Sakitnya di Sini : Sakit dan Sulitnya Merubah Mind Set

TRANSINDONESIA.co | Tatkala kita gembar gembor ingin melakukan perubahan ternyata malah disalahpahami atau malah dimusuhi. Bisa juga disalah salahkan, dianggap tidak waras dianggap aneh nyleneh dan tidak seperti pada umumnya.

Hadap kanan grak!!! Perintah jelas dan tegas satu orang hadap kanan dan 99 orang lainnya hadap kiri, maka siapa yang dianggap salah? Yamg disalahkan? Yang dianggap gila? Pasti yang satu orang ini. Waras di kampung gila tentu menyakitkan kalau tidak ikut gila sekalian? Kebiasaan ini yang dianggap baik dan benar.

Orang Indonesia ke Jepang melihat aparaturnya baik dalam melayani dan profesional, tidak memeras tidak terima suap. dipuji puji oleh orang Indonesia: “anda baik dan benar, sungguh luar biasa”.

Apa yang terjadi, orang Jepangnya bingung: “saya tidak luar biasa saya biasa biasa saja karena ini pekerjaan saya”.

Suatu ketika orang Jepang ke Indonesia, melihat banyak ketimpangan di sana sini bahkan ada yang meras, ada yang terima suap, elek elekan kerjanya.

Orang Jepang itu heran sekala dan berkata: “anda kok jahat sekali ya?”
Orang Indonesia itu menjawab: “jahat? Saya tidak jahat, saya biasa biasa saja ini pekerjaan saya”.

Betapa sulit dan sakitnya memajukan dan memodernkan birokrasi untuk rasional agar bekerja profesional, cerdas, bermoral dan modern. Karena seperti ngajar di lingkungan yang sudah terbelenggu daya nalar dan logikanya.

Contoh saja membangun sistem pelayanan publik yang berbasis elektronik. Untuk dapat melayani 1×24 jam sehari dan 7 hari seminggu terus menerus tanpa henti. Ternyata dioperasionalkan seperti jam kerja siang. Ada jam istirahat. Tanggal merah dimatikan. Tatkala dilakukan sidak benar adanya semua dikunci lampu mati layar dan sistem sistem ini dimatikan.

Tidak ada satu orangpun yang menjaga. Tatkala ditanya mengapa bisa seperti itu? Jawabannya benar benar menyakitkan kepala (bagi yang waras).

Ada yang menjawab; “anak buah lelah karena habis kerja keras”. Ini jawaban ajaib malah dianggap benar dan cerdas.

Ada yang menjelaskan: “kami pelaksana terserah kebijakan yang melaksanakan”. Jawaban ini bagai memaku kepala dan langsung membuat asam lambung naik.

Ada yang menjawab: “akan kami koordinasikan kembali”. Jawaban ini bagai menyayat nyayat hati.

Ada yang menjawab ya idealnya 24 jam”. Betapa mereka enteng dan menganggap mengistirahatkan sistem online berbasis elektronik ini seperti mengistirahatkan jantung.

Jangan jangan ada yang menjawab:” aman aman saja, biasa sajalah ga usah marah marah”.  Mendengar jawaban jawaban itu, rasanya sesak nafas, sambil menunjukan: “sakitnya di sini”.

Merubah mind set dan membangun birokrasi yang rasional butuh waktu dan setidaknya core valuenya pada yang ideal. Memikirkan cara agar aktualnya tidak berbeda atau bertentangan dengan yang ideal.

Sulitnya mengimplementasikan yang baru. Zona nyaman memang memabukkan membuat lelah dan malas berpikir. Copy paste, mengulang ngulang yang sudah ada yang sudah lazim dijalankan. Sesuatu yang baru dan penuh tantangan tidak menarik bahkan dianggap ancaman. Walaupun yang baru lebih waras, menjanjikan dan ada harapan serta kepastian. Keengganan menerima hal hal baru merefleksikan betapa berat dan sulitnya mereformasi, memodernasi apalagi merubah mind set dan culture set.

Sesuatu ide atau gagasan baru biasanya akan dipatahkan disangkal yang dalam bahasa jawanya dikatakan ngedas ngendasi untuk digagalkan. Kalimat yang sering muncul : “sudahlah ikuti saja, ini sdh bagus tdk perlu dirubah rubah”. Kaum ngendas ndasi ini kaum apatis dan kaum malas dan lelah berpikir. Kalau kerja klabrakan bagai ayam dilempar dalam kolam atau sungai.

Cara kerja klabarak an jelas tidak sistematis, ibarat baca buku yang tanpa daftar isi dan halaman serta tersusun secara serampangan. Hal hal lain yang ditunjukkan adalah rasa ketakutan kehikangan hak istimewanya (previledge).

Apalagi tatkala hal baru itu menggunakan sistem elektronik yang terhubung/ on line dan terintegrasi. Jelas membuat njenggirat langsung menolak. Mengapa demikian? Karena sistem elektonik yang terintegrasi ini ibarat ngathoki thuyul.

Thuyul mahkluk mitologi yang dikenal suka mencuri uang dan proses pencurianya thuyul selalu telanjang. Tatkala thuyul kathok an atau bercelana tentu akan ketahuan. Sistem E dan smart ini program ngathoki thuyul yang kerennya dikatakan anti korupsi yang mengarah kerja profesional dan rasional.

Kesulitan di dalam memodernisasi atau memperbaharui yang sudah mapan atau nyaman ibarat menggeser batu sebesar rumah dengan tenaga manusia  secara manual. Mungkin ekstrimnya mendorong mobil di tanjakkan di hand rem dan rodanya kotak masuk gigi tiga.

Membuat orang mau menerima perubahan ini perlu proses pendampingan dan tidak cepat dan sangat berat. Namun semua ini perlua adanya:

1.  Kepemimpinan yang transformatif dengam kebijakan visioner proaktif problem solving yang dijalankan secara konsisten dan konsekuen,
2. Menyiapkan tim transformasi sebagai tim kendali mutu atau tim back up,
3. Menyiapkan master trainer dan trainer, untuk melatih dan menjadi mentor kepada orang atau kelompok  visioner yang memiliki spirit perubahan. Yang didukung dengan sistem atau infrastruktur yang sesuai dengan konteksnya,
4. Membuat program program unggulan yang disosialisasikan secara terus menerus,
5. Diterapkan melalui pilot project,
6. Senantiasa ada monitoring dan evaluasi serta diteraokan sistem reward and punishment,
7. Dibuat pola pengembangan untuk selalu adanya kebaruan atau peningkatan kualitas.

Mau dan mampu inilah harapan terjadinya perubahan. Tatkala ada yang baru diberi ruang untk hidup dan berkembang. Yang antipati terhadap kaum yang ngendas ngendasi dari kaum yang mapan dan nyaman yang lelah dan malas berpikir.

Mereka akan mati matian  menutupi ketidak mampuanya/ketidak tahuanya atau ketidak mauanya dengan menunjukkan jawaban jawaban asnjep (asal njeplak), sikap tidak mau tahu dan jurus jurus pokok  è walaupun menunjukan pekok e akan terus dikeluarkan untuk menggagalkan perubahan.*

Chrysnanda Dwilaksana
Banjarsari 221222

Share