Ilustrasi Jembatan Imajinasi?

TRANSINDONESIA.CO | Memahami sesuatu tentu bukan hal mudah tatkala hanya dari ceritera atau dalam kalimat kalimat, namun dengan ilustrasi akan dapat membangkitkan imajinasi. Yang memudahkan untuk memahami dan menghayati. Ilustrasi pada majalah buku atau di ruang ruang publik. Ilustrasi menambat hati dan akan terus menjadi kenangan yqng mengakar dalam hidup dan kehidupan. Ilustrasi tanpa sadar ini juga membangun peradaban yang mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ilustrator dengan ilustrasinya secara virtual berkembang pesat dan beragam walau model model manual konvensional mulai surut. Art work dari para ilustrator sering kali tidak terdokumentasi dengan baik. Pelacakannya memerlukan energi lebih tatkala akan mengulas atau mengembangkan pengkajiannya

Darminto M Sudarmo dari grup WA Pakarti menyampaikan: “Setidaknya sejak gerakan seni pop/kontemporer tahun 1960-an, di antaranya disensasikan oleh Andy Warhol, pemaknaan estetika tunggal (adiluhung) telah mendapatkan “gugatan” lewat gerakan (kalau di Indonesia menamakan diri Seni Rupa Baru).

 

Sementara di barat pelan tapi menuju ke penyebutan Seni Rupa kontemporer. Makin menarik discourse itu membawa efek luas kepada sikap apresiasi yang tidak lagi monolit dan tunggal termasuk karya karya rupa seperti ilustrasi dan komik. Makin seru lagi karya rupa digital juga mendapat apresiasi yang tak beda dengan seni rupa konvensional seni lukis untuk penghias interior”.

Para ilustrator selain menggambarkan kisah atau pesan atau suasana atau kehidupan dengan lingkungannya bisa juga berkaitan dengan hal yang berkaitan satir surialis dan kartun. Di era digital ilustrasi semakin berkembang dengan jembatan imajinasi yang dapat dibuat dengan teknologi 3 Dimensi (Trimarta) bahkan akan berkembang lagi seiring perubahan dan perkembangan jaman yang begitu cepat.

Menurut Darminto Msudarmo yang mencatat: “Gerakan kartun yang pertama dimulai oleh Jaya Suprana dengan menyajikan Tusuk Gigi Kumbokarno di Pameran LHI, TIM. Di Semarang Kusnan Hoesie dkk juga (1995?) menyajikan tema kartun 3D dengan tajuk “Primitif 2000”.

Pengembangan seni di Barat kadang malah menyajikan ilustrasi dalam bentuk baru Christo misalnya yang membungkus jembatan dengan kanvas sehingga menjadi rupa yg baru dan bikin kaget warga Paris. Menurut Darminto M Sudarmo: “Meski Christo atas nama seni komtemporer, orang humor boleh saja mendekatkan itu sebagai isu bid kartun”.

Ada pula kartun eksperimen, yang ekspresinya menurut saya hanya aneh permukaan. Seperti pameran kartun di gerbong gerbong kereta api yang rusak kemudian seperti membuat mural, para kartunis rame rame berkarya di situ. Ada juga nggambar di atas talenan, alat masak, dst.

Dalam dialog tentang ilustrasi Gatot Eko Cahyono mengatakan :”Memang karya ilustrasi selalu muncul, ada untuk terapan. Paling tidak untuk mendampingi, mengiringi, ikut memperjelas sebuah naskah/artikel/cerita. Ada ilustrasi yang dengan style realis, namun ada juga yang tampil secara non realis bahkan kecenderungan untuk menampilkan hal hal yang tersirat, bahkan agak abstrak.

Salah satu contoh misalnya: ilustrasi untuk artikel catatan pinggirnya pak GM di majalah Tempo, karya S.Prinka yang cukup unik. Atau karya karya ilustrasi di majalah sastra Horison, yang berkecenderungan secara visual dengan sangat kreatif imajinatif.

