Apreasia Polri SP3 Kasus Habib Rizieq
TRANSINDONESIA.CO, JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) meapresiasi Polri yang sudah mengeluarkan SP3 dalam kasus Habib Riziq Shihab. Namun diharapkan Polri segera memburu dan menangkap para pelaku kasus video porno yang mirip anggota DPR Fraksi Gerindra.
“Dalam kasus video porno itu alat buktinya sudah sangat jelas dan tidak ada alasan bagi Polri untuk tidak mengusutnya. Jika Polri mengaku tidak memiliki alat bukti dalam kasus itu, IPW siap memberikannya kepada Polri. Jika kasus ini tidak segera diusut akan muncul kesan di publik bahwa Polri bersikap aneh, diskriminatif dan tidak transparan,” kata Ketua Preisidium IPW Neta S Pane di Jakarta, Minggu 17 Juni 2018.
Menurutnya, publik menilai sikap polisi belakangan ini cenderung aneh, tidak terbuka dan sangat tertutup. Sehingga menimbulkan berbagai spekulasi yg merugikan Polri itu sendiri. Sikap aneh polisi ini ditandai sejak kasus kerusuhan di Rutan Brimob dimana Polri mengatakan tidak ada yang tewas.
“Padahal sejak tengah malam publik sudah mengetahui ada lima polisi yang tewas dibantai teroris dan akhirnya Polri baru mengakui hal itu menjelang sore. Setelah kematian itu terjadi 20 jam. Anehnya lagi, sudah berminggu-minggu Polri belum juga menjelaskan siapa pelaku pembantaian kelima polisi tersebut,” ujarnya.
Sikap polri yang tertutup ini lanjut Neta, membuat kelima polisi yang dibantai teroris itu seperti mati konyol.
“Anggotanya sendiri tidak mereka bela, bagaimana polisi bisa membela masyarakat dan ini yang membuat Polri terlihat aneh. Jadi jangan heran jika dalam kasus SP3 Habib Riziq, Polri pun sempat sangat tertutup,” katanya.
Sejakawal kata Neta, IPW yakin SP3 itu sudah dipegang Habib Riziiq sebab tidak mungkin pengacaranya dan Habib Riziq berani mengumumkan ke publik jika SP3 tersebut belum mereka pegang.
“Jika mereka berbohong, tentunya mereka akan terkena sanksi hukum yakni mempermalukan institusi Polri. Persoalannya kenapa Polri menutupi hal ini. Itu tak lain karena Polri merasa malu kepada publik,” katanya.
Dalam kasus kematian lima polisi di Rutan Brimob misalnya sambung Neta, bagaimana polisi tidak malu sebab sebuah markas pasukan elit kepolisian bisa dikuasai teroris selama 36 jam dan teroris berhasil membantai 5 polisi sementara teroris yang tewas hanya satu.
Bagaimana pun ini kemenangan teroris yang memalukan polisi. Begitu juga dalam kasus Habib Riziq, Polri tidak kunjung mendapatkan alat bukti yang konkrit untuk menjerat Habib Riziq dan secara hukum kasus seperti ini harus di SP3.
“Kenapa kasus Hbib Riziq harus di SP3? karena alat buktinya tidak jelas. Sementara dalam kasus video porno yang mirip anggota DPR dari Fraksi Gerindra, polisi tidak kunjung bertindak. Polisi mendiamkan kasus ini. Padahal saksi-saksi yang melakukan porno aksi sangat jelas, ada dua perempuan dan 1 lelaki tapi kenapa polisi mendiamkan kasus yang alat buktinya sangat jelas dan polisi hanya sibuk memburu kasus Riziq yang tidak jelas alat buktinya,” ujarnya.
Menurut Neta, sikap polisi yang aneh ini tidak boleh dibiarkan. Polri sebagai institusi yang dibiayai rakyat harus transparan kepada rakyat yang menggajinya.
“Sehingga rasa keadilan tercipta dan rasa keadilan benar-benar bisa dirasakan dan polisi tidak diskriminatif dalam melakukan penegakan hukum. Untuk itu setelah kasus Habib Riziq di SP3, Polri harus menuntaskan kasus porno aksi yang mirip anggota DPR tersebut,” katanya.[ZUL/TRS]