Amnesty International Indonesia, Pemenjaraan Budi Pego Cederai Wajah Badan Peradilan, termasuk Mahkamah Agung

TRANSINDONESIA.co | Menanggapi penangkapan aktivis pembela hak asasi manusia dan lingkungan hidup di Banyuwangi, Heri Budiawan alias Budi Pego, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan penangkapan ini menunjukkan semakin sempitnya ruang sipil, termasuk mereka yang berusaha melindungi lingkungan. Jelas sekali Budi Pego ditangkap hanya karena memiliki sikap yang kritis atas proyek tambang emas di lingkungannya.

“Alih-alih melindungi hak Budi untuk berpendapat dan berekspresi damai, aparat penegak hukum justru membungkamnya. Ini juga mencederai wajah badan peradilan tertinggi, yaitu Mahkamah Agung yang merupakan benteng terakhir keadilan,” kata Usman Hamid dikutip dalam keterangannya, Senin (27/3/2023).

“Penangkapan ini bisa memunculkan efek gentar bagi siapa saja yang memiliki pendapat berbeda dari kebijakan yang didukung negara, terutama pembela HAM, aktivis lingkungan dan masyarakat lokal yang berjuang menyelamatkan dan melindungi lingkungan dari kerusakan.

“Padahal sudah banyak pejabat termasuk Presiden Joko Widodo yang berkali-kali menyerukan agar setiap orang ikut ambil bagian dalam upaya menyelamatkan lingkungan hidup.

“Apa yang menimpa Budi Pego menunjukkan bahwa negara melalui pemerintah khususnya aparat kepolisian dan kejaksaan justru terlihat inkonsisten dengan komitmen mengatasi perubahan iklim dan melindungi sumber daya alam, seperti yang selalu disuarakan di forum-forum nasional dan internasional.

“Kami mendesak agar Budi Pego segera dibebaskan dengan tanpa syarat dan bisa menjalani proses hukum secara adil, memiliki akses pendampingan dan keluarga. Berpendapat itu tidak tidak boleh diintervensi. Dan berekspresi secara damai bukan tindak kriminal.”

Latar Belakang

Menurut informasi kredibel yang diterima Amnesty International Indonesia, Heri Budiawan alias Budi Pego tiba-tiba ditangkap tanpa penjelasan oleh belasan anggota Polresta Banyuwangi dan Kejaksaan Negeri Banyuwangi pada Jumat sore (24/3) sekitar pukul 17.00 WIB.

Budi Pego langsung ditahan dan saat ini berada di Lapas Banyuwangi dengan penahanan dari Kejaksaan RI Banyuwangi. Penahanan atas Budi Pego didasarkan pada putusan kasasi Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara terhadap dirinya. Penahanan ini sendiri sudah dipeti-es-kan selama 5 tahun.

Kasus yang menjerat Budi bermula pada Maret 2017 saat dia dan puluhan warga Desa Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi, mendapat informasi kegiatan pertambangan di desa mereka. Lokasi ini dikenal oleh warga setempat dengan nama Gunung Gamping.

Pada 4 April 2017, berlangsung aksi protes dan pembentangan spanduk menolak tambang, namun aksi itu dituduh aparat keamanan telah menggunakan logo mirip palu arit di spanduk aksi.

Pada 13 Mei 2017, Budi bersama tiga warga lainnya menerima surat panggilan dari kepolisian setempat sebagai tersangka tindak pidana melakukan penyebaran dan mengembangkan ajaran komunisme, marxisme-leninisme di muka umum dengan media tulisan (spanduk). Ia dijerat dengan pasal 170a UURI No. 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.

Lalu pada 4 September 2017, Budi ditahan oleh Kajari Banyuwangi untuk diadili. Namun, walau Jaksa Penuntut Umum tidak pernah mampu menghadirkan bukti fisik spanduk yang dituduhkan dalam setiap persidangan, Budi tetap divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi pada Selasa, 23 Januari 2018 dengan hukuman penjara 10 bulan.

Pada 14 Maret 2018 Majelis hakim PT Jawa Timur yang diketuai oleh Edi Widodo memutuskan menerima permohonan banding JPU Kajari Banyuwangi. Dan memutus pidana penjara selama 10 bulan terhadap Budi Pego.

Kemudian pada 16 Oktober 2018, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Budi Pego. Bahkan hakim MA mengubah putusan PN Banyuwangi dan PT Jawa Timur mengenai pidana penjara yang bersangkutan menjadi 4 (empat tahun).

Tanggal 7 Desember 2018, Budi mendapatkan sepucuk surat dari Kajari Banyuwangi (Surat Panggilan Terpidana), yang bertujuan untuk pelaksanaan putusan MA tersebut (eksekusi tahap I). Namun anehnya, pasca terbitnya surat eksekusi I tersebut, tim kuasa hukum dan Budi Pego belum menerima salinan putusan Kasasi.

Tanggal 21 Desember 2018, Heri Budiawan kembali mendapatkan surat panggilan eksekusi tahap II, yang akan jatuh pada Kamis, 27 Desember 2018. Dan sekali lagi hingga hari ini, tim kuasa hukum dan Heri Budiawan tetap belum menerima salinan putusan Kasasi.

Selain kasus kriminalisasi atas Budi Pego, hadirnya industri pertambangan di Gunung Tumpang Pitu Banyuwangi – yang dioperasikan oleh anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold Tbk, yakni PT BSI dan DSI dari sejak tahun 2012, juga telah menyebabkan kriminalisasi pada tahun 2015 (8 orang warga menjadi korban). Lokasi IUP PT BSI dan PT DSI ini terletak di beberapa desa di Kecamatan Pesanggaran, dengan IUP OP BSI seluas 4.998 ha, dan IUP Eksplorasi DSI seluas 6.623 ha.

Amnesty International Indonesia mencatat dari periode Januari 2019 hingga Mei 2022 terdapat setidaknya 37 kasus penyerangan terhadap pembela lingkungan hidup dan hak atas tanah, yang menimbulkan sedikitnya 172 korban. Selama periode itu, jumlah korban paling banyak terjadi pada 2020 sebanyak 79 orang. [rls]

Share
Leave a comment