Buta Data jadi Petaka, Solidaritas Sosial Perubahan Sosial Memasuki Era Virtual

TRANSINDONESIA.CO – Di masa pandemi Covid-19 semua lini kehidupan terdampak. Tentu pada masa sulit ini diperlukan kekuatan dan daya yang besar untuk menanganinya. Banyak yang menyadari dan bangkit mengajak berbelarasa solider terhadap saudara-saudara yang sangat menderita. Pemerintah Pun membuat banyak model untuk memberi bantuan tunai langsung untuk meringankan beban.

Di masa seperti ini kepastiannya adalah ketidakpastian. Yang pasti hanyalah perubahan. Di era ini saatnya berubah baik dalam pikiran, perkataan maupun perbuatan.

Perubahan bukan sesuatu yang mudah ini memerlukan nyali keluar dari zona nyaman, zona aman, zona mapan. Manusia sebagai mahkluk sosial suplai and demandnya pada pergerakkan dan sosialisasi itu sendiri. Ternyata di masa pandemi Covid-19 ini semua dihantam dan terkena dampaknya secara langsung.

Cara lama saling bertemu kumpul sana sini dianggap menghawatirkan sehingga memang ada media pengaman. Apalagi di era post truth ini kaum-kaum yang kejam dan biadab tega merusak peradaban dengan menabur hoax, memprovokasi, membodoh-bodohi, menhembuskan kebencian, mengadu domba, memicu anarkisme demi kepentingandiri dan kroni.

Perubahan sosial memerlukan kekuatan dan sumber daya untuk berubah namun yang terpenting bukan pada mampunya melainkan pada maunya. Mau berubah yang mendasar dan perlu dibangun bersama dalam solidaritas sosial. Apa yang harus dirubah dan bagaimana cara merubahnya, ini menjadi pertanyaan yang harus dijawab.

Perubahan di masa dan pasca pandemi Covid-19 adalah memasuki dunia virtual. Dunia maya dunia yang tidak sebatas pada aktualnya saja. Sistem jembatan media on line atau terhubung secara elektronik menjadi bagian dasarnya. Merubah ke arah virtual tentu akan ada benturan budaya lama dengan budaya baru. Kaum konvensional akan berat bahkan ada yang mati-matian menentangnya.

Trans Global

Walikota Mojokerto Pasrah

Kabut Asap Pekanbaru Semakin Buruk

SBY: Pramuka akan Selalu di Hati Saya

Di era virtual dunia digital akan menguasai dunia aktual? Bisa saja demikian kita akan hidup di balik layar. Proses pembelajaran pun bisa on line kelas jarak jauh. Ruang dan waktu bukan lagi sebagai labirin yang menyekat sana sini melainkan sudah terbuka secara on time dan real time. Kesiapan memasuki era digital yang serba virtual hidup di balik layar akan menggeser fungsi-fungsi kehidupan manual bahkan mematikannya. Inipun berdampak besar dan berpotensi konflik.

Di dalam memasuki era virtual perlu dipersiapkan solidaritas sosial untuk menjembatani dan memberikan kesiapan mental maupun mind set yang meninggalkan cara lama ke dalam tata hidup baru. Solidaritas sosial ini bukan sebatas membagi atau berbagi hal-hal yang bersifat kebutuhan dasar pokok melainkan pada solidaritas sosial menyiapkan memasuki tata kehidupan baru.

Sadar atau tidak kita sekarang sudah memulai dari berbagai kegiatan religi seni tradisi hobby comunity semua melalui teknologi. Memasuki tata hidup virtual memerlukan kesadaran dan ketahanan data. Tanpa data di era virtual tidak dapat berbuat apa apa. Sistem big data ini yang menjadi landasan untuk dibangun. Data merupakan pilar dunia virtual. Dengan data apa saja di mana saja bagaimana caranya sampai dengan siapa saja bisa dengan cepat dan tepat diketahui. Bahkan mudah diakses.

Dengan data tentu kita akan mampu untuk memetakan, membuat skala prioritas, mendistribusikan apa bagaimana kepada siapa secara tepat dan cepat, memperbaiki kesalahan maupun kerusakan, memberdayakan, memarketingkan, meningkatkan kualitas pelayanan, dan mencegah mengatasi bahkan merehabilitasi

Masih banyak lagi yang bisa dilakukan dengan sadar data dan mampu memberdayakan data. Di era revolusi industri apalagi masa pandemi buta data adalah petaka.

[Chryshnanda Dwilaksana]

Share