G A W A T

TRANSINDONESIA.CO – Dalam keadaan kritis kata gawat menjadi peringatan bahwa akan ada sesuatu yang menakutkan, menyengsarakan bahkan membuat porak poranda kehidupan dan keseteruan sosial. Gawat juga bisa sebagai pengungkap situasi dan kondisi yang sarat kontraproduktif.

Gawat ini seringkali tidak nampak mungkin hanya berupa tanda tanda dan potensi potensi akan adanya sesuatu yang berbahaya, dapat mengganggu, merusak bahkan mematikan kehidupan.

Kepekaan akan gawat ini disampaikan dalam berbagai ungkapan atau perumpamaan atau sanepo sanepo kehidupan. Tak selalu apa yang disanepokan dapat dipahami, ditangkap dan digunakan untuk menyelamatkan.

Pada umumnya, tatkala punya kuasa terkena sindrome lupa atau bahkan sindrome jumawa jadi merasa paling bisa. Paling benar. Merasa paling dari yang digdaya sampai yang tanpa daya bisa dipakai sebagai bungkus kejumawaannya.

Gawat ini akan muncul tatkala ambang batas kepekaan hilang. Ambang kepedulian bela rasa akan manusia dan kehidupannya menguap beralih menjadi bancakan pesta pora. Lali memang penyakit kuasa dan jumawa olah polah dan pameran atas lupa dirinya. Tatkala gawat tidak terakumulasi atau terdeteksi di awal maka akan memuncak seperti bisul yang akan pecah atau gunung berapi yang melincirkan lava, memuntah ke segala arah.

Dalam kisah Mahabharata ada kisah Bhagawatgita yang berisi nasihat Sri Kresna kepada Arjuna yang mulai ragu, lemah dalam Bharata Yudha menumpas angkara murka. Yang diperangi bukan sanak saudaranya, bukan kakek paman dan gurunya melainkan pada angkaramurkanya. Penegakkan keadilan dan kebenaran. Konteks gawat dan Bhagawatgita berbeda namun ada sesuatu yang bisa kita ambil yaitu makna di balik gejala fakta sebagai esensinya.

Apa yang ditandai dengan gawat itu ada beyond atau ada sesuatu yang untangible yang tak benda menjadi esensi dan membuat sesuatu memuncak dan menjadi potensi kerusakan hingga kehancuran kehidupan.

Tinggal bagaimana para punggawa yang memiliki kuasa eling tidak lali akan sumberdaya dan segenap nasib  bangsa yang menjadi taruhan atas patriotismenya. Tatkala lupa apalagi jumawa, gawat bisa menjadi tanda peringatan berakhirnya kekuasaan dan bergantinya jaman serta kehidupan.**

[Chryshnanda Dwilaksana]

Share
Leave a comment