TRANSINDONESIA.co | Oleh: Irjen Pol Prof. Chrysnanda Dwilaksana
Hukum dan aparaturnya adalah simbol peradaban termasuk penegakkan hukumnya. Hukum sebagai kesepakatan yang memiliki kekuatan politik sosial ekonomi dan berbagai gatra kehidupan lainnya menjadi simbol beradabnya suatu bangsa dan negara. Hukum sebagai simbol peradaban memeikiki spirit untuk dapat diberdayakan:
1. Menyelesaikan konflik atau berbagai permasalahan yang kontra produktif secara beradab atau melalui tatanan atau aturan yang telah disepakati yang tertuang dalam hukum acara.
2. Mencegah agar tidak terjadi konflik yang lebih luas. Hal ini merupakan suatu upaya bahwa efek atau dampak dari penegakkan hukum atau hasil penegakkan hukum tidak sebatas projustitia atau demi keadilan namun juga dapat dimanfaatkan bagi upaya upaya :
a. Pencegahan
b. Perbaikan infrastruktur dan sistem pendukung bagi pelayanan kepada publik
c. Peningkatan kualitas pelayanan kepada publik yang berstandar prima
d. Pembangunan atau hal hal yang bersifat visioner problem solving dan penyiapan masa depan yang lebih baik.
3. Memberikan perlindungan pengayoman dan pelayanan kepada korban maupun pencari keadilan. Hukum melayani bagi private, corporate, institusi, kelompok masyarakat maupun bagi negara.
4. Membangun budaya tertib atau budaya patuh hukum
5. Adanya kepastian karena hukum merupakan panglima.
6. Mencerdaskan kehidupan bangsa karena merupakan bagian dari literasi dan edukasi
Hukum dan penegakkan hukum seringkali tidak dapat berjalan sebagaimana semestinya. Pengabaian atas aturan penyerangan kantor kantor penegakkan hukum maupun petugas penegak hukum ini merupakan perusakkan peradaban. Ikon atau simbol hukum merupakan ikon atau simbol peradaban. Yang tatkala diserang dirusak apalagi menganiaya dengan cara brutal terhadap petugas di lapangan ini merupakan suatu hal brutal, pembodohan dan merusak keteraturan sosial. Bisa juga dikatakan bahwa ini kebiadaban. Seumpama ada hal yang tidak tepat atau hal yang mengganggu atau timbul rasa ketidak adilan ada mekanismenya untuk mewadahi dan bukan main hakim sendiri.
Cara cara preman seringkali dipilih dan ujung ujungnya minta maaf dan akan berulang berulang. Apa yangg dilakukan dengan gaya preman ini merupakan bentuk pelecehan atas peradaban kemanusiaan dan keteraturan sosial. Apa yang dilakukan dengan cara brutal turun kejalan merusak fasilitas publik ini jelas jelas melanggar ham atau hak orang banyak. Mengatasnamakan sesuatu apalagi rakyat seolah apa saja boleh dilakukan.
Hukum ini akan berjalan tatkala perangkat hukumnya aparaturnya lingkungan masyarakat dan infrastruktur dan sistem sistemnya saling mendukung. Tatkala masih ada dan banyak peluang memutarbalikkan dan mempermainkan hukum maka siapa yang kuat akan melibas dan menjadi pemenangnya. Hukum mandul bahkan bisa mati.
Hukum sebagai simbol peradaban akan banyak hal digerus terutama yang berkaitan dengan sumber daya. Pendominasian pengeksploitasian hingga pemdistribusian sumber daya akan menjadi potensi konflik. Tunggangan para preman biasanya memanfaatkan primordialisme untuk mendapatkan legitimasi dan solidaritas. Premanisme mematikan hukum dengan keroyokkan mengatasnamakan rakyat walau merusak keteraturan sosial.
Aparat penegak hukum dengan segala infrastruktur dan segenap sistem pendukungnya memerlukan perlindungan dan back up system yang kuat untuk mampu memghalau atau menindak tegas premanisme. Hal hal sepele saja tatkala penegak hukum menindak pelanggaran lalu lintas saja tatkala dilawan dimaki maki atau diabaikan atau bahkan diserang ini sudah pelecehan apa lagi sampai dianiaya sampai dibakar kantor atau dirusak kendaraan atau sistem penegakkan hukum lainnya.
Hal ini akan terus berulang tatkala tidak dimintakan pertangjawaban secara moral, secara hukum, secara administrasi bahkan secara sosial. Hukum memerlukan energi untuk dapat tegak berdiri dan ditaati. Inilah yang dikatakan negara harus menang dengan preman dan hukum tegak sebagai simbol kedaulatan kesatuan persatuan daya tahan daya tangkal bahkan sebagai daya saing.
Membangun ketaatan dan kepatuhan hukum yang anti premanisme diperlukan adanya “rukun”.
Membangun soliditas dan solidaritas yang mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara salah satunya dengan membangun masyarakat sadar wisata (masdarwis). Rukun dslsm kehidupan sosial kemasyarakatan begitu kompkeks dan banyak hal yang dapat dikembangkan terutama untuk menangkal premanisme.
Tatkala penguasaan wilayah dan pengelolaan keamanan ala premanisme menjadi unggulan maka masdarwis akan jalan ditempat dan mati kekeringan.
Premanisme secara awam dapat dipahami dari cara memperoleh sumberdaya, antara lain dengan memalak/ memeras, menerima suap, kucing kucingan untuk hal ilegal, tidak transparan dan menghalalkan segala cara. Tidak peduli lagi dengan etika ataupun moralitas sebagai anak bangsa atau sebagai anggota warga masyarakat. Tanpa malu tanpa ragu yang penting senang yang penting menang. “Asu gede menang kerahe”. Yang berbeda akan dilibasnya semua ditunjukkan dengan memaksa. Masdarwis akan hancur akibat cara cara preman.
Preman tidak peduli akan dampak luas tindakannya, bisa merekrut atau memberdayakam siapa saja untuk menjadi agen maupun jejaringnya.
Preman hidup sebagai benalu, menikmati dari keringat orang lain. Andalannya mengancam, memaksa dengan tindakan yang anarkis.
Membangun masdarwis konsep utamanya “rukun”. Tatkala warga solid dan rukun maka akan mampu bergerak dan bekerja dengan rasional.
Keteraturan sosial, peradaban bagi meningkatnya kualitas hidup merupakan cara beradab yang patuh hukum. Masdarwis, sadar akan potensi wilayahnya. Sadar bahwa potensi wilayahnya adalah sumber bagi hidup dan kehidupannya. Sumber daya yang menjadi keunggulan dan kebanggaannya. Mencerdaskan kehidupan bangsa bisa dikatakan absurd namun secara pragmatis dapat dilakukan melalui masdarwis bagi semakin manusiawinya manusia.
Masdarwis hidup dan memberi kehidupan, rukun, memberdayakan, menginspirasi dan bahkan memberi solusi. Masdarwis mampu menjaga dan menumbuhkembangkan cinta kebangsaan bahkan hingga berwirausaha.
Kamis Putih 060423