Car Free Night : Pengamanan dan Pesta Rakyat, Religi, Seni dan Tradisi

TRANSINDONESIA.CO – Pengalamanku 2006 saat pengamanan malam takbiran di monas. Malam kemenangan jadi saling hujat saling berebut mencari jalan. Sama sekali tidak bisa dinikmati.

Aku lihat ada bapak-bapak memboncengkan anaknya yang masih kecil tertidur kelelahan. Ada yang berkostum aneh aneh bahkan ala halowen. Naik di atas kap bus dan berboncengan lebih dari dua orang.

Tidak mencerminkan suatu budaya yang bernuansa religi seni dan tradisi. Semua saling berebut saling mengklaim saling merasa paling berhak dan paling benar.

Jalur monas terpaksa ditutup
Orang yang akan ke Bekasi atau ke Tangerang semua dia arahkan lewat harmoni. Pikiran kami hanya lancar dan jangan macet.

Saat puku 01.30 kami juga kelelahan. Aku menoleh ke dalam Monas banyak bakul-bakul gorengan dan asongan juga kelelahan daganganya tidak laku.

Salah seorang penjual itu aku dekati dan dia bicara lirih: “Goro goro sampiyan pak dagangan kulo mboten pajeng” (gara gara bapak dagangan saya tidak laku).

Sampiyan sewengi entu piro?,” tanyaku. Dia menjawab “Rp60.000 pak”. Saya memberi dia Rp100.000.

Saat aku menoleh ke arah yang lain ternya ada ratusan pedagang yang goremgannya tidak laku. Tidak mungkin aku membagi ke semua pedagang itu.

Saat itu aku berpikir ini malam kemenangan bernuansa religi seni dan ada tradisi. Kenapa tidak dibuat menjadi car free night saja semua happy gampang memgamankanya juga.

Sejak 2007 aku terus mengusulkan dan bisa berhasil saat malam Tahun Baru 2013 dalam persiapan 2 minggu di ok kan oleh Ahok sebagai Wagub diajukan ke pak Jokowi dan beliau setuju

Carfree night bisa menjadi pesta rakyat dan membagun masdarwis (masyarakat sadar wisata).

Setidaknya ada 3x dalam setahun
1. Hari jadi Kota DKI
2. Malam Takbiran
3. Malam tahun Baru

Tidak semua care akan darwis, karena dengan darwis ini akan menjadi ikon. Karena dengan sak anane sak isane iso urip lan nguripi.

Religi seni dan tradisi bisa tercakup ditambah aman selamat lancar dan menjadi energi baru bagi ikon kota.

Sayang memang bila pemimpin tidak care terhadap upaya-upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Rasa ini yang mestinya hidup manjing ajur ajer menjadi kebijakannya.

Pemimpin itu ora sak dermo memerintah atau marah tetapi justru harus menginspirasi, menghasilkan energi, memberi solusi, memotivasi. Nyontoni ngancani ngajari bahkan membayari.

Pemimpin iku pancering panguripan oboring urip. [Chrysnanda DL]

Share
Leave a comment