar bahkan umpan umpan janji palsu yang penuh kepura puraan ini dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi kebanggaan dan dibangga banggakan.

Aneh bin ajaib, preman dan premanisme yang menjadi benalu menguasai arena dan  berpesta di atas penderitaan tanpa merasa dosa.

Hukum dan penegakan hukum serta aparat penegak hukum menjadi harapan melawan preman dan premanisme.  Hukum dan aparaturnya adalah simbol peradaban termasuk penegakkan hukumnya. Hukum sebagai kesepakatan yang memiliki kekuatan politik sosial ekonomi dan berbagai gatra kehidupan lainnya menjadi simbol beradabnya suatu bangsa dan negara. Hukum sbg simbol peradaban memeikiki spirit untuk dpat diberdayakan :
1. Menyelesaikan konflik atau berbagai permasalahan yg kontra produktif secara beradab atau melalui tatanan atau aturan2 yg telah disepakati yg tertuang dalam hukum acara.
2. Mencegah agar tidak terjadi konflik yg lebih luas. Hal ini merupakan suatu upaya bahwa efek atau dampak dari penegakkan hukum atay hasil penegakkan hukum tidak sebatas projustitia atau demi keadilan namun juga dapat dimanfaatkan bagi upaya upaya : a. Pencegahan b. Perbaikan infrastruktur dan sistem2 pendukung bagi pelayanan kepada publik c. Peningkatan kualitas pelayanan kpd publik yg berstandar prima d. Pembangunan atau hal hal yg bersifat visioner problem solving dan penyiapan masa depan yang lebih baik.
3. Memberikan perlindungan pengayoman dan pelayanan kepada korban maupun pencari keadilan. Hukum melayani bagi private, corporate, institusi, kelompok masyarakat maupun bagi negara.
4. Membangun budaya tertib atau budaya patuh hukum
5. Adanya kepastian karena hukum merupakan panglima.
6. Mencerdaskan kehidupan bangsa karena merupakan bagian dari literasi dan edukasi

Hukum ini akan berjalan tatkala perangkat hukumnya aparaturnya lingkungan masyarakat dan infrastruktur dan sistem sistemnya saling mendukung. Tatkala masih ada dan banyak peluang memutarbalikkan dan mempermainkan hukum maka siapa yang kuat akan melibas dan menjadi pemenangnya. Hukum mandul bahkan bisa mati. Hukum sebagai simbol peradaban akan banyak hal yang digerus terutama yang berkaitan dengan sumber daya. Pendominasian pengeksploitasian hingga pendistribusian sumber daya akan menjadi potensi konflik. Tunggangan para preman biasanya pada primordialisme untuk mendapatkan legitimasi dan solidaritas. Premanisme mematikan hukum dengan keroyokkan mengatasnamakan rakyat walau merusak keteraturan sosial.

Aparat penegak hukum dengan segala infrastruktur dan segenap sistem pendukungnya memerlukan perlindungan dan back up political will dari para pemimpinnya dan adanya sistem yang kuat untuk mampu menghalau atau menindak tegas premanisme. Hal hal sepele saja tatkala penegak hukum menindak pelanggaran lalu lintas saja tatkala dilawan dimaki maki atau diabaikan atau bahkan diserang ini sudah pelecehan apa lagi sampai dianiaya sampai dibakar kantor atau dirusak kendaraan atau simbol simbol penegakkan hukum lainnya. Hal ini akan terus berulang tatkala tidak dimintakan pertangjawaban secara moral, secara hukum, secara administrasi bahkan secara sosial. Hukum memerlukan energi untuk dapat tegak berdiri dan ditaati. Inilah yang dikatakan negara harus menang dengan preman dan hukum tegak sebagai simbol kedaulatan kesatuan persatuan daya tahan daya tangkal bahkan sebagai daya saing. Chrysnanda Dwilaksana

Jkt Lembang 050623

Share
Leave a comment