Menjaga Satu IDI, Amanat yang Konstitusional

TRANSINDONESIA.co | Jika masih ada yang bertanya, apakah Organisasi Profesi Dokter bisa lebih satu?

Juridis formal, tidak! Merujuk Pasal 1 angka 12 UU Praktik Kedokteran (Prakdok) menormakan Organisasi Profesi adalah IDI.

Pembuat Undang-undang tegas menyebutkan IDI adalah Organisasi Profesi untuk dokter, bahkan dengan memberikan sejumlah kewenangan dan wewenang menjalankannya. Pakar menyebutnya wewenang tugas kenegaraan.

Jadi, maksud asli (original intens) pembuat Undang-undang bahwa Organisasi Profesi dokter hanya IDI saja.

Norma hukum positif itu bersesuaian (conformity) dengan Mukaddimah Anggaran Dasar (AD) IDI dan Pasal 6 AD IDI, bahwa IDI adalah Organisasi Profesi.

Sebab itu, jelas bisa dibedakan dengan nalar bahwa menurut hukum yang berlaku sah, IDI bukan organisasi kemasyarakatan (Ormas).

Merujuk Pasal 14 ayat (1) AD IDI, struktur kepemimpinan IDI tingkat pusat terdiri atas PB IDI, MKKI (Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia), MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran), MPPK (Mejelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian). IDI mengakui pemisahan/pembagian kepemimpinan antara PB IDI, MKKI, MKEK, MPPK.

Seperti organ bernegara, agaknya IDI entah mengikuti ajaran “trias politica” dalam hukum tata negara. Yang kiranya saya bisa menyebutnya dengan “Quarta Politica” sebagai ontologis struktur kepemimpinan/kekuasaan IDI.

Dari analisis struktur kepemimpinan, PB IDI bukan atasan MKKI, MKEK dan MPPK. Demikian pula MKKI, MKEK dan MPPK bukan subordinat PB IDI, namun memiliki wewenang dan bertanggungjawab pada bidang tugas masing-masing. Tidak bisa intervensi. Dari narasi itu, publik bisa mencerna apa artinya Putusan MKEK bagi dokter anggota IDI yang diperiksa dan “diadili” majelis etiknya.

Struktur rumah besar IDI sedemikian adalah aspirasi dan pilihan rasional yang berasal dari bawah/praksis lapangan. Juga, memiliki justifikasi sosio-profesional, karena dibahas/dikaji, diuji/dievaluasi dan disahkan melalui Muktamar IDI setiap 3 tahun.

Sebab itu, bukan hanya memiliki justifikasi hukum namun sosiologi organisatoris. Publik cq pasien berhak atas IDI tangguh tak diintervensi menjaga profesi mulia dokter. Yang disebut MK RI dalam pertimbangan putusannya ikhwal status norma Organisasi Profesi IDI, sebagai profesi istimewa.

Kenapa? Karena terikat 3 norma: hukum, disiplin dan etika.
Untuk menjalankan amanat konstitusi Pasal 28H ayat 1 UUD 1945 yang diselesaikan negara kepada dokter. Memangnya bisa negara melakukan layanan, asuhan dan tindakan medis? Pergi ke ruang operasi? Membuat pemeriksaan kesehatan sendiri? Butuh pemeriksaan medis dan pernyataan medis dokter cq.IDI, pasti!

Patuhi Konstitusi, Lindungi Dokter, Jaga IDI. Tabik.*

(Muhammad Joni, SH.MH., Komunitas Sahabat Dokter)

Share
Leave a comment