Kronologi Kasus Korupsi Platini Terkait Piala Dunia 2022

TRANSINDONESIA.CO – Penangkapan mantan Presiden UEFA Michel Platini di Nanterre, Selasa (18/6/2019) merupakan hasil perjalanan panjang kasus ini selama lebih dari tujuh tahun.

Penyelidikan korupsi Piala Dunia 2022 dilakukan mantan jaksa Amerika Serikat Michael J. Garcia pada 2012.

Garcia memberikan laporan penyelidikan setebal 350 halaman kepada FIFA melalui Ketua Pengadilan Etik FIFA, Hans-Joachim Eckert pada September 2014.

Setelah memberikan laporan kepada FIFA Garcia menolak memberikan publikasi. Namun, di pertengahan tahun tersebut nama Michel Platini untuk kali pertama muncul.

The Telegraph menyebut Platini mengakui pertemuan dengan Presiden AFC saat itu, Mohamed bin Hammam, beberapa hari sebelum memberikan suaranya untuk Qatar. Pertemuan keduanya sudah berlangsung 30 hingga 50 kali.

Tidak saja dengan Hammam, Platini juga sarapan bersama petinggi sepak bola Qatar di sebuah hotel di Swiss.

Selain dengan pejabat konfederasi dan federasi, Platini mendapat undangan dan pertemuan dengan petinggi negara. Platini pernah diundang Presiden Rusia Vladimir Putin, namun ia menolaknya.

Platini juga mengaku terkejut ketika diundang Presiden Perancis Nicolas Sarkozy di kediamannya di Istana Elysee untuk bertemu dengan Pangeran Qatar Tamim bin Hamad Al-Thani, 20 November 2010.

Dalam pemungutan suara pada 2 Desember 2010, Rusia dan Qatar terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 2010 serta 2022. Usai pemilihan Presiden FIFA 2011, Qatar Sports Investment membeli Paris Saint-Germain, klub favorit Sarkozy.

Setelah itu, sejumlah pejabat tinggi FIFA memiliki kaitan dengan uang yang berasal dari Qatar. Termasuk anak Platini, Laurent yang menjadi CEO Burrda.

Nama Platini juga terseret ke dalam kasus yang melibatkan mantan Presiden FIFA, Sepp Blatter. Keterlibatan keduanya muncul dalam kasus penyelewengan finansial FIFA oleh Blatter berdasarkan penyelidikan Kejaksaan Agung Swiss pada 2010.

Setelah diproses pidana, hasil penyelidikan itu pada September 2015 menemukan kontrak yang ditandatangani Blatter dan Caribbean Football Union, serta dugaan pembayaran senilai US$2 juta untuk Platini pada Februari 2011. Ketika itu Platini masih menjabat sebagai Presiden UEFA.

Komite Etik FIFA menilai uang yang dibayarkan Blatter kepada Platini adalah hasil korupsi. Namun Blatter menganggapnya sebagai bayaran untuk Platini sebagai konsultan.

Akibat masalah pembayaran itu juga Blatter dan Platini dihukum Komite Etik FIFA tidak boleh berkegiatan di sepak bola selama 90 hari pada Oktober 2015.

Hukuman yang diterima Platini membuat mantan bintang Juventus tersebut gagal dalam pencalonan Presiden FIFA pada Februari 2016. Platini gagal menjadi calon Presiden FIFA karena tidak lolos seleksi lantaran masih dalam penyelidikan Komite Etik FIFA.

Pemilihan ulang Presiden FIFA itu terjadi seiring pengunduran Blatter pada Juni 2015 setelah muncul skandal baru berupa suap US$ 10 juta untuk mengamankan Afrika Selatan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2010.

Di akhir 2015, tepatnya pada 21 Desember, FIFA menghukum Blatter dan Platini selama delapan tahun karena bayaran US$2 juta pada 2011.

Pada 2016, hukuman untuk Platini dan Blatter dikurangi menjadi empat tahun setelah banding keduanya ditolak FIFA. Tiga tahun setelahnya Platini ditangkap Kepolisian Perancis karena kasus korupsi tuan rumah Piala Dunia 2022. [CNN]

 

Sumber: CNNIndonesia

Share
Leave a comment