Gatot – Evy Didakwa Suap Hakim PTUN Medan

TRANSINDONESIA.CO – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, mendakwa Gubernur Sumatera Gatot Pujo Nugroho (nonaktif) dan istri mudanya Evy Susanti, suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara senilai total 27 ribu dolar AS dan 5000 dolar Singapura untuk mempengaruhi putusan terkait pengujian kewenangan Kejati Sumut.

“Terdakwa I Gatot Pujo Nugroho dan terdakwa II Evy Susanti bersama-sama dengan Otto Cornelis Kaligis dan Moh Yagari Bhastara Guntur alias Gary melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim yaitu Tripeni Irianto Putro selaku hakim PTUN Medan sebesar 5.000 dolar Singapura dan 15 ribu dolar AS, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi selaku hakim PTUN masing-masing sebesar 5000 dolar AS dan Syamsir Yusfan sebesar 2000 dolar AS selaku panitera dengan maksud mempengaruhi putusan,” kata JPU KPK, Surya Nelli, pada sidang perdana terdakw Gatot dan Evy di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (23/12/2015).

Perkara yang dimaksud adalah adalah permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos).

Gubernur Sumatera Utara non aktif Gatot Pujo Nugroho bersama istri Evy Susanti.
Gubernur Sumatera Utara non aktif Gatot Pujo Nugroho bersama istri Evy Susanti.

Selain itu, Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang kuasa hukumnya diserahkan kepada OC Kaligis.

“Pada 1 April 2015 di ruang kerja Gubernur Sumut, Ahmad Fuad Lubis dan Sabrina menemui terdakwa I untuk melaporkan surat panggilan permintaan keterangan dari Kejaksaan Agung. Terdakwa I memerintahkan kepada Ahmad Fuad Lubis dan Sabrina untuk menghadiri panggilan tersebut dengan terlebih dulu berkoordinasi dengan OC Kaligis,” kata Jaksa Irene.

Pada malam harinya, ada pertemuan yang dihadiri Evy Susanti, Anis Rifai, Gary, Yulius Irawansyah dan Rio Pandeirot dan diputuskan agar pemanggilan dari Kejagung itu tidak mengarah kepada Gatot.

Sehingga pada 2 April, Ahmad Fuad Lubis selaku Kabiro Keuangan Pemprov Sumut dan Plt Sekretaris Daerah Sabrina menandatangani surat kuasa pendampingan kepada OC Kaligis. Keduanya pun memenuhi panggilan kejaksaan Agung dengan didampingi OC kaligis, Gary, Yulius, Rico Pandeirot, Anis Rifai dan beberapa pengacara lain.

“Setelah pemeriksaan selesai OC Kaligis dan tim pengacara makan siang di restoran Jepan Cazasuki di Blok M dan semua dibiayai oleh terdakwa II,” ungkap jaksa.

Tak penuhi panggilan Pada April 2015, OC kaligis mengusulkan untuk mengajukan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut ke PTUN Medan dengan maksud agar panggilan-panggilan tersebut tidak mengarah kepada terdakwa I.

“Selain itu OC Kaligis juga menyarankan agar Ahmad Fuad Lubis dan Sabrina tidak memenuhi panggilan. Atas saran dari OC Kaligis, para terdakwa menyetujuinya,” jelas jaksa.

Selanjutnya OC Kaligis, Gary dan Indah mendatangi PTUN Medan dan menemui Syamsir selaku panitera sekretaris PTUN Medan dan minta dipertemukan dengan Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro. Tripeni selanjutnya mengatakan gugatan dapat dimasukkan untuk diperiksa, setelah pembicaraan OC Kaligis memberikan amplop berisi 5.000 dolar Singapura kepada Tripeni dan 1.000 dolar AS kepada Syamsir Yusfan.

Untuk kelancaran pengurusan gugatan, Gatot dan Evy melalui Mustafa beberapa kali mengirim uang kepada OC Kaligis yaitu: 1. 25.000 dolar AS atau senilai Rp325 juta 2. 55.000 dolar Singapura atau senilai Rp538,615 juta dan 3. Rp100 juta.

