Dedukasi Keilmuan #2 Hari Esok Harus Lebih Baik Dari Hari Ini

"Demi waktu sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan serta saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati dalam kesabaran"

TRANSINDONESIA.CO | Sudah lama kita mendengar nasehat “Hari Esok harus lebih baik dari hari ini” yang menjadi nilai-nilai penyemangat bagi kita untuk terus produktiv dalam kehidupan. Dalil ini merupakan penguat bagi kita dalam melakukan program kontinyus improvement. Sudah menjadi sarat mendasar jika kita ingin meningkatkan kualitas hidup kita maka kita harus terus mengupgrade diri kita. Namun untuk melakukan hal ini memang bukan sesuatu yang mudah, dibutuhkan tekad dan komitmen yang kuat agar setiap diri mampu dan mau menjalankan program peningkatan berkelanjutan.

Dalam sebuah dalil Surat Al-Insyirah ayat 7 disebutkan;
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

Konsep manajemen waktu yang di tuangkan dalam dalil di atas menunjukan betapa pentingnya memanfaatkan waktu semaksimal mungkin. Bagi masyarakat ilmiah telah terbangun budaya dalam menghargai waktu, setiap punya kesempatan selalu dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas yang bermanfaat. Yang terutama dilakukan adalah senantiasa mengupgrade diri untuk membekali diri agar semakin memiliki keahlian dan kompetensi yang memadai dalam mengarungi kehidupan yang penuh dengan kompetisi.

Era disrupt yang luar bisa turbulensinya akan disikapi dengan bijak oleh masyarakat ilmiah dengan membekali diri semaksimal mungkin agar tercapai sebuah kehidupan yang berkualitas.

Rujukan lainya yang sangat kuat agar kita menghargai waktu adalah apa yang di tuangkan dalam suart Al-Ashr ayat 1 sd 3, yaitu:
Demi waktu sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan serta saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati dalam kesabaran“.

Dalil ini merupakan sebuah konsep yang memaksa kita semua untuk merasa memiliki kewajiban mempergunakan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat. Kesadaran dan komitment kita harus diperjuangkan agar mampu mengimplementasikan kaidah dalil ini. Kita perlu melakukan instrospeksi diri seberapa jauh kita sudah menggunakan karunia waktu yang ada guna melakukan hal-hal positif yang akan berguna bagi umat manusia.

Berapa prosentase waktu dari kita yang benar-benar memiliki nilai kebermanfaatan yang maksimal. Sudahkan semua aktivitas kita ini memberikan impact kegunaan bagi kehidupan. Jika semua ini masih jauh dari harapan maka kita harus insyaf atas kesalahan kita menyia-nyiakan waktu dan bahkan mempergunakan untuk berbagai hal yang sia-sia.

Pada akhirnya, kita akan terus mencari makna hidup yang sesungguhnya jika kita ingin mendapatkan ketentraman batin dan kepuasan hati karena setiap manusia dilahirkan disertai dengan hati nurani. Ketidak bermanfaatan yang dilakukan akan membawa rasa tidak nyaman karena seperti ada hal-hal yang salah dalam kehidupan kita.
Terlebih lagi jika kita mendalami sebuah dalil yang menyebutkan tentang pentingnya membaca.

Bacalah (Iqro) dengan nama Tuhan mu“, sebuah perintah bagi kita untuk senantiasa melakukan pembacaan. Perintah ini tidak hanya mencakup melakukan pembacaan tulisan, namun yang lebih penting juga adalah membaca keadaan, membaca fakta-fakta empiris, dampak dan manfaat dari perilaku kita.

Bagi seorang pebisnis sudah barang tentu membaca perubahan pasar dan kondisi lingkungan sangat penting dilakukan. Demikian juga bagi para peneliti sudah tentu akan secara serius membaca data dan fakta yang sangat penting di dalami.

Salah satu kesalahan terbesar manusia yang pertama adalah gagal untuk membaca data kondisi terkini baik internal maupun external. Semua melompat kepada membuat program dan rencana tanpa didasarkan pada data dan fakta. Terlebih lagi setelah program tersebut dijalankan tidak dilakukan lagi pembacaan pada capaian indikator-indikator penting yang seharusnya menjadi pointer utama dalam mengevaluasi keberhasilan program kita. Banyak fihak yang hanya focus bagaimana menghabiskan anggaran tanpa pernah secara jujur dan serius melihat grafik capaian indikatornya. Bahkan data-data sering dimanipulasi untuk kepentingan pencitraan.

Semua dalil-dalil yang telah diuraikan ini sesungguhnya telah diajarkan dan diimplementasikan oleh manusia zaman dahulu dan pada masa itu umat manusia telah mengalami zaman keemasan.

Hari ini masyarakat ilmiah sangat menjaga budaya continues improvement sebagai fondasi penting dalam menjaga kualitas hidup yang tinggi. Masyarakat ilmiah memiliki harga diri yang tinggi untuk menjaga perilaku dan sikap yang terpuji, tinggal apakah kita akan tetap terpuruk dalam gelimang kebodohan dan kekonyolan atau segera insyaf untuk mengupgrade diri.

Salam Perubahan Menuju Kehidupan Berkualitas.*

Dr. Daduk Merdika Mansur
[Peneliti dan Praktisi Human Capital Development]

Share
Leave a comment