Buku Perjalanan Toba Gambaran Estetika Leluhur Batak

TRANSINDONESIA.CO – Peluncuran buku fotografi berjudul “Sepuluh Tahun Perjalanan Toba” karya Hasiholan Siahaan XIV, menggambarkan estetis warisan budaya dan lingkungan Toba, yang merupakan satu dari sepuluh destinasi pariwisata yang menjadi prioritas nasional.

Buku yang menyajikan 144 foto terbaik tentang Toba ini menggambarkan seolah-olah kita sedang melakukan penziarahan panjang memutar arah jarum jam detak dan detik kehidupan Batak yang sesungguhnya.

Demikian kesimpulan pandangan Ketua Komisi X DPR RI Teuku Riefky Harsya, dan Komunitas Rumahela DR Hinca IP Panjaitan XIII,SH,MH,ACCS, dalam acara peluncuran buku “Sepuluh Tahun Perjalan Toba”, di Anjungan Sumatera Utara TMII Jakarta, Jumat 11 Nopember 2016.

Ketua Komisi X DPR RI Teuku Riefky Harsya luncurkan buku fotografi "Sepuluh Tahun Perjalanan Toba" karya Hasiholan Siahaan XIV, di Anjungan Sumatera Utara TMII Jakarta, Jumat 11 Nopember 2016.[BEN]
Ketua Komisi X DPR RI Teuku Riefky Harsya luncurkan buku fotografi “Sepuluh Tahun Perjalanan Toba” karya Hasiholan Siahaan XIV, di Anjungan Sumatera Utara TMII Jakarta, Jumat 11 Nopember 2016.[BEN]
Sementara, Teuku Riefky Harsya menuturkan, Toba di Sumatera Utara memiliki budaya dan destinasi wisata yang menyatu. Hal ini yang membuat Toba ditetapkan sebagai salah satu dari sepuluh destinasi pariwisata yang menjadi prioritas oleh Kementerian Pariwisata RI.

Untuk itu, Teuku Riefky menilai, terbitnya buku fotografi tentang Toba ini patut disambut gembira.

“Buku ini merupakan dokumentasi estetis mengenai budaya dan lingkungan Toba, yang merupakan warisan budaya dan satu dari 10 destinasi pariwisata prioritas nasional,” ujar Teuku Riefky.

Dikatakannya, dokumentasi yang indah dan menyentuh batin ini bukan saja menggambarkan kearifan lokal dari leluhur dan upaya menjaga kelestarian lingkungan, namun pula menumbuhkan rasa kecintaan secara total terhadap Toba itu sendiri.

Dari kecintaan tersebut, sergahnya kemudian, akan muncul upaya tanpa henti untuk menjaga warisan nenek moyang Toba, yang sekaligus sebagai upaya meningkatkan daya tarik para wisatawan melalui lingkungan yang terpelihara.

“Bak kata pepatah, sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui”, warisan leluhur terjaga, kesejahteraan pun meningkat. Inilah cita-cita para leluhur pendiri bangsa yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,” kata Teuku Riefky.

Semarak peluncuran buku fotografi "Sepuluh Tahun Perjalanan Toba" karya Hasiholan Siahaan XIV, di Anjungan Sumatera Utara TMII Jakarta, Jumat 11 Nopember 2016.[BEN]
Semarak peluncuran buku fotografi “Sepuluh Tahun Perjalanan Toba” karya Hasiholan Siahaan XIV, di Anjungan Sumatera Utara TMII Jakarta, Jumat 11 Nopember 2016.[BEN]
Toba Juara

Komunitas Rumahela, Hinca IP Panjaitan, merasa puas saat membaca buku “Sepuluh Tahun Perjalanan Toba” yang hasilnya sungguh hebat dan luar biasa.

Menurut Hinca, gambar-gambar hasil rekaman camera tersebut menjadi sempurna, karena melekat di tangan dan dimainkan dengan cekatan secepat cahaya blizt oleh Hasiholan Siahaan XIV.

“Awalnya, mulanya, adalah Toba Juara, yang bisa saya tuliskan menjadi judul pengantar untuk buku ini sebagai nonangnonang yang selalu saya maknai sebagai bagian dari menyebarluaskan kebaikan, menabur optimisme,” ungkap Hinca.

