Pengorbanan dan Keutamaan Adipati Karna

TRANSINDONESIA.CO | Karna atau Adipati Karna sang atau Raja Angga atau Radeya juga dikatakan sebagai Surya Putra, anak Dewi Kunti. Pada saat itu Dewi Kunthi masih lajang belum menikah. Karna lahir dikarenakan kesalahan yang dilakukan oleh Kunti. Dalam epos Mahabharata pada bagian Adi Parwa disebutkan bahwa Dewi Kunti diminta menjamu Resi Durwasa.

Resi Durwasa merasa gembira atas jamuan dari Kunti dan menganugerahinya ilmu Adityahredaya, yang dapat digunakan untuk memanggil para dewa. Karena merasa penasaran dengan ilmu tersebut, Kunti pun mencoba pada pagi hari, memanggil Dewa Surya. Dewa Surya pun hadir akibatnya, Dewa Surya menganugerahinya seorang anak laki-laki. Kunti menolak karena ia hanya ingin mencoba ilmu tersebut namun semua sudah terjadi. Demi menjaga nama baik keluarga anak laki laki tersebut dihanyutkan di sungai dan ditemukan seorang kusir yang bernama Radeya dan diangkat sebagai anaknya.

Karna hidup penuh dengan penderitaan dan penghinaan. Ia tak berdaya atas kastanya sebagai anak kusir. Ia berjuang menunjukkan sebagai ksatria hebat. Kerja kerasnya tak sia sia. Namun ia terjerat atas tipu daya Duryudana yang memberinya pangkat jabatan dan kekayaan. Pada perang Barata Yuda ia dengan terpaksa membela kurawa. Namun di saat bertanding satu lawan satu dengan Arjuna. Basudewa Krisna memberi suatu pencerahan dan membatu melebur atas segala kesalahan dan dosanya.

Basudewa Krisna mengingatkan bahwa perang besar Bharata Yuda akibat tiga ksatria besar ( Bisma, Durna dan Karna) lemah dan tidak membela kebenaran. Namun justru sebaliknya membela keangkaramurkaan Duryudana atas hasutan pamannya Sangkuni. Lupa bahwa :” kebenaran adalah dari apa yang dilakukan dengan sepenuh hati dan dengan moralitas dalam mengikuti jalan Tuhan”.

Kebenaran tidak lagi terlihat tatkala hati nurani nya seakan tertutup untuk membimbing ke arah kebenaran. Pangkat jabatan kekayaan telah membutakan seakan berlumuran dosa namun ada pengampunan tatkala ada kesadaran dan pengorbanan sehingga terlepas dari jahat dan tidak hanyut dalam kejahatan.

Karna dianggap tidak berdaya menegakkan kebenaran dan keadilan karena terjerat hutang budi.Kebenaran tak lagi menjadi keutamaannya sehingga membela kaum yang penuh dengan kelicikan tipu daya. Karna walaupun ksatria hebat dan selalu diingatkan oleh Rosali istrinya namun sangat lemah di hadapan Duryudana. Sangat mudah jatuh dalam sumpah dan janjinya yang lagi lagi jatuh dalam dosa dan kejahatan berulang ulang tanpa mampu melepaskan dari cengkeraman Duryudana.

Kesuksesan dunia telah beban bagi hidupnya karena diperoleh dan dilakukan dengan cara yang sarat dengan dosa dan kejahatan. Karna sakan telah kecanduan akan dosa dan kejahatan tatkala di hatinya sarat dengan keserakahan dan iri dengki dan hasrat balas dendam membara di hatinya. Penindasan atas kebenaran akan terus ada dengan berbagai kerudung pembenaran tatkala perebutan tahta Hastina yang sarat dengan ketidakadilan

Namun sebenarnya keberanian untuk berkorban dengan melepas rompi dan anting pelindung dirinya telah di serahkan kepada dewa Indra. Ia merelakan barang dewa tidak boleh diikutsertakan dalam peperangan. Inipun telah dianggap Basudewa Krisna telah ikut menegakkan kebenaran dan keadilan.
Karna semasa hidupnya banyak mengalami penderitaan dan penghinaan sebagai anak kusir sehingga ia terus menerus  berusaha dan bersumpah untuk menunjukkan bahwa ia sebagai ksatria utama.

Sehingga ia larut dalam ego dan ketamakan yang menyelimuti dan menguasai pikiran dan jiwanya. Hidup memang memerlukan  pemenuhan kebutuhan bagi hidup dan penghidupannya namun jalan pemenuhan itu dijerat dan dimanfaatkan Duryudana untuk melawan Pandawa yang sebenarnya adalah adik adiknya sendiri.

Basudewa Krisna dengan segala kebajikan sebagai titisan Dewa Wisnu sehingga Karna sadar dan memiliki ketenangan adalah kekuatan jiwa untuk rela berkorban gugur di tangan Arjuna yang sebenarnya adik kandungnya sendiri. Karna meminta agar kematiannya dikenang sebagai ksatria utama. Karna dapat mengendalikan amarahnya dengan tenang walau dalam titik nadir terberat dalam hidupnya menghadapi kematian.

Hidup Karna telah memenuhi harapannya bahkan mati mulia gugur di medan laga walau proses panjang perjuangan hidup yang harus dilaluinya untuk menghadapi dan mengatasi ancaman, tantangan, hambatan yang penuh perjuangan bahkan pengorbanan. Keutamaan Karna telah diuji dalam berbagai kesedihan, ketakutan, kesakitan, kehinaan bahkan kematiannya. Itu semua telah terlewati ia menjadi legenda yang abadi atas hidup dan kehidupannya.Pengorbanan Karna di medan laga membebaskan dari dosa dan jerat jiwa atas keserakahan, kejumawaan dan kembali pada kebaikan kebenaran. Kehormatannya diperoleh bukan dari pangkat derajat kekayaan kepandaian bahkan juga bukan dari kekuasaannya melainkan dari pengorbanannya. Hingga kini cerita perang tanding antara Arjuna dan Karna dikenal sebagai Karna Tanding. Karna banyak menginspirasi banyak hal atas hidup dan kehidupan manusia.*

Lewat Senja Dalam Guyuran Hujan 080921
Chryshnanda Dwilaksana

Share