Pasca OTT, OC Kaligis Atur Strategi di Kualanamu

TRANSINDONESIA.CO – Sesaat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, pengacara kondang Otto Cornelis Kaligis dilanda kepanikan.

Rasa was-was Kaligis bukan tanpa alasan. Pasalnya anak buah dia, M Yagari Bhastara alias Geri, ikut digelandang ke markas antirasuah. Kaligis cemas perannya sebagai perancang penjegalan kasus Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho di Kejaksaan Tinggi ketahuan penyidik KPK.

Maka tak butuh waktu lama bagi Kaligis untuk merancang strategi. Bedanya, kali ini dia merancang konspirasi untuk menyelamatkan kasusnya sendiri.

Selang hitungan hari, Kaligis mengutus dua orang dari kantor pengacaranya untuk menemui Gatot dan anak buahnya, Ahmad Fuad Lubis. Mereka diterbangkan ke Medan dan bertemu dengan yang dijanjikan di Bandara Kualanamu.

“Setelah bertemu dengan dua pengacara itu, kami diajak masuk mobil. Di mobil itu rencana disusun. Kami berputar-putar di sekitaran Kualanamu sekitar satu jam,” kata Fuad saat memberikan kesaksian dalam lanjutan persidangan Gatot dan istrinya, Evy Susanti, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/1/2015).

OC Kalgis duduk dikursi terdakwa.
OC Kalgis duduk dikursi terdakwa.

Fuad yang bersaksi di bawah sumpah menyatakan di dalam mobil itu disusun tiga skema untuk memutus kasus tangkap tangan KPK. Skema itu antara lain pemutusan garis perintah, garis koordinasi, dan garis aliran dana.

Fuad mengaku lupa dengan nama dua pengacara yang mengatur strategi pemutusan kasus tersebut. Namun dia masih mengenali ciri-ciri dari salah satu pengacara anak buah Kaligis yang kala itu cukup dominan memberikan pengarahan.

“Ada tanda bekas luka di bagian sini,” kata Fuad sambil meraba-rabakan tangan di bagian leher kiri, persis di bawah telinga dan dagunya.

Namun setelah dikonfirmasi oleh majelis hakim, Fuad membenarkan bahwa pengacara yang dimaksud adalah Afrian Bondjol.

Berdasarkan pengakuan Fuad, Afrian saat itu berusaha mengatur strategi agar kasus yang menjerat tiga hakim Medan dan Geri tidak ikut menyeret bosnya.

“Dia bilang ini kasus sudah stadium empat. Artinya sudah parah tapi masih bisa diselamatkan. Yang dia maksud diselamatkan itu Bu Evy dan Pak OC,” ujar Fuad.

Agar kasus tidak menyeret Kaligis, mereka berkonspirasi menyusun strategi supaya kasus berhenti di Geri. Sementara untuk Evy, Afrian mengarahkan agar kasus diputus sampai ke tangan Yenny Octorina Misnan alias Yeyen, sekretaris pada kantor hukum Kaligis.

“Tapi setelah saya berkonsultasi dengan penasehat hukum, saya juga tampaknya mau dikorbankan juga,” kata Fuad.

Bagaimanapun, upaya pemutusan kasus Kaligis Cs itu akhirnya gagal juga. Baik Kaligis, Evy, dan bahkan Gatot kini menjadi pesakitan yang duduk di kursi terdakwa persidangan kasus korupsi.

Gatot dan Evy didakwa telah memberikan uang kepada tiga hakim PTUN Medan, yakni Tripeni Irianto Putro sebesar USS 15.000, serta Dermawan Ginting dan Amir Fauzi masing-masing USD 5.000. Pasangan suami-istri itu juga didakwa memberi uang USD 2.000 kepada Panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Duit tersebut diberikan dengan maksud untuk mempengaruhi putusan majelis hakim PTUN Medan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut tentang dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (Bansos), bantuan daerah bawahan (DBD), bantuan operasional sekolah (BOS), dan tunggakan dana bagi hasil (DBH) dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD pada Pemprov Sumut.

“Uang diberikan dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya (hakim) untuk diadili,” ujar jaksa Irene Putrie saat membacakan dakwaannya di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (23/12/2015).

Upaya Kejaksaan untuk memanggil Fuad selaku Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut berusaha digagalkan oleh Gatot karena khawatir dirinya ikut diseret dalam pusaran kasus. Maka suap pun menjadi jalan pemulus rencana Gatot bersama tim pengacaranya.

Setelah melakukan penjajakan intensif dengan para hakim, upaya Gatot pun membuahkan hasil. Pada 7 Juli 2015 majelis hakim PTUN Medan mengeluarkan amar putusan yang pada intinya menyatakan upaya pemanggilan dari kejaksaan merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang.

Atas perbuatannya tersebut, Gatot dan Evy didakwa melanggar pasal 6 ayat (1) undang-undang no 31 Tahun 1999 tentang Pemberanrasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah denhan UU No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.(Cnn/Dod)

Share
Leave a comment