Apkasindo Tuding PKS Diskriminasi Harga TBS

Seorang wanita tengah mengangkut tandan sawit.(dok)
Seorang wanita tengah mengangkut tandan sawit.(dok)

TRANSINDONESIA.CO – Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) menilai petani kelapa sawit di Indonesia masih didiskriminasi khususnya penentuan harga.

Pasalnya harga jual TBS petani mandiri dan petani plasma terjadi kesenjangan, dimana Pabrik Kelapa Sawit (PKS) melakukan pemotongan harga TBS sebesar 5 %hingga 7% perkilogramnya kepada petani kelapa sawit mandiri.

Ketua Umum Apkasindo, Anizar Simanjuntak mengatakan, harga TBS ditingkat petani selalu berbeda jauh dengan penentuan harga yang telah ditetapkan rapat tim penetapan harga TBS setiap propinsi.

Saat ini lanjutnya, harga TBS di PKS daerah Jambi dan Dumai mencapai Rp1.315/kg dan untuk daerah Sumut sekitar Rp1.100/kg.

Tapi di tingkat petani harga masih murah dan bahkan sekarang hanya sekitar Rp600/kg atau lebih rendah dari harga pokok Rp615/kg.

“Ternyata, harga TBS di PKS yang mencapai Rp1.315/kg itu hanya diperuntukkan petani plasma. Sedangkan untuk petani mandiri sudah dilakukan pemotongan harga dari agen pengumpul sebesar 5-7% karena PKS menetapkan pemotongan wajib 2-3% per kg,” katanya kepada Transindonesia.co di Medan, Selasa (29/9/2015).

Dijelaskannya, memang petani mandiri tidak bisa langsung menjual ke PKS tapi melalui agen pengumpul. Berbeda dengan petani plasma yang melakukan penjualan langsung ke PKS induk.

Namun kalau lah kualitas TBS itu sama sesuai spek yang telah ditetapkan, kenapa harus ada pemotongan hingga selisih harga mencapai Rp400 /kg antara kelapa sawit petani plasma dengan kelapa sawit petani mandiri.

“Ini artinya petani masih didiskriminasi dan akan terus menjadi orang yang tertindas di negara ini, meski kelapa sawit menyumbang devisa di Indonesia,” katanya.

Lebih lanjut Anizar mengatakan, jumlah petani plasma hanya 22% atau 933.900 hektar dari seluruh luas kelapa sawit rakyat di Indonesia yang mencapai 4.245.000 hektar.

“Jadi seharusnya petani mandirilah yang diperhatikan nasibnya karena untuk produksi mereka yang lebih banyak,” harapnya.

Kondisi ini, kata Anizar, merupakan kesalahan dari kebijakan pemerintah yakni Peraturan Menteri Pertanian tentang penentuan harga perkebun yang disalah artikan PKS kalau perkebun itu hanya untuk petani plasma.

Selain itu, tidak ada ketegasan, sanksi dan pengawasan kelapangan yang melibatkan kepala daerah, instansi terkait dalam menangani harga kelapa sawit.

Seharusnya, PKS yang tidak ikuti aturan harus diberi sanksi oleh Pemerintah Daerah setempat dan lakukan pengawasan yang benar.

“Pemerintah tidak serius memperhatikan nasib petani. Percuma ada tim penentuan ketetapan harga, kalau harga sampai di PKS sudah banyak pemotongan. Kelapa sawit sumber devisa negara dan petani kelapa sawit juga sudah ikut mensubsidi bio diesel. Sudah seharusnya pemerintah menolong petani rakyat,” imbuhnya.

Kerusakan harga TBS ini berasal dari hulu yakni ketegasan pemerintah.

Padahal semuanya bisa diperbaiki asal melibatkan semua pihak dan pemerintah jangan tutup mata.

“Apkasindo meminta keluar revisi Permentan kalau tidak akan terus ada perbedaan antara petani plasma dan mandiri. Selain itu harga kelapa sawit tingkat petani harus diatas Rp1.000/kg sehingga bisa menguntungkan,” ujarnya.(Dhon)

Share
Leave a comment