Karya ilustrasi selalu muncul berkembang sesuai zamannya , selain sebagai karya bagian dari seni grafis, namun punya daya tarik yang luar biasa. Para ilustrator adalah juga kreator, yang punya daya kreasi tak kalah menarik dari seniman lainnya”. Kusnan Hoesi mengatakan: “Ilustrasi sdh bukan sekadar pemanis semata, perkembangannya mereka sudah jadi karya yang tidak hanya menjelaskan naskah yang diilustrasi, tetapi menambah makna serta bobot karya tanpa tergantung karya yang diilustrasi. Kompas, Suara Merdeka serta majalah Tempo, Aktual, Prisma, sudah memberi ruang untuk itu”.

Gatot Cahyono menanggapi: “Betul, kadang malah dipasang karya lukisan. Namun bisa jadi redaksi Kompas sudah pesan KPD seseorang/seniman/pelukis, untuk membuat karya yg digunakan mendampingi cerpen tsb”. para ilustrator dg ilustrasinya tanpa sadar sudah memberikan nutrisi jiwa dan nutrisi logika seeta imajinasi. Bahkan memberikan juga siraman rokhani. Para ilustrator termasuk kartunis dan kartunis menurut Darminto M Sudarmo :” ini mestinya juga diramaikan oleh pakar2 estetika dan logika, yaitu bos Kuss Indarto (kurator seni lukis) dan bos Lukas Luwarso yg pakar sains. Pasti “kuliah subuh” lewat pemaparan mrk bisa meramaikan suasana. Tak terkecuali pakar komik dan komikus andal bos Toni Masdiono. demgan cerita apa saja projek Pak John A Lent di China. Beliau ini dulu Managing Editor majalah WittyWorld, yang Ramli Badruddin pernah jd salah satu editor nya mewakili Indonesia. Sayang George Zabo, publisher asal Hungaria yang hijrah ke Amrik, sudah wafat beberapa tahun lalu. Bos Itok yang sesungguhnya seorang creative director, mestinya bisa mengangkat tema tema dan kecenderungan ke kinian di bidang visual. Kartun kartun seperti apa yang disebut bermutu atau tidak bermutu. Ada bos Sujendro yang mendalami dan mendalam bidang portofolio – bahasa Jawa nya – How to sell yourself – tentu skill di bidang kartun. Ini juga kompetensi mahapenting dalam situasi orang hanya sibuk memikirkan dirinya sendiri. Event pameran ilustrasi cerpen Kompas. Dan format gambar/lukisan sebesar lukisan lazim yang nyaman dipajang. Tidak sebesar kertas A4. Niatnya mungkin, kalo gak silap yang nggagas mas Bre Redana, siapa tahun mendapat dukungan pencinta seni rupa sehingga karya karya itu merupakan genre baru yy disambut publik dan diapresiasi seperti layaknya karya lukis/rupa lainnya.

Apa yamg disampaikam Darminto M Soedarmo ditanggapi Koesnan Hoesi: “Tahun 1985 an. Ketika kartunis Suara Merdeka alm Goen jd ilustrator Suara Merdeka Minggu… Sy sarankan supaya ilustrasi cerpen tidak harus seperti lainnya yang merujuk dari cerita cerpen itu. Jadi bisa ditafsirkan sang ilustrator lebih dalam. Alhasil ketika mas Djawahir Muhamad cerpennya dimuat. Ilustrasinya berkesan surialis. Mungkin bisa juga diminta pendapatnya soal membaca cerpen, serta membaca karya ilustrasi beliau, beliau salah satu yang bisa mewujudkan karya tidak sekadar ilustrasi serta menerangkan dalam bentuk ilmu dengan mewujudkan di kanvas serta akademis di lembaga barunya di UIN”

Dialog dialog di WA grup Pakarti dapat mencerahkan dan mengingatkan bahwa para ilustrator adalah pejuang pejuang kebudayaan yg mencerdaskan dan dari ilustrasinya menjembati imajinasi di semua lini.**

Chryshnanda Dwilaksana

Share
Leave a comment