Reforma Agraria 2017 Berjalan Antusias Apabila ….

TRANSINDONESIA.CO – Program Reforma Agraria (RA) menjadi agenda semua Presiden Indonesia. Apa lompatan besar yang dicapai? Sulitkah RA?

Kini, RA masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang disusun terukur dengan Perpres 45 Thn 2016. Jujur, itu langkah yang melompat besar dan karenanya wajar terbetik harapan:  akankah kita benar sedang berada di pintu gerbang era RA?

Saya mencatat,  RA dengan landasan Perpres itu membenihkan harapan dan wajar disambut antusiastik. Seperti sedang menantikan kelahiran anak pertama yang lama dinantikan.

Wajar pula jika RA mesti digema-gemakan agar tidak redup perhatian. Termasuk menggemakan RA itu dari kampus. Hal itu saya mulai gemakan saat berbicara dalam diskusi publik soal RA di Fakultas Hukum USU Medan bersama Prof.Dr.Hasim Purba, Ketua Departemen Hukum Perdata dan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih.

Ketua Masyarakat Konstitusi Indoensia, Muhammad Joni, Ketua Departemen Hukum Perdata FH USU Prof.Dr.Hasim Purba dan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih, pada ialog publik membahas Reformas Agraria di Fakultas Hukum USU, di Medan 12 Oktober 2016.[MJH]
Ketua Masyarakat Konstitusi Indoensia, Muhammad Joni, Ketua Departemen Hukum Perdata FH USU Prof.Dr.Hasim Purba dan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih, pada ialog publik membahas Reformas Agraria di Fakultas Hukum USU, di Medan 12 Oktober 2016.[MJH]
Tapi, itu tak cukup menggemakannya sebagai advokasi publik dan dorongan akademisi, sebab RA mesti dikukuhkan dengan Undang-undang (UU). Karena kita sedang bernegara. Tepatnya negara hukum yang demokratis (democratish rechstaat).

Kalau tidak ada UU,  aduhmak, akan kontra produktif di lapangan dan menegasikan momentum bagus yang dibuat dengan Perpres No.45 Tahun 2016.

Jika tidak ada UU, sama saja dengan membiarkan konflik agraria masih lestari.  Malah, kalau dari saya sih, UU yang melegalisasi RA itu mestinya bisa segera dibuat dan segera pula dijalankan.  Bapak Presiden Yang Terhormat, kalau UU Tax Amnesty bisa dibuat dan disahkan segera, mengapa tidak UU ikhwal RA?

Untuk membuktikan komitmen pada RA yang sudah jadi RKP tahun 2017, MKI menyarankan Presiden menerbitkan Perpres tentang Reforma Agraria. Lalu, segera sahkan UU ikhwal RA. Tak perlu menunggu multi tahun.

Harap dicatat, acap kali konflik agraria tidak bisa tuntas ke akarnya dan tidak menciptakan rasa adil kepada rakyat jika hanya dibawa kepada penyelesaian konflik perdata biasa. Lihatlah berbagai negara melakukan RA dengan keputusan politik Negara yang dilegalisasi dengan hukum.

Apalagi jika tanpa peradilan khusus pertanahan  dan hanya mengakui data juridis sebagai dasar pengakuan hak tanah yang bersifat formal.

Telaah MKI, peradilan pertanahan dalam RUU Pertanahan juga perlu dikritisi jurisdiksinya, jangan pula sebagai peradilan umum yang dibawah wewenang pengadilan perkara perdata. Konflik agraria tak sebatas sengketa perdata.

Sempat saya mengambil pendapat awal bahwa peradilan khusus pertanahan dalam kerangka RA bisa dibuat dalam jangka waktu terbatas atau temporary bukan permanen.

Selain disain format peradilan pertanahan,  takrif data juridis mesti dikaji ulang lebih kritis, bukan hanya surat formal dan diterbitkan lembaga formal.

Bahkan perlu dikaji pengakuan data juridis yang menembus kelembagaan tradisional pra kemerdekaan.

Artinya, RA itu selain pilihan pemihakan politik berbasis konstitusi Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, namun artinya juga melampaui hukum (beyond the law). Mesti didasarkan kepada keadilan konstitusional yang sebut saja sebagai konstitusionalisme keadilan agraria.

Untuk memberikan dasar diterapkannya RA,  perlu UU yang melegalisasi segenap aspek dalam RA yang intinya asset reform ditambah acces reform.

Hal itu mesti dengan UU yang sudah dirancang pendahulu dengan RUU Pertanahan. Tersebab itu, RA tak sebatas legalisasi aset ataupun sertifikasi tanah.

RA tak sebatas penataan administrasi pertanahan tetapi keadilan agraria dengan dasar Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

RA sebenarnya bisa dan sudah ada preseden uji cobanya pasa beberapa daerah.  Menarik dan semakjn antusiastik jika RA dipakai sebagai landasan dibuatnya bank tanah (land bank) untuk perumahan rakyat yang berada di kawasan kumuh atau konflik struktural atau eks HGU yang habis waktu. Sebab,  hak konstitusional bertempat tinggal dijamin dalam Pasal 28H ayat 1 UUD 1945.

Tak kalah menarik dan menggairahkan jika RA untuk kawasan perkotaan dimasukkan dalam RKP tahun 2017  melengkapi Perpres 45 Tahun 2016. Rupanya, RA perkotaan sudah dilakukan dalam skala kecil,  seperti diwartakan pernah dilakukan di suatu kota.

Tegasnya, RA adalah jalan menyongsong keadilan agraria yang diidamkan semenjak Proklamasi Kemerdekaan.

Moga jalannya mulus, adil substantif namun legal dan efektif mencapai sasaran. Rakyat menanti bukti.[Muhammad Joni – Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia]

Share
Leave a comment