Dikatakan, setelah menikmati gambar demi gambar dalam buku itu sebagai bukti dan saksi ritualitas perjalanan orang Batak di dalam Toba-nya. Setidaknya, lanjut dia, selama sepuluh tahun bidikan mata tajam Hasiholan memastikan objek jepretan di camera Canon kesayangannya tersaji dengan penuh makna.

Hinca pun beralasan mengapa kemudian harus memberi kata “Juara” setelah kata Toba. Satu di antaranya, adalah karena Toba yang terbentuk dari ledakan super vulcano terdasyat tanpa tertandingi sejak bumi ini ada (begitulah para ahli menggambarkan terbentuknya Danau Toba) sekitar 78.000 tahun lalu, membentuk dinding-dinding kaldera toba yang indah, kokoh, dan memanjakan mata para umat manusia setiap kali memandangnya.

Buku Toba ini pun menjadi relevan dengan kata juaranya pada upaya anak bangsa ingin membangun negeri. Jika APBN ditelisik dari sisi pendapatan, maka sesungguhnya sektor pariwisata adalah sang primadona sehingga tak perlu menggali isi perut bumi.

“Jika sekarang sektor pariwisata penyumbang di 10 besar ke APBN kita, saya yakin, dalam waktu tidak terlalu lama pariwisata akan menempati posisi teratas,” ujarnya sumriah.

Hinca optimistis membangun destinasi-destinasi baru pariwisata dengan pendekatan wisata leluhur, sesungguhnya merupakan policy yang bijak dan menjanjikan. Keputusan pemerintah menjadikan Toba sebagai satu dari sepuluh destinasi nasional pariwisata papan atas adalah tepat, karena infrastruktur policy-nya sudah dipersiapkan secara baik oleh pemerintahan terdahulu.

Menurutnya, karya Hasiholan Siahaan XIV yang merekam “Sepuluh Tahun Perjalanan Toba” menjadi pelengkap utama untuk memaknai, mengerti, dan mencintai “Toba Juara”, sebagai wisata leluhur Batak yang menakjubkan sebelum datang dan merasakannya secara langsung.

“Membaca dan menikmati makna foto dan gambar-gambar ini, seolah kita sedang melakukan penziarahan panjang, memutar arah jarum jam detak dan detik kehidupan Batak yang sesungguhnya,” tutup Hinca Panjaitan.

Buku fotografi "Sepuluh Tahun Perjalanan Toba" karya Hasiholan Siahaan XIV, di Anjungan Sumatera Utara TMII Jakarta, Jumat 11 Nopember 2016.[BEN]
Buku fotografi “Sepuluh Tahun Perjalanan Toba” karya Hasiholan Siahaan XIV, di Anjungan Sumatera Utara TMII Jakarta, Jumat 11 Nopember 2016.[BEN]
Peduli Budaya Batak

Sementara itu, Kepala Anjungan Sumatera Utara TMII Tatan Daniel menyambut hangat lahirnya buku tersebut. Ia bahkan tak sungkan menyodorkan dukungan penuh segala fasilitasi yang dimiliki oleh Anjungan Sumut TMII.

“Saya senang dan sangat bangga bahwa orang muda Batak peduli terhadap warisan budaya leluhurnya dengan karya buku fotografi Sepuluh Tahun Perjalanan Toba ini,” ungkap Tatan Daniel.

Tatan berharap semoga kecintaan orang muda Batak terhadap budaya dan warisan leluhurnya semakin bertambah banyak dengan talenta-talenta lainnya, guna menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya dari para leluhur Batak.

“Buku ini akan menjadi catatan sejarah untuk di kemudian hari bagi generasi muda Batak lainnya, dan sebagai bukti kehadiran bung Hasiholan Siahaan XIV di berbagai tempat bersejarah di Kaki Gunung Toba,” ujar Tatan.

Perlu diketahui kegiatan peluncuran buku dan pameran fotografi “Sepuluh Tahun Perjalanan Toba” ini digagas oleh tiga orang muda Batak yang akrab pula disebut tim komunikasi Toba yakni, Edu Cardo Panjaitan, Hasiholan Siahaan XIV, dan Dewi Yan Sari Silalahi bekerjasama dengan Anjungan Sumut TMII dan Seniman Muda Batak (Semuba) pimpinan Martahan Sitohang.[BEN]

Share
Leave a comment