Korban Seksual di Sukabumi Terus Bertambah

TRANSINDONESIA.CO – Data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mencatat sejak Januari hingga Mei 2016 sebanyak 47 warga menjadi korban kekerasan seksual.

“Jumlah korban kekerasan tersebut berasal dari 25 kasus yang terjadi di Kabupaten Sukabumi hingga Mei ini,” kata Ketua Harian P2TP2A Kabupaten Sukabumi, Elis Nurbaeti kepada Antara di Sukabumi, kemaren.

Menurutnya, memasuki Juni ini kasus kekerasan seksual terus bertambah, bahkan ada tiga kasus kekerasan seksual yang menonjol pada bulan ini yakni kasus pemerkosaan terhadap anak tiri yang dilakukan oleh oknum seketaris desa di Kecamatan Surade.

Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerkosaan disertai pembunuhan terhadap seorang gadis di Kecamatan Kadudampit yang dilakukan oleh tetangganya, dan yang lebih miris lagi belum lama ini anak SMP berusia 14 tahun diciduk polisi karena mencabuli 11 anak dibawah umur, empat diantaranya positif disodomi.

Jika melihat jumlah korban hingga Juni, lebih dari 60 orang, namun karena bulan ini belum habis pihaknya masih melakukan rekapitulasi terhadap jumlah korban dan kasus kekerasan seksual.

“Jika dirata-ratakan ada sembilan sampai 10 warga Kabupaten Sukabumi setiap bulannya menjadi korban kekerasan seksual, baik korbannya pria, wanita maupun anak di bawah umur,” tambahnya.

Di sisi lain, Elis mengkhawatirkan pelaku kekerasan seksual yang usianya masih di bawah umur yang bebas berkeliaran karena hukuman kepada mereka masih sangat ringan. Maka dari itu, pihaknya meminta pemerintah pusat untuk mengkaji batasan usia sehingga seseorang masih menyandang status di bawah umur.

Karena dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh pihaknya, ternyata pelaku kekerasan seksual banyak yang usianya di bawah 17 tahun, sehingga hukuman yang diberikanpun ringan. Sehingga ke depannya apakah usia di bawah umur tersebut di bawah 17 tahun atau ada perubahan.

“Sesuai syariat islam, anak yang sudah “mimpi basah”, mengeluarkan sperma dan menstruasi mereka sudah baligh atau tidak lagi disebut anak di bawah umur, sehingga perilaku yang dilakukan si anak harus menjadi tanggung jawabnya sendiri. Maka dari itu, kami berharap pemerintah pusat mengkaji ulang penetapan status anak di bawah umur tersebut,” katanya.

Selain itu, sanksi yang diberikan kepada para pelaku kekerasan seksual ini harus maksimal agar memberikan efek jera bagi para pelaku. Sehingga jika ada seseorang yang ingin melakukan kekerasan seksual akan takut dengan ancaman hukuman yang akan diterimanya.[Ant/Sap]

Share
Leave a comment