Uang itu selanjutnya sebagian didistribusikan kepada Tripeni pada 5 Mei 2015 yaitu saat OC kaligis memberikan satu amplop berisi uang 10 ribu dolar AS kepada Tripeni. Seusai memberikan uang, Kaligis meminta Gary mengurus pendaftaran gugatan sedangkan ia kembali ke Jakarta.

Tripeni selanjutnya menetapkan susunan majelis hakim yaitu dirinya selaku ketua majelis sedangkan Dermawan Ginting dan Amir Fauzi selaku hakim anggota.

Gary juga yang kemudian menemui tiga hakim tersebut dan ketiganya secara bergantian memberikan penjelasan atas gugatan yang dimaksud. Namun untuk kembali meyakinkan hakim, OC Kaligis, Gary dan Indah kembali bicara dengan Tripeni pada 18 Mei 2015 dan meyakinkan Tripeni untuk memutus sesuai dengan gugatan karena gugatan ini tergolong baru.

Pada 30 Juni 2015, seusai sidang di PTUN Medan, OC meminta Evy untuk memberikan uang 30.000 dolar AS yang diserahkan bertahap pada 30 Juni sebesar 15 ribu dolar AS dan 1 Juni 2015 sebesar 15 ribu dolar AS ditambah Rp50 juta melalui ajudan OC Kaligis bernama Bambang Taufik.

OC Kaligis kemudian memerintahkan Sekretaris dan Kepala Bagian Administrasi dari kantor OC Kaligis and Associates Yenny Octarina Misnan untuk memasukkan uang ke dalam lima amplop putih yang perinciannya tiga amplop masing-masing berisi 5.000 dolar AS dan dua amplop berisi 1.000 dolar AS.

5000 dolar Amplop pertama berisi 5.000 dolar AS diberikan OC Kaligis kepada Tripeni pada 2 Juli 2015 di PTUN Medan. Gary selanjutnya mendapat tugas untuk bertemu Dermwan Ginting dan menjelaskan bahwa permintaan keterangan seharusnya melalui pemeriksaan internal terlebih dulu, namun Dermawan Ginting meminta untuk bertemu OC Kaligis lebih dulu.

OC Kaligis dan Indah yang sudah kembali ke Jakarta akhirnya memutuskan kembali ke Medan pada 5 Juli 2015 dan menemui Dermawan Ginting dan Amir Fauzi. OC Kaligis pun memerintahkan Gary untuk menyerahkan dua buku yang didalamnya diselipkan amplop berisi uang 5.000 dolar AS kepada Dermawan dan Amir sambil mengatakan buku itu adalah titipan OC Kaligis.

Pada hari yang sama, Evy menghubungi Gary melalui handphone Mustafa dan menanyakan mengenai penyerahan uang.

“Atas jawaban Gary, terdakwa II kemudian menyampaikan kecemasan dengan mengatakan ‘ya udah kalo sudah aman, saya takut tadi GERI lama replynya, takut kan saya, ini ngeri ke mana ya takut kan saya, ini ngeri ke mana ya takutnya jebakan batman, OTT’,” kata jaksa menirukan ucapan Evy.

Pada 6 Juli 2015, Amir dan Dermawan menemui Tripeni dan melaporkan bahwa mereka sudah bertemu Gary dan diberi uang dan atas penyampaian tersebut, Tripeni menaggapi bahwa permohonan hanya dikabulkan sebagian.

Sehingga pada 7 Juli 2015 pukul 11.00 WIB, majelis hakim memutuskan mengabulkan permohonan pemohon sebagian yaitu menyatakan adanya unsur penyalahgunaan wewenang dalam surat permintaan keterangan Fuad, menyatakan tidak sah keputusan permintaan keterangan Fuad dan menghukum Kejati Sumut untuk membayar perkara sebesar Rp269 ribu.

Selesai sidang Gary memberikan amplop berisi 1.000 dolar AS kepada Syamsir Yusfan dengan mengatakan “Ini THR dari Pak OC Kaligis” sedangkan amplop berisi 5.000 dolar AS untuk Tripeni diberikan pada 9 Juli 2015, beerapa saat setelah penyerahan uang tersebut Gary ditangkap oleh petugas KPK di pintu utama kantor PTUN Medan.

Atas perbuatan tersebut, Gatot dan Evy didakwa berdasarkan pasal 6 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.(Dod)

Share
Leave a comment