UNHCR: Aliran Besar-besaran Pengungsi Sudan Bisa Picu Ketidakstabilan Kawasan
TRANSINDONESIA.co | Badan urusan pengungsi PBB (UNHCR) meminta negara-negara tetangga Sudan untuk tetap membuka perbatasan mereka untuk membantu orang-orang yang ingin mencari perlindungan dan keamanan.
Sejak pertempuran dimulai 15 April lalu antara pasukan militer Sudan melawan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF), alias Pasukan Dukungan Cepat, puluhan ribu warga Sudan terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk menyelamatkan diri.
Filippo Grandi, komisioner tinggi PBB untuk urusan pengungsi, telah berkali-kali mengulangi imbauan sekretaris jenderal PBB agar aksi kekerasan segera dihentikan, “dan agar seluruh pihak memilai upaya damai yang bermakna.”
“Ini amat sangat dibutuhkan,” ujarnya, “untuk mencegah terjadinya krisis pengungsi besar lain yang dapat semakin mendestabilisasi wilayah yang sudah rentan ini.”
Meski gencatan senjata antara kedua pihak yang bertikai telah diperpanjang, pertempuran masih dilaporkan terjadi di Khartoum dan di wilayah barat Darfur hari Kamis (27/4).
Farid Aiywar, ketua delegasi Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di Sudan (IFRC) menyatakan keprihatinan yang mendalam bahwa setelah hampir dua minggu pertempuran “tidak ada tanda-tanda perbaikan atau semacam penurunan dalam hal pertempuran dan juga kemudahan tantangan kemanusiaan.”
Ia menuturkan, “Masalah utamanya masih terkait kekurangan makanan, air, obat-obatan dan bahan bakar, serta komunikasi dan listrik yang terbatas. Di Khartoum, banyak keluarga yang terus tertahan di rumah mereka dan meminta dievakuasi.
Akan tetapi, sebagian besar wilayah belum aman untuk mereka lalui,” ungkapnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, terdapat 4.075 korban luka dan 459 korban jiwa di 25 fasilitas kesehatan yang masih tersisa, meski “jumlah sebenarnya lebih dari itu,” kata Nima Saeed Abid, perwakilan WHO di Sudan.
“Jumlah korban jiwa sebenarnya jauh lebih tinggi,” katanya. Ia menambahkan bahwa 32% fasilitas kesehatan di negara itu telah ditutup karena terkena serangan dan sebagian telah diubah menjadi markas militer.
Perwakilan IFRC Aiywar mengatakan bahwa lebih dari 40.000 sukarelawan terlatih Bulan Sabit Merah yang ditempatkan di seluruh 18 negara bagian Sudan siap mendukung layanan kemanusiaan ketika situasinya sudah membaik.
Sayangnya, berlanjutnya pertempuran tampaknya memicu semakin banyak orang yang mengungsi ke dalam dan luar negeri, seiring semakin banyaknya orang yang mencari perlindungan keamanan.
Juru Bicara UNHCR Olga Sarrado mengatakan, badannya bekerja sama dengan erat dengan para mitra dan pemerintah di wilayah tersebut untuk menilai kebutuhan apa saja yang diperlukan para pengungsi dan meningkatkan upaya untuk membantu mereka.
“Dampak kemanusiaan krisis ini akan sangat parah,” ujarnya. Ia mencatat bahwa Sudan sendiri menampung lebih dari satu juta pengungsi dan melayani 3,7 juta pengungsi dalam negeri sebelum konflik terbaru terjadi.
“Semua operasi UNHCR di negara-negara tetangga Sudan yang terdampak oleh situasi darurat baru ini sudah lebih dulu menampung pengungsi dalam dan luar negeri dalam jumlah besar dan juga sangat kekurangan dana,” ungkapnya. [voa]