Pemimpin atau Penunggu Perintah?

TRANSINDONESIA.CO – Seorang pemimpin sadar bahwa dirinya merupakan penjuru, motor penggerak sekaligus inspirator yang mengetahui peran dan fungsi kepemimpinan. Sang pemimpin memiliki visi dalam menjabarkan apa yang menjadi kebijakkan dan memahami tujuannya, bukan sebatas cara-caranya.

Apa yang dilakukan sang pemimpin bukanlah dilihat dari gebyar-gebyar penampilannya, melainkan dari kepiawaianya mewujudkan visi atau mimpinya menjadi kenyataan. Apa yang di lihat dan di nilai keberhasilan bagi sang pemimpin adalah bagaimana mampu belajar dan memperbaiki kesalahan di masa lalu. Siap di masa kini dan dari kemampuanya menyiapkan masa depan yang lebih baik.

Sang pemimpin bukanlah matahari namun sejatinya justru menjadi bulan. Rendah hati tidak narsis demi kepentingan pribadinya melainkan menerangi dalm kegelapan. Menjadi ikon inspirasi bagi yang haus atau membutuhkan dukungan bantuan dan pelayananya.

Ilustrasi

Pemimpin yang narsis egois menonjol nonjolkan dirinya sebenarnya sebatas pemimpin yang berdasarkan perintah atau pemimpin penunggu perintah. Hebat hanya sebatas materinya, keduniawianya, sedang sisi humanis dan kemanfaatnya mungkin hanya segelintir orang saja menikmati yang tergoling nyantrik dan kroninya saja.

Nah, apalagi dilihat dari kerelaan dan keberanianya berkorban mungkin saja nilainya minus karena semua pendekatanya uang atau pamrih materiil semata. Apa yang dikerjakan mungkin saja sebatas ndoronya senang persetan rakyat susah atau efek kebijakanya bikin pusing kelilingpun tetapi dihajarnya.

Pemimpin tidak menunggu perintah adalah pemimpin sejati yang belajar panjang yang memang menunjukkan ciri-ciri dari indikator pemimpin. Pemimpin memiliki keunggulan dan mampu menjadi ikon terutama yang dapat dikategorilan dalam otak, otot, dan hat inuraninya.

Pemimpin-pemimpin seperti ini memang sering dikalahkan pemimpin cantrik atau sebatas penunggu perintah, tatkala birokrasinya patrimonial dan lebh mengutamakan pendekatan-pendekatan personal.

Para pemimpin yang dikarbit biasanya akan menjadi kutu loncat pengejar jabatan-jabatan yang dianggap basah. Menuntut mengharap dan sebatas mencari keseanangan dan menyenang nyenangkan diri dan kroni serta ndoro-ndoronya.

Bagai air dan minyak antara pemimpin karbitan hutang budi dengan pemimpin yang menjadi ikon dan inspiratif baik dari pemikirannya, mimpinya kompetensinya sampai sisi kemanusiaanya.

Pemimpin-pemimpin penunggu perintah mungkin kelas kerupuk yang gampang melempem atau mengempis ketika disiram air. Merasa dirinya paling dari paling benar sampai paling ngawur semua dihajarnya. Parahnya lagi kesalahan-kesalahan ketidak jujuran dan bahkan ketololan-ketololannya malah ikut dibangga-banggakannya.[CDL]

Share