Renungan di Hari Pendidikan Nasional

TRANSINDONESIA.CO | Ada yang berpendapat bahwa pendidikan itu lebih penting dari praktek atau kerja langsung di lapangan. Karena tanpa dasar pengetahuan secara teoritikal maupun konseptual dapat terjadi kesalahan atau hanya begitu begitu saja. Namun sebaliknya ada yang mengatakan praktek kerja lapangan lebih penting daripada berteori bikin ribet. Toh ijazah sebatas persyaratan administrasi.

Perbedaan pandangan sekedar analogi awam, bukan untuk mencari benar salah atau menyalahkan yang satu membenarkan yang lain. Melainkan bagaimana melihat pada peradaban yang konteksnya berkaitan dengan hidup dan kehidupan, menjadi fokus karena pada hakekatnya peradaban di bangun bagi manusia manusia dan kemanusiaannya. Peradaban bagi hidup dan kehidupan untuk meningkatnya kualitas hidup masyarakat maka arena atau ruang di mana mereka beraktifitas menghasilkan produksi bagi bertahan hidup tumbuh berkembang dituntut adanya keteraturan. Boleh dikatakan membangun keteraturan itu dari kemampuan memanage berbagai sumber daya yang ada sehingga dapat ditumbuhkembangkan atau setidaknya dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Baca: Pendidikan untuk Menghasilkan Siapa Bukan Sekedar Apa dan Bagaimana

Kembali pada konteks pendidikan untuk apa? Menjawab hal tersebut tentu jawabannya bervariasi, namun tatkala dikaitkan konteks peradaban maka pendidikan memang ditujukan untuk manusia mampu memanusiakan manusia. Kemanusiaan dapat dikaitkan dalam meningkatnya kualitas hidup dan meningkatnya harkat dan martabat manusia. Konteks meningkatnya kualitas hidup ini tentu keteraturan sosial menjadi salah satu kebutuhan adab yang wajib dipenuhi. Dalam kehidupan sosial potensi konflik dan berbagai permasalahan yang kontra produktif sangat banyak. Setidaknya dapat dikategorikan dari manusianya, alamnya dan sistem maupun infrastrukturnya.

Mengatasi keteraturan sosial bukan perkara mudah menata manusia ini adu kekuatan dan memerlukan ada ya figur yang dipercaya atau menjadi ikon bagi hidup dan kehidupannya. Trust atau kepercayaan adalah kuncinya. Kalau ditanya lagi apa hubungannya dengan pendidikan? Orang biasa biasa saja dapat kaya bahkan berkuasa atau menjadi pejabat. Satu dua orang iya bisa jadi mereka golongan orang orang yang sudah bawaan orok takdirnya demikian. Namun bagi orang kebanyakkan mau tidak mau pendidikan ini sangat penting bagi pencapaian keteraturan sosial dan terbangunnya peradaban yang ditunjukkan semakin manusiawinya manusia serta meningkatnya kualitas hidup masyarakat.

Sumber daya manusia (SDM) adalah aset utama bangsa. Sebaliknya SDM busa juga menjadi penyebab rusaknya peradaban yang berdampak luas. Sejalan dengab hal tersebut, kita dapat mengacu pada amanat konstitusi yang salah satunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Membangun peradaban memerlukan SDM yang cerdas. Kalau melihat apa yg dikatakan Einstein bahwa tanda kecerdasan bukan pada pengetahuan melainkan imajinasi. Pemaknaan dan penjabarannya sangat luas. Di sinilah SDM konteks cerdas tentu juga berhati nurani. Cerdas otaknya, cerdas emosionalnya dan cerdas sosialnya yang berjiwa patriot bangsa.

Sejalan dengan pemikiran di atas maka mau tidak mau pendidikan menjadi pilar bangsa. Romo Mangun Wijaya mengatakan; “Pada pendidikkanlah tergantung masa depan bangsa”. Penjabarannya tentu sangat kompleks. Dengan demikian pendidikan untuk SDM yang hasil didiknya mampu menjadi siapa atau menjadi ikon dalam berbagai gatra kehidupan.

Berbicara figur pendidikan mau tidak mau “guru” yang menjadi pilarnya. Guru sang pencerah. Pendidikan yang tidak memiliki figur guru andalan biasanya kualitas dan daya tahan serta daya saingnya rendah. Guru dituntut banyak hal walau hidupnya boleh dikatakan pas pasan bahkan kurang. Para guru adalah kaum pembelajar yang sadar dan menyadari peran dan fungsinya memberi penerangan dalam kegelapan. Bisa juga dianalogikan sebagai lilin yang terus mencerahkan walau dirinya leleh. Guru tidak dapat berbuat banyak tatkala birokrasi dan sistem politik pendidikan amburadul. Guru pada posisi terjepit.

Kesiapan dan pengkaderan serta perawatan bagi para guru perlu keberpihakkan para politikus, para pelaku bisnis juga dari para pemangku kepentingan lainnya. Tatkala guru diperlakukan dan dengan standar apa adanya mungkin saja kehancuran secara perlahan terus menggerus tinggal menunggu waktu. Tatkala bermain main dengan pendidikan berarti sedang bunuh diri secara perlahan. Hasil didik dituntut untuk mampu menunjukkan sebagai siapa atau menjadi ikon kehidupan maka cepat atau lambat daya tahan daya tangkal dan daya saing akan menguat. Citra bangsa mendapat kepercayaan baik dari rakyat maupun luar negeri. Pendidikan yang mampu menjembatani antara konseptual teoritikal dan pelaksanaan pekerjaan pekerjaan dalam gatra kehidupan, itulah pendidikan yang diidamkan. Selain mencerdaskan juga menjadi pilar bangsa sekaligus meningkatkan kualitas hidup manusia.**

Jakarta tengah malam menjelang Hari Pendidikan Nasional

Chryshnanda Dwilaksana

Share
Leave